Senin, 12 Juli 2010

Mengangkat Tangan Saat Berdo’a:(Lanjutan)

Pada artikel yang lalu saya katakan bahwa pembahasan mengenai mengangkat tangan saat berdo’a ini masih menyisakan beberapa permasalahan yaitu :

  1. Mengangkat tangan menunjukkan bahwa Alloh Ta’ala berada di atas Arsy
  2. Apakah dengan disunnahkannya mengangkat tangan maka berarti setiap kali berdo’a di segala tempat dan keadaan juga harus mengangkat tangan ? ataukah butuh perincian ?
  3. Apakah di syari’atkan mengusapkan telapak tangan ke wajah seusai berdo’a ?
  4. Bagaimana menjawab beberapa hadits yang dhohirnya mengatakan bahwa mengangkat tangan itu hanya untuk do’a istisqo’ (minta hujan) saja ?

Insya Alloh permasalahan ini akan kita bahas pada edisi ini.
Kita mohon pada Alloh Ta’ala untuk selalu membimbing kita dalam meniti jalan kebenaran. Wallohul Muwaffiq

Mengangkat tangan saat berdo’a menunjukkan bahwa Alloh berada diatas Arsy.

Diantara hal-hal yang disepakati oleh para sahabat Rosululloh dan para ulama’ yang mengikuti mereka dengan baik adalah sebuah aqidah dan keyakinan bahwa Alloh Ta’ala berada di atas, tepatnya berada di atas Arsy di atas langit yang ketujuh.

Dalil-dalil yang menunjukkan akan hal ini amat sangat banyak, bisa dilihat pada majalah ini edisi … tahun…

Dan diantara dalil-dalil tersebut adalah syari’at untuk mengangkat tangan saat berdo’a yang menunjukkan bahwasannya Alloh berada di atas. Inilah yang difahami oleh para ulama’ sejak zaman dahulu sampai sekarang.

Berkata Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitab Tauhid 1/254 :

“Sebagaimana di fahami bersama dalam fithroh manusia, baik yang alim maupun yang jahil, merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, yang sudah baligh maupun yang masih kecil. Bahwasannya semua orang tersebut kalau berdo’a pada Alloh Ta’ala pasti akan menengadahkan kepala dan tangannya ke arah langit dan tidak akan pernah ke arah bawah.”

Kalau kita cermati perkataan Imam Ibnu Khuzaimah ini akan kita dapati sangat sesuai dengan kenyataan yang ada, coba perhatikan bahwa semua orang kalau berdo’a dan memohon pada Alloh Ta’ala pasti akan menghadapkan wajahnya ke langit dan membentangkan tangannya ke arah atas, sampai pun orang-orang awam dan orang-orang fasik sekalipun.

Oleh karena itu siapapun saja kalau menyerahkan sesuatu pada kehendak Alloh Ta’ala maka dia akan mengatakan : “Terserah yang diatas sana, tanyakan pada yang diatas sana.” dan kalimat yang semisalnya. Tidak pernah kita dengar ada seseorang pun yang mengatakan : “Terserah yang dimana-mana sajalah ?” atau kalimat yang semisalnya. Hal ini adalah dalil yang tidak bisa di ingkari oleh siapapun juga, karena kalau mengingkarinya berarti dia mengingkari fithrohnya sendiri. (Lihat Fiqhul Ad’iyati Wal Adzkar oleh Syaikh Abdur Rozzaq bi Abdil Muhsin Al Badr Al Abbad 2/189)

Berkata Imam Ibnu Qutaibah :

“Seandainya orang-orang yang mengingkari ketinggian Dzat Alloh itu mau kembali pada fithroh mereka dan pada asal usul penciptaan mereka dalam mengenal Alloh, pasti mereka akan mengakui bahwa Alloh adalah maha tinggi dan Dzat Nya berada di atas. Lihatlah tangan-tangan yang terangkat keatas saat berdo’a dan semua orang, baik yang arab maupun a’jam (non arab) akan selalu mengatakan bahwasannya Alloh berada di atas, selagi mereka masih memegang teguh pada fithrohnya.”

(Lihat Ta’wil Mukhtalafil Hadits hal :183)

Oleh karena itulah Imam Al Juwaini harus terdiam tatkala berhadapan dengan kenyataan ini. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Abil Izz dalam Syarah aqidah Thohawiyah hal : 270 tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, beliau berkata :

“Imam Muhammad bin Thohir Al Maqdisi menceritakan bahwasanya Abu Ja’far Al Hamadani datang pada kajiannya Imam Abul Ma’ali Al Juwaini yang masyhur disebut dengan nama Imam Haromain, saat itu beliau sedang menerangkan bahwa Alloh itu tidak berada diatas. Beliau berkata :

“Alloh itu sudah ada sebelum adanya Arsy dan Dia sekarang berada di tempat sebelum adanya Arsy.

Maka Syaikh Abu Ja’far Al Hamadani berkata :

“Ya Ustadz, beritahukanlah pada kami tentang kenyataan yang kami temukan pada diri kami, bahwasanya tidak ada satu orang pun yang berkata : Ya Alloh, kecuali hatinya akan mengarah ke arah atas, dan hati itu tidak akan mengarah ke kanan atau kekiri, lalu bagaimana kami akan menolak sesuatu yang kami dapatkan dalam jiwa kami ini ?

maka Imam Haromain memukul-mukul kepalanya lalu beliau turun dan menangis seraya berkata :

“Al Hamadani telah membuatku ragu, Al Hamadani telah membuatku pusing.”

Berkata Imam Ibnu Abil Izz :

“Yang dimaksud oleh Syaikh Al Hamadani adalah bahwa masalah keberadaan Alloh diatas Arsy adalah merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Alloh sebagai fihroh makhluq tanpa harus menerimanya dari para rosul. Semua makhluq akan mendapatkan dalam hati masing- masing bahwa mereka menghadap Alloh kearah atas.”

Bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa mengangkat tangan itu hanya berlaku bagi do’a istisqo (minta hujan) saja

Ada sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa syari’at mengangkat tangan itu hanya di perintahkan kalau berdo’a minta hujan saja, adapun do’a lainnya maka tidak ada perintahnya untuk mengangkat tangan. Dan ini banyak diikuti oleh sebagian jamaah islam di Indonesia ini. Mereka berdalil dengan hadits Anas bin Malik berikut ini :

عن أنس بن مالك قال : أن نبي الله صلى الله عليه وسلم كان لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء حتى يرى بياض إبطيه

Dari Anas bin Malik berkata : “Bahwasannya Rosululloh tidak pernah mengangkat tangannya saat berdo’a sedikipun kecuali saat minta hujan sehingga terlihat putih ketiak beliau.”

(Bukhori :1031, Muslim : 895)

Untuk mendudukkan hadits ini pada tempat yang sebenarnya maka harus kami katakan :“Bahwa hadits ini sama sekali tidak bisa digunakan untuk menolak sunnah mengangkat tangan saat berdo’a secara muthlaq kecuali saat minta hujan, karena bertentangan dengan banyak hadits lainnya yang menyatakan bahwa Rosululloh mengangkat kedua tangan saat berdo’a bukan untuk minta hujan saja”. Dan hadits-hadits tersebut mencapai derajat mutawatir sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Suyuthi dalam Tadribur Rowi 2/180 dan sudah saya sebutkan sebagiannya pada tulisan ini bagian pertama.

Dan sudah merupakan sebuah hal yang diketahui bersama bahwa kalau terjadi pertentangan antara dua dalil maka harus ditempuh jalan penggabungan antara keduanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama’ ushul.

Dan para ulama’ telah menggabungkan dengan bagus antara hadits Anas ini dengan hadits lainnya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

“Penggabungan antara hadits Anas ini dengan beberapa hadits lainnya adalah apa yang telah disebutkan oleh beberapa para ulama’ yaitu bahwa yang dimaksud oleh Anas adalah mengangkat tangan yang sangat tinggi sehingga sampai kelihatan putih ketiaknya. Do’a inilah yang dinamakan oleh Ibnu Abbas dengan do’a saat kepepet (ibtihal).

Ibnu Abbas menjadikan do’a itu ada tiga tingkatan, yaitu : pertama : berisyarat dengan satu jari sebagaimana yang di lakukan saat khutbah jum’at, kedua : do’a untuk meminta sesuatu dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan pundak, ketiga : do’a saat kepeepet. Dan macam ketiga inilah yang dimaksudkan oleh Anas diatas. Oleh karena itu beliau berkata :

“Rosululloh mengangkat kedua tangannya tinggi sampai terlihat putih ketiaknya.”

Cara mengangkat yang macam ini adalah apabila seseorang amat sangat tingi dalam mengangkat tanganya, maka sekaan-akan bagian dalam telapak tangannya menghadap ke tanah dan bagian pungung tangan menghadap ke atas. Yang menguatkan penafsiran ini adalah apa yang di riwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al Marosil dari hadits Abu Ayyub Sulaiman bin Musa Ad Dimasyqi berkata :

“Tidak pernah diketahui bahwa Rosululloh mengangkat tangannya kecuali pada tiga tempat, yaitu saat minta hujan, mohon pertolongan dan pada sore hari Arofah, namun pada waktu lainnya hanya mengangkat tangan biasa saja.”

(Lihat Al Marosil : 148)

  • Syaikhul Islam juga berkata :

“Barangkali juga yang dimaksud oleh Anas adalah mengangkat tangan saat khutbah jum’at 1 sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : 874 : “Bahwasannya Rosululloh tidak lebih dari pada sekedar mengangkat jari telunjuknya.”

(Lihat Syarah Tsulatsiyat Musnad oleh As Safarini 1/653, dinukil dari Fiqhul Ad’iyah oleh Syaikh Abdur Rozzaq Al Abbad 2/180)

  • Berkata Al Hafidl Ibnu Hajar :

“Namun harus digabungkan antara hadits Anas ini dengan hadits lainnya bahwasannya yang dinafikan oleh Anas adalah cara do’a tertentu, karena do’a saat minta hujan berbeda caranya yaitu dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi sehingga sampai menghadap wajah misalnya, padahal dalam do’a yang lain cuma sampai sejajar dengan pundak. Cara penggabungan ini tidak bertentangan dengan keterangan bahwa kedua doa tersebut sama sama terlihat putih ketiak Rosululloh, karena bisa saja digabungkan dengan kita katakan bahwasannya do’a saat minta hujan itu lebih terlihat putih ketiak beliau dari pada saat do’a yang lainnya. Mungkin karena posisi tangan saat minta hujan itu menghadap ke arah bumi sedangkan saat berdo’a lainnya menghadap ke langit. Berkata Imam Al Mundziri : “Anggaplah tidak bisa digabungkan antara keduanya, maka kita harus lebih menguatkan hadits yang menetapkan adanya mengangkat tangan.” Saya (Ibnu Hajar) berkata : terutama sekali hadits-hadits tersebut sangat banyak.” (Lihat Fathul Bari 11/142)

Oleh karena itulah Anas menceritakan do’anya Rosululloh saat minta hujan dengan mengatakan :

“Sesungguhnya Rosululloh apabila minta hujan mengarahkan pungung tangannya ke langit.”

(HR. Muslim : 896)

  • Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

“Hal ini dikarenakan amat sangat tingginya beliau saat mengangkat tangan sehingga tubuh beliau tidak tegak lurus lagi, maka kelihatannya bagian pungung tangan beliau menghadap kelangit, dan ini bukan kerena beliua memang bertujuan untuk itu.”

Kapan harus mengangkat tangan dan kapan tidak mengangkat tangan saat berdo’a ?

Sebagaimana apa yang dilakukan oleh Rosululloh merupakan sebuah sunnah yang harus diikuti, maka begitu pula yang ditinggalkan beliau juga merupakan sebuah sunnah yang harus pula diikuti. Inilah yang ditegaskan oleh para ulama’ kita, misalnya Imam Syathibidalam Al I’tishom 1/42 dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan lainnya.

  • Berkata Imam Al Albani :

“Diantara sesuatu yang ditetapkan oleh para peneliti dari kalangan para ulama’ bahwasannya semua ibadah yang tidak disyariatkan oleh Rosululloh juga tidak pernah dilakukan oleh beliau, maka berarti ibadah tersebut menyelisishi sunnah. Karena sunnah itu ada dua macam, sunnah fi’liyah (sesuatu yang dikerjakan oleh Rosululloh) dan sunnah tarkiyah (Sesuatu yang sengaja ditinggalkan oleh Rosululloh). Maka kalau Rosululloh meninggalkan sebuah ibadah maka termasuk sunnah adalah kita meninggalkannya juga. Tidakkah engkau mengetahui bahwasannya adzan untuk menjalankan sholat hari raya, juga saat menguburkan mayit tidak boleh dilakukan meskipun bertujuan untuk menyebut dan mengagungkan Alloh. Hal ini tidak lain hanyalah karena perbuatan tersebut tidak pernah dikerjakan oleh Rosululloh. Dan inilah yang difahami oleh para sahabat, oleh karena itu banyak sekali peringatan dari mereka untuk tidak terjerumus dalam perbuatan bid’ah.”

(Lihat Hajjatun Nabi hal : 100,101)

Lihat masalah ini dengan agak luas pada Ilmu Ushul Bida’oleh Syaikh Ali Hasan (hal : 107-118).

Berangkat dari kaedah ini, maka kami katakan bahwa do’a yang pernah dilakukan oleh Rosululloh dan beliau tidak mengangkat tangannya maka sunnahnya tidak mengangkat tangan bahkan dikahwatirkan akan terjerumus dalam bid’ah. Dan do’a yang pernah dilakukan oleh Rosululloh dengan mengangkat tangan maka sunnahnya mengangkat tangan, adapun untuk do’a yang bersifat umum tidak ada kaitannya dengan ibadah tertentu lalu tidak ada keterangan dari Rosululloh baik mengangkat tangan ataukah tidak, maka pada dasarnya dengan mengangkat tangan.

  • Berkata Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin t/ :

“Mengangkat tangan saat berdo’a ada tiga macam, yaitu :

  1. Yang jelas ada sunnahnya dari Rosululloh, maka ini disunnahkan mengangkat tangan saat berdo’a tersebut. Misal saat istisqo’, berdo’a saat diatas bukit shofa dan marwa serta lainnya.
  2. Yang jelas tidak ada sunahnya, maka tidak boleh mengangkat tangan. Seperti berdo’a saat sholat dan tasyahud akhir.
  3. Yang tidak ada dalilnya secara langsung, apakah mengangkat tangan ataukah tidak, maka hukumnya pada dasarnya termasuk adab berdo’a adalah mengangkat tangan.”

(Liqo’ Bab Maftuh hal : 17,18)

(Lihat Masalah ini dengan terperinci ada kitab Tashhihud Du’a oleh Syaikh Bakr Abu Zaid hal : 126-129, karena kitab tersebut sangat bagus dalam masalah ini)

Yang menunjukan akan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : 874 dari Ammaroh bin Ru’aibah sesungguhnya dia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya saat khutbah diatas minbar, maka beliau berkata : “Semoga Alloh menjelekkan kedua tanganmu itu, saya melihat Rosululloh tidak lebih hanya sekedar mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.”

Dari sini dapat kita kethui kesalahan sebagian ummat islam yang selalu mengangkat tangannya setiap kali berdo’a dan disegala kesempatan. Ambil misal :

  1. Selalu mengangkat tangan saat berdo’a selepas sholatSyaikh Ibnu Utsaiminberkata saat ditanya tentang hukum mengangkat tangan dan berdo’a seusai sholat :

    “Tidak disyariatkan bagi seseorang apabila selesai sholat untuk mengangkat tangannya sambil berdo’a, karena kalau dia ingin berdo’a, maka kalau dilakukan saat masih sholat itu lebih utama dari pada selesai sholat. Oleh karena itulah Rosululloh menganjurkan untuk melakukannya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud, beliau bersabda : “Kemudian hendaklah memilih do’a yang dia kehendaki.” (Bukhori : 800)

    (Lihat Fatawa Arkani Islam hal : 339, Fatawa Islamiyah 4/179)

    Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

    “Tidak ada satupun sahabat yang meriwayatkan bahwa Rosululloh apabila setelah selesai sholat lalu beliau berdo’a bersama para sahabatnya, akan tetapi beliau dan para sahabatnya hanya berdzikir kepada Alloh, sebagaimana yang terdapat dalam banyak hadits.”

    (Majmu’ Fatawa 22/492)

  2. Mengangkat tangan saat khutbah jum’at, baik bagi khothib maupun jama’ah lainnya.
    Berdasarkan hadist diatas.

    Berkata Syaikh Utsaimin :

    “Tidak disyariatkan mengangkat kedua tangan saat berdo’a ditenga khutbah. Oleh karena itu para sahabat mengingkari perbuatan Bisyr bin Marwan saat mengangkat tangannya dalam khutbah jum’at. Dan mengangkat tangan saat khutbah ini hanya disyari’atkan pada dua hal saja, pertama saat berdo’a minta hujan dan saat do’a minta berhentinya hujan. Dalilnya adalah apa yang diriwaatkan oleh Anas bin Malik bahwasannya ada seorang laki-laki yang datang saat Rosululloh sedang khutbah, lalu dia berkata : “Telah binasa harta benda …. Yang akhinya Rosululloh mengangkat kedua tangannya dan berdo’a. Dan Laki-laki itupun daang pada jum’at berikutnya dan berkata : Ya Rosululloh, harta benda kami telah tenggelam ….. maka akhirnya Rosululloh pun mengangkat tangannya dan berdo’a : ”Ya Alloh, Turunkan hujan pada daerah diluar kami bukan pada daerah kami.”

    (HR. Musim pada kitab Istisqo’)

    Seorang khotib tidak boleh mengangkat tangannya kecuali pada dua tempat ini, demikian juga jama’ah jum’at pun tidak boleh mengangkat tangan mereka kecuali apabila khothib mengangkat tangannya, karena para sahabat hanya mengangkat tangan saat Rosululloh mengangkat tangannya.”

    (Fatawa Islamiyah 4/177)

  3. Berdo’a dengan mengangkat tangan setiap selesai kajian atau pertemuan, karena tidak ada nashnya dari Rosululloh dan para sahabatnya.(Lihat Fatawa Islamiyah 4/178)
  4. Dan masih banyak contoh kesalahan praktek do’a sambil mengangkat tangan lainnya, namun tiga contoh diatas saya kira sudah bisa mewakilinya.

Sebagai kesimpulan masalah ini, saya nukilkan perkataan Syaikh Bin Baz :

“Semua do’a yang terdapat pada zaman Rosululloh dan beliau tidak mengangkat kedua tangannya, maka tidak disyari’atkan bagi kita untuk mengangkat tangan demi mengikuti Rosululloh, seperti saat khutbah jum’at, khutbah hari raya, berdo’a antara dua sujud, berdo’a di akhir sholat, dan setelah sholat, karena itu semua tidak pernah dilakukan oleh Rosululloh, yang mana kita diperintahkan untuk mengikuti Rosululloh baik yang beliau lakukan atau yang beliau tinggalkan. Sebagaimana Firman Alloh Ta’ala :

“Sunguh ada bagi kalian pada diri Rosululloh suri tauladan yang bagus.” (QS. )

(Lihat Fatawa Islamiyah 3/174)

Apakah di syari’atkan mengusapkan telapak tangan ke wajah seusai berdo’a?

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

“Banyak hadits shohih yang menceritakan bahwasannya Rosululloh mengangkat tangannya saat berdo’a, adapun mengenai mengusap wajah dengan telapak tangan seusai berdo’a maka Cuma ada satu atau dua hadits yang lemah tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.”

(Majmu’ Fatawa 22/519)

Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Baz :

“Tidak ada satupun hadits yang shohih yang menerangkan tentang mengusap tangan ke wajah. Yang ada hanyalah beberapa hadits yag lemah. Oleh karena itu yang lebih rajih adalah agar seseorang itu tidak mengusapkan telapak tangannya ke wajah. Hanya saja sebagian para ulama’ mengatakan bahwa hal itu tidak mengapa karena hadits-hadits tersebut meskipun dlo’if namun saling menguatkan, maka bisa terangkat menjadi hadits hasan lighoirihi, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Hafidl Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom bab terakhir. Kesimpulannya tidak ada satupun hadits shohih yang mensyariatkan mengusap wajah selesai berdo’a, Rosululloh tidak pernah melakukannya baik saat sholat istisqo’, juga tidak pada saat lainnya misalnya saat berada di bukit shofa, marwa, di padang Arafah, Muzdalifah, melempar jumroh. Maka lebih baiknya hal itu ditinggalkan.”

(Lihat Fatawa Islamiyah 4/184, Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz 11/184)

Hadits yang dimaksud diatas adalah apa yang disebutkan oleh Al Hafidl Ibnu Hajardalam Bulughul Marom no : 1466

عن عمر رضي الله عنه ثم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا مد يديه في الدعاء لم يردهما حتى يمسح بهما وجهه

Dari Umar berkata : “Apabila Rosululloh mengangkat tangannya saat berdo’a, maka beliau tidak menurunkannya sehingga mengusapkan pada wajahnya.”

(HR. Abu Dawud : 1485, Turmudli : 3386, Hakim 1/719)

Hadts ini dlo’if sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah danImam Al Albani dalam Dlo’if sunan Abu Dawud hal : 112.

Lihat masalah ini dengan agak terperinci pada Fiqh Ad’iyah wal Adzkar 2/195 dan Syaikh Bakr Abu Zaid mempunyai sebuah risalah khusus mengenai hal ini dengan judul Juz’ Fi Mashil Wajh bil Yadain Ba’da Rofihima liddu’a.

Kesalahan seputar mengangkat tangan dalam berdo’a

Banyak sekali kesalahan yang terjadi seputar mengangkat tangan dalam berdo’a, baik dari kalangan pembela maupun pencela, diantaranya adalah :

  1. Keyakinan sebagian orang bahwa tidak boleh mengangkat tangan sama sekali dalam berdo’a atau yang dibolehkan itu Cuma pada do’a minta hujan saja.
  2. Perbuatan sebagian orang yang mengangkat tangan dalam setiap kali berdo’a.
  3. Tidak perhatian pada posisi tangan saat berdo’a, sebagaimana posisi yang di katakan oleh Ibnu Abbas.
  4. Mengangkat tangan dengan punggung tangan mengarah ke atas sedangkan bagian dalam telapak tangan menghadap ke tanah. Hal ini bertentangan dengan sabda Rosululloh :

    إذا سألتم الله فاسئلوه ببطون أكفكم ولا تسألوه بظهورها

    “Apabila kalian meminta pada Alloh, maka mintalah dengan bagian dalam telapak tangan kalian, dan jangan dengan bagian punngungnya.”

    (Lihat Ash Shohihah : 595)

  5. Mengangkat tangan saat berdo’a selesai sholat dan khutbah jum’at serta khutbah lainnya
  6. Mengangkat tangan sambil berdo’a setiap selesai kajian dan pertemuan
  7. Mengangkat tangan tapi Cuma sejajar dengan perut. Ini menyelisihi sunnah karena yang benar adalah sejajar dengan pundak atau wajah.
  8. Mengusapkan wajah dengan kedua telapak tangan seusai berdo’a
  9. Dan mungkin masih ada beberapa hal lainnya yang saya tidak bisa menyebutkannya sekarang.

Kesimpulan

Dari pembahasan ini dapat ditarik sebuah kesimpulan, yaitu :

  1. Mengangkat tangan menunjukkan keberadaan Alloh Ta’ala di atas Arsy dan itu adalah fithroh semua makhluq.
  2. Pendapat sebagian para ulama yang hanya mengkhususkan mengangkat tangan pada do’a istisqo adalah pendapat yang lemah.
  3. Tidak dalam semua waktu dan tempat berdo’a dengan mengangkat tangan, tapi butuh perincian sebagaimana diatas
  4. Tidak disyariatkan mengusap wajah dengan telapak tangan seusai berdo’a
  5. Banyak kesalahan yang terjadi dalam masalah mengangkat tangan ini.

Akhirnya kita mohon kepada Alloh Ta’ala semoga kita tetap di beri petunjuk untuk mengikuti syariat Nya dan sunnah Rosul Nya, baik pada apa yang dikerjakan dan yang ditinggalkan beliau. Wallohul Musta’an Wallahu A ’lam.

Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

www.ahmadsabiq.com

.

Related posts:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar