Kamis, 15 Desember 2016

HUNIAN MEWAH DUA LANTAI HANYA 300 JUTA-AN


Berikan yang terbaik untuk membahagiakan keluarga Anda,

UMAR SETU RESIDENCE
HUNIAN MEWAH DUA LANTAI HANYA 300 JUTA-AN
Berada di Jantung Kawasan Segitiga Emas Industri Indonesia
DP Hanya 10% Bisa dicicil 6x, Cicilan mulai 3jt-an/bln (Transaksi Syariah)
Menyajikan konsep hunian GREEN BUILDING DESIGN (Pertama di Indonesia), pemanfaatan udara dan sinar matahari berlangsung secara maksimal, sehingga penggunaan lampu sangat dapat diminimalisir dan rumah selalu sejuk.

Minggu, 04 Desember 2016

MENGIKUTI KEBANYAKAN ORANG !


"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."

[QS. al-An'am/6 : 116]

★★★★★★★★★★

Hanya karena kedangkalan ilmu agama maka manusia banyak tertipu oleh kelompok mayoritas, padahal jika manusia mengetahui tabiat manusia yang jelek pasti mereka menyesal mengikuti mereka. Barangsiapa ingin selamat dari makar mereka, simaklah pembahasan berikut:


Rabu, 16 November 2016

Mega Project Hasanah City


Opening Mega Project Hasanah City Dilengkapi Danau Alami

Kawasan Islami Seluas 25 Ha Dekat Kota Dengan Udara Asri

by : Hasanah Land Group (PT. Hasanah Karya Abadi)

Tersedia :

✅Terdiri dari beberapa Cluster dengan design ala Timur Tengah
✅Rumah Sehat Islami
✅Wisata Air Danau Alami (Sudah Tersedia)
✅Arena Olahraga Berkuda & Memanah
✅Kolam Renang Akhwat & Ikhwan
✅Sport Center & Gym
✅Masjid Jamie terluas
✅Rumah bermain ANAK YATIM
✅Rumah Tahfidz
✅Play Ground
✅Ruko Komersial

 

Apakah ANDA mau memiki hunian atau tempat tinggal yang strategis ?

✅Dekat dengan akses KRL Jabodetabek ?
✅Dekat dengan akses Tol Menuju Tangerang, Merak, Bogor, Bekasi dan Jakarta ?
✅Dekat dengan akses Angkutan Umum ?
✅Dekat dengan Kawasan atau Sentra Bisnis ?
✅Dekat dengan Rumah Sakit? ✅Dekat dengan Pusat perbelanjaan dan hiburan keluarga ?
✅Dekat menuju Bandara ? dan
✅Memiliki Nilai Investasi yang potensial dan bertumbuh ?

 mau tau kami lebih lanjut ?

Silahkan simak informasi selanjutnya di bawah ini….!

 

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Kepada Sahabat Fillah keluarga muslim di seluruh Indonesia dan khususnya yang berada di sekitar JABODETABEK.

Perkenalkan kami dari HASANAH LAND yaitu salah satu pengembang kawasan Syariah di Indonesia yang berkantor pusat di Kota Bogor.

Alhamdulillah kami sedang menjalankan beberapa project, yaitu diantaranya :

Diandra Serpong Village, Sakinah Village, D'village Sindanglaya, Andalusia Residence, Al Ikhlas Residence, Serta beberapa project lainya.

Silahkan cari informasi perumahan diatas di dunia internet. Insyaa Allah bertebaran di dunia maya.

Selain itu, Alhamdulillah kami senang karena antusiasme masyarakat umat muslim terhadap perumahan syariah Tanpa Riba semakin hari semakin meningkat. Sejalan dengan itu kamipun dari HASANAH LAND semakin bangga dan semangat dengan terus berkontribusi untuk umat muslim sehingga dapat memiliki huniah syariah tanpa riba.

Kami berharap semua niat kami untuk menciptkan kawasan syariah bisa didukung oleh masyarakat dan Allah Azza wa Jalla dan Sahabat Fillah semua yang membutuhkan hunian bisa mendapatkannya dengan cara halal sehingga dapat diridhai oleh RabbulAlamin.

Selanjutnya …

Sadarkah Sahabat ?

Bahwa Anda dan setiap orang yang tau akan bahaya Riba, baik yang sudah berkeluarga ataupun belum. Tentu ketika menginginkan memiliki tempat tinggal maka kemungkinan besar akan sama seperti Anda, yaitu :

Ingin memiliki rumah dengan kriteria umum seperti ini :

✅Rumah yang aman, nyaman  dan tentram
✅Rumah yang harganya terjangkau
✅Rumah yang proses kepemilikannya gak ribet
✅Rumah yang Baik bagi perkembangan anak
✅Rumah yang lingkungannya hangat & harmonis
✅Rumah yang memiliki akses transportasi yang baik
✅Rumah yang penuh keberkahan dan diridhai Allah Swt

Coba bayangkan…

Bahwa Anda sudah benar-benar memiliki dan bertempat tinggal di hunian yang seperti ini. *Apakah perasaan Anda senang dan tenang?*

Dan kami yakin bahwa ini bukanlah kebetulan, melainkan adanya kekuatan Allah Azza wa Jalla sehingga menghadirkan informasi ini pada Anda.

Sahabat Fillah, marilah kita meraih ridho-Nya dan ketahuilah bahwa mungkin ini merupakan jawaban dari setiap doa yang dipanjatkan selama ini.

Insyaa Allah Impian Sahabat bisa segera terwujud atas izin Allah SWT. Aamiin

Bismillah….Ini adalah kesempatan terbaik dan terbatas untuk Sahabat untuk benar-benar memiliki Hunian seperti yang telah diidam-idamkan dan dibayangkan…

 

INSYA ALLAH segera hadir Hasanah City

Kawasan Islami Seluas 25 Ha

Tersedia :

✅Rumah Mulai Type 27
✅Harga hanya 200Jt.an Cicilan Mulai 2jt.an
✅Kavling Mulai Type 60 Harga hanya 100Jt.an

Spesial Gathering :

✅Hanya saat gathering
harga akan miring
✅Hanya saat gathering bonus-bonus sangatNyaring

Dapatkan informasi akurat dari marketing kami  dan segera beli tiketnya untuk hadir dalam Gathering sebelum kuota habis !

Berhati-hatilah sebelum mentransfer !

Apa yang Anda dapatkan dengan tiket tersebut ?

1. Makan siang

2. Memperkenalkan skema perumahan syariah tanpa riba

3. Memberikan tips membeli rumah agar berkah

4. Menjelaskan investasi syariah terbaik yang bisa dilakukan oleh setiap orang

5. Konsultasi syariah via online setelah Gathering

6. Pengenalan Mega Project Kawasan Hasanah City

N.B

✅Tiket gathering sebagai Nomer urut pembelian unit Hasanah City.
✅Tiket gathering senilai Rp.100.000,-
✅Hanya yang memiliki tiket yang boleh hadir pada saat gathering.
✅Jangan membayar tiket sebelum dikontak oleh admin pusat Hisanah City.
✅Jumlah Unit terbatas, ini hanya untuk 100 Unit pertama
✅Gathering bukan hanya membahas produk tapi edukasi dan pengarahan di dunia syariah (Jangan sampai Anda tertipu oleh kata syariah di jaman modern ini)

 
Informasi :

Zaenal Arifin (08159161125) WA/TLP

By : Hasanah Land Group (PT. Hasanah Karya Abadi)

Sabtu, 12 November 2016

Kritik: Anjuran Adzan di Telinga Bayi

Adakah tuntunan mengadzankan bayi ketika lahir?

Kebanyakan buku atau kitab yang menjelaskan hal-hal yang mesti dilakukan ketika menyambut sang buah hati adalah amalan satu ini yaitu adzan dan iqomah di telinga bayi yang baru lahir. Bahkan bukan penulis-penulis kecil saja, ulama-ulama hebat pun menganjurkan hal ini sebagaimana yang akan kami paparkan. Namun, tentu saja dalam permasalahan ini yang jadi pegangan dalam beragama adalah bukan perkataan si A atau si B. Yang seharusnya yang jadi rujukan setiap muslim adalah Al Qur'an dan hadits yang shohih.Boleh kita berpegang dengan pendapat salah satu ulama, namun jika bertentangan dengan Al Qur'an atau menggunakan hadits yang lemah, maka pendapat mereka tidaklah layak kita ikuti. Itulah yang akan kami tinjau pada pembahasan kali ini. Apakah benar adzan atau iqomah pada bayi yang baru lahir disyari'atkan (disunnahkan)?

Kami akan berusaha meninjau dari pendapat para Imam Madzhab, lalu kami akan tinjau dalil yang mereka gunakan. Agar tidak berpanjang lebar dalam muqodimah, silakan simak pembahasan berikut ini.

Pendapat Para Ulama Madzhab

Para ulama Hambali hanya menyebutkan permasalahan adzan di telinga bayi saja.

Para ulama Hanafiyah menukil perkataan Imam Asy Syafi'i dan mereka tidak menganggap mustahil perkataannya (maksudnya: tidak menolak perkataan Imam Asy Syafi'i yang menganjurkan adzan di telinga bayi, pen).

Imam Malik memiliki pendapat yang berbeda yaitu beliau membenci perbuatan ini, bahkan menggolongkannya sebagai perkara yang tidak ada tuntunannya.

Sebagian ulama Malikiyah menukil perkataan para ulama Syafi'iyah yang mengatakan bahwa tidak mengapa mengamalkan hal ini. (Lihat Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/779, pada Bab Adzan, Wizarotul Awqof Kuwaitiyyah, Asy Syamilah)

Ulama lain yang menganjurkan hal ini adalah Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman dan Ibnul Qoyyim dalam Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud.

Inilah pendapat para ulama madzhab dan ulama lainnya. Intinya, ada perselisihan dalam masalah ini. Lalu manakah pendapat yang kuat?

Tentu saja kita harus kembalikan pada dalil yaitu perkataan Allah dan Rasul-Nya.

Itulah sikap seorang muslim yang benar. Dia selalu mengembalikan suatu perselisihan yang ada kepada Al Qur'an dan As Sunnah sebagaimana hal ini diperintahkan dalam firman Allah,

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

"Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali." (QS. Asy-Syuura: 10)

Ahli tafsir terkemuka, Ibnu Katsir rahimahullah, mengatakan, "Maksudnya adalah (perkara) apa saja yang diperselisihkan dan ini mencakup segala macam perkara, maka putusannya (dikembalikan) pada Allah yang merupakan hakim dalam perselisihan ini. (Di mana perselisihan ini) diputuskan dengan kitab-Nya dan Sunnah (petunjuk) Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala pada ayat yang lain,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya)." (Qs. An Nisa' [4]: 59). Yang (memutuskan demikian) adalah Rabb kita yaitu hakim dalam segala perkara. Kepada-Nya lah kita bertawakkal dan kepada-Nya lah kita mengembalikan segala urusan. –Demikianlah perkataan beliau rahimahullah dengan sedikit perubahan redaksi-.

Dalil Para Ulama yang Menganjurkan

Hadits pertama:

Dari 'Ubaidillah bin Abi Rofi', dari ayahnya (Abu Rofi'), beliau berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

"Aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin 'Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Hadits kedua:

Dari Al Husain bin 'Ali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

"Setiap bayi yang baru lahir, lalu diadzankan di telinga kanan dan dikumandangkan iqomah di telinga kiri, maka ummu shibyan tidak akan membahayakannya." (Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam musnadnya dan Ibnu Sunny dalam Al Yaum wal Lailah). Ummu shibyan adalah jin (perempuan).

Hadits ketiga:

Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan,

أذن في أذن الحسن بن علي يوم ولد ، فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adzan di telinga al-Hasan bin 'Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri." (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman)

Untuk memutuskan apakah mengumandangkan adzan di telinga bayi termasuk anjuran atau tidak, kita harus menilai keshohihan hadits-hadits di atas terlebih dahulu.

Penilaian Pakar Hadits Mengenai Hadits-Hadits di Atas

Penilaian hadits pertama:

Para perowi hadits pertama ada enam,

مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِى عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ

yaitu: Musaddad, Yahya, Sufyan, 'Ashim bin 'Ubaidillah, 'Ubaidullah bin Abi Rofi', dan Abu Rofi'.

Dalam hadits pertama ini, perowi yang jadi masalah adalah 'Ashim bin Ubaidillah.

Ibnu Hajar menilai 'Ashim dho'if (lemah). Begitu pula Adz Dzahabi mengatakan bahwa Ibnu Ma'in mengatakan 'Ashim dho'if (lemah). Al Bukhari dan selainnya mengatakan bahwa 'Ashim adalah munkarul hadits (sering membawa hadits munkar).

Dari sini nampak dari sisi sanad terdapat rawi yang lemah sehingga secara sanad, hadits ini sanadnya lemah.
Ringkasnya, hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho'if).

Kemudian beberapa ulama menghasankan hadits ini seperti At-Tirmidzi. Beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan. Kemungkinan beliau mengangkat hadits ini ke derajat hasan karena ada beberapa riwayat yang semakna yang mungkin bisa dijadikan penguat. Mari kita lihat hadits kedua dan ketiga.

Penilaian hadits kedua:

Para perowi hadits kedua ada lima,

حدثنا جبارة ، حدثنا يحيى بن العلاء ، عن مروان بن سالم ، عن طلحة بن عبيد الله ، عن حسين

yaitu: Jubaaroh, Yahya bin Al 'Alaa', Marwan bin Salim, Tholhah bin 'Ubaidillah, dan Husain.

Jubaaroh dinilai oleh Ibnu Hajar dan Adz Dzahabi dho'if (lemah).

Yahya bin Al 'Alaa' dinilai oleh Ibnu Hajar orang yang dituduh dusta dan Adz Dzahabi menilainya matruk (hadits yang diriwayatkannya ditinggalkan).

Marwan bin Salim dinilai oleh Ibnu Hajar matruk (harus ditinggalkan), dituduh lembek dan juga dituduh dusta.

Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho'ifah no. 321 menilai bahwa Yahya bin Al 'Alaa' dan Marwan bin Salim adalah dua orang yang sering memalsukan hadits.

Dari sini sudah dapat dilihat bahwa hadits kedua ini tidak dapat menguatkan hadits pertama karena syarat hadits penguat adalah cuma sekedar lemah saja, tidak boleh ada perowi yang dusta. Jadi, hadits kedua ini tidak bisa mengangkat derajat hadits pertama yang dho'if (lemah) menjadi hasan.

Penilaian hadits ketiga:

Para perowi hadits ketiga ada delapan,

وأخبرنا علي بن أحمد بن عبدان ، أخبرنا أحمد بن عبيد الصفار ، حدثنا محمد بن يونس ، حدثنا الحسن بن عمرو بن سيف السدوسي ، حدثنا القاسم بن مطيب ، عن منصور ابن صفية ، عن أبي معبد ، عن ابن عباس

yaitu: Ali bin Ahmad bin 'Abdan, Ahmad bin 'Ubaid Ash Shofar, Muhammad bin Yunus, Al Hasan bin Amru bin Saif As Sadusi, dan Qosim bin Muthoyyib, Manshur bin Shofiyah, Abu Ma'bad, dan Ibnu Abbas.

Al Baihaqi sendiri dalam Syu'abul Iman menilai hadits ini dho'if (lemah). Namun, apakah hadits ini bisa jadi penguat hadits pertama tadi? Kita harus melihat perowinya lagi.

Perowi yang menjadi masalah dalam hadits ini adalah Al Hasan bin Amru.

Al Hafidz berkata dalam Tahdzib At Tahdzib no. 538 mengatakan bahwa Bukhari berkata Al Hasan itu kadzdzab (pendusta) dan Ar Razi berkata Al Hasan itu matruk (harus ditinggalkan). Sehingga Al Hafidz berkesimpulan bahwa Al Hasan ini matruk (Taqrib At Tahdzib no. 1269).

Kalau ada satu perowi yang matruk (yang harus ditingalkan) maka tidak ada pengaruhnya kualitas perowi lainnya sehingga hadits ini tidak bisa dijadikan penguat bagi hadits pertama tadi.

Ringkasnya, hadits kedua dan ketiga adalah hadits maudhu' (palsu) atau mendekati maudhu'.

Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa hadits pertama tadi memang memiliki beberapa penguat, tetapi sayangnya penguat-penguat tersebut tidak bisa mengangkatnya dari dho'if (lemah) menjadi hasan. Maka pernyataan sebagian ulama yang mengatakan bahwa hadits ini hasan adalah suatu kekeliruan. Syaikh Al Albani juga pada awalnya menilai hadits tentang adzan di telinga bayi adalah hadits yang hasan. Namun, akhirnya beliau meralat pendapat beliau ini sebagaimana beliau katakan dalam Silsilah Adh Dho'ifah no. 321. Jadi kesimpulannya, hadits yang membicarakan tentang adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah sehingga tidak bisa diamalkan.

Seorang ahli hadits Mesir masa kini yaitu Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini hafizhohullah mengatakan, "Hadits yang menjelaskan adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah. Sedangkan suatu amalan secara sepakat tidak bisa ditetapkan dengan hadits lemah. Saya telah berusaha mencari dan membahas hadits ini, namun belum juga mendapatkan penguatnya (menjadi hasan)." (Al Insyirah fi Adabin Nikah, hal. 96, dinukil dari Hadiah Terindah untuk Si Buah Hati, Ustadz Abu Ubaidah, hal. 22-23)

Penutup

Dalam penutup kali ini, kami ingin menyampaikan bahwa memang dalam masalah adzan di telinga bayi terdapat khilaf (perselisihan pendapat). Sebagian ulama menyatakan dianjurkan dan sebagiannya lagi mengatakan bahwa amalan ini tidak ada tuntunannya. Dan setelah membahas penilaian hadits-hadits tentang dianjurkannya adzan di telinga bayi di atas terlihat bahwa semua hadits yang ada adalah hadits yang lemah bahkan maudhu' (palsu). Kesimpulannya, hadits adzan di telinga bayi tidak bisa diamalkan sehingga amalan tersebut tidak dianjurkan.

Jika ada yang mengatakan, "Kami ikut pendapat ulama yang membolehkan amalan ini." Cukup kami sanggah, "Ingatlah saudaraku, di antara pendapat-pendapat yang ada pasti hanya satu yang benar. Coba engkau memperhatikan perkataan para salaf berikut ini.

Ibnul Qosim mengatakan bahwa beliau mendengar Malik dan Al Laits berkata tentang masalah perbedaan pendapat di antara sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tidaklah tepat perkataan orang-orang yang mengatakan bahwa khilaf (perbedaan pendapat) boleh-boleh saja (ada kelapangan). Tidaklah seperti anggapan mereka. Di antara pendapat-pendapat tadi pasti ada yang keliru dan ada benar."

Begitu pula Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik ditanya mengenai orang yang mengambil hadits dari seorang yang terpercaya dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau ditanya, "Apakah engkau menganggap boleh-boleh saja ada perbedaan pendapat (dalam masalah ijtihadiyah, pen)?"

Imam Malik lantas menjawab, "Tidak demikian. Demi Allah, yang diterima hanyalah pendapat yang benar. Pendapat yang benar hanyalah satu (dari berbagai pendapat ijtihad yang ada). Apakah mungkin ada dua pendapat yang saling bertentangan dikatakan semuanya benar [?] Tidak ada pendapat yang benar melainkan satu saja." (Dinukil dari Shohih Fiqh Sunnah, 1/64)"

Demikian suadaraku, penjelasan mengenai adzan di telinga bayi. Semoga dengan penjelasan pada posting kali ini, kaum muslimin mengetahui kekeliruan yang telah berlangsung lama di tengah-tengah mereka dan semoga mereka merujuk pada kebenaran. Semoga tulisan ini dapat memperbaiki kondisi kaum muslimin saat ini.

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat. Allahumman fa'ana bimaa 'allamtana, wa 'alimna maa yanfa'una wa zidnaa 'ilmaa. Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Keterangan:

• Hadits shohih adalah hadist yang memenuhi syarat: semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat).
• Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat shohih di atas, namun ada kekurangan dari sisi dhobith (kuatnya hafalan).
• Hadits dho'if (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih seperti sanadnya terputus, menyelisihi riwayat yang lebih kuat (lebih shohih) dan memiliki illah (cacat).
• Hadits maudhu' (palsu) adalah hadits yang salah satu perowinya dinilai kadzdzib (pendusta) yakni berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
• Hadits matruk (yang harus ditinggalkan) adalah hadits yang salah satu perowinya dituduh kadzib (berdusta).

***

Panggang, Gunung Kidul, 28 Muharram 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id, dipublish ulang oleh Rumaysho.Com

Sumber : https://rumaysho.com/619-kritik-anjuran-adzan-di-telinga-bayi.html

Kamis, 25 Agustus 2016

Kesuksesan Setan Adalah Berhasil Menceraikan Suami-Istri.

Terdapat hadits bahwa Iblis memuji setan yang berhasil menceraikan suami-istri, sedangkan setan lainya telah melakukan sesuatu tetapi Iblis  tidak mengapresiasi hasilnya.

Dari Jabir radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, "Aku telah melakukan begini dan begitu". Iblis berkata, "Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun". Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, "Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, "Sungguh hebat (setan) sepertiengkau" (HR Muslim IV/2167 no 2813)

Jadi perceraian sangat disukai oleh Iblis dan hukum asal perceraian adalah dibenci, karenanya ulama menjelaskan hadits peringatan akan perceraian

Al-Munawi menjelaskan mengenai hadits ini,

إن هذا تهويل عظيم في ذم التفريق حيث كان أعظم مقاصد اللعين لما فيه من انقطاع النسل وانصرام بني آدم وتوقع وقوع الزنا الذي هو أعظم الكبائر

"Hadits ini menunjukan peringatan yang sangat menakutkan tentang celaan terhadap perceraian. Hal ini merupakan tujuan terbesar (Iblis) yang terlaknat karena perceraian mengakibatkan terputusnya keturunan. Bersendiriannya (tidak ada pasangan suami/istri) anak keturunan Nabi Adam akan menjerumuskan mereka ke perbuatan zina yang termasuk dosa-dosa besar yang paling besar menimbulkan kerusakan dan yang paling menyulitkan" [Faidhul Qadiir II/408]

Kerugian akibat perceraian lainnya:

[1] Rumah tangga adalah miniatur masyarakat dan bangasa, jika rumah tangga tidak harmonis maka akan berpengaruh juga ke kehidupan masyarakat

[2] Anak-anak akan menjadi korban, sering melihat pertengkaran di rumah tangga, kurang perhatian dan pendidikannya. Bisa jadi anak tersebut menjadi nakal dan inilah tujuan besar setan

Beberapa cara agar rumah tangga harmonis dan semoga dijauhkan sejauh-jauhnya dari perceraian:

[1] Sering-sering mengingat kebaikan pasangan dan melupakan serta buang jauh-jauh ingatan kekurangan pasangan, ini lebih baik daripada saling memikirkan kekurangan. Pasangan hidup adalah cerminan kita karena janji Allah yang baik akan mendapat yang baik-baik juga dan sebaliknya.

[2] Sama-sama mengenang kembali masa-masa indah di awal pernikahan, mengapa anda memilihnya dan ingat kembali kebaikan-kebaikan pasangan yang telah dijalani. Jika anda memilih bukan karena agama dan akhlaknya, masih ada waktu untuk bertaubat dan segera saling memperbaiki

[3] Saling menenangkan jika salah satu ada yang marah duluan, salah satu berusaha bersabar dan menenagkan dahulu karena emosi itu umumnya sesaat saja.

Abu Darda' berkata kepada istrinya Ummu Darda'.

إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون

"Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha dan. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah "Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah". (Tarikh Damasyqus 70/151)

[4] Bangun komunikasi yang baik, kebanyakan cerai karena tidak ada komunikasi yang baik. Sehingga jika ada sesuatu yang tidak mengena di hati, ia akan pendam, kemudian ia akan balas perbuatan tersebut pada pasangannya. Pada dasarnya kecintaan suami-istri itu sangat besar sekali, komunikasi yang tidak baik membuatnya terkikis secara perlahan-lahan. sebagaimana firman Allah,

وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

"Dan Allah menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang" (Ar-Ruum: 21)

[5] Jika memang sulit melakukan komunikasi dan saling berbaikan, maka komunikasi bisa melalui pihak ketiga (misalnya dari keluarga) yang disegani oleh kedua suami-istri sebagai penengah. Inilah petunjuk dalam Al-Quran.

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (An-Nisa: 35)

[6] Penekanan khusus bagi suami, anda adalah pemimpin rumah tangga. Laki-laki dikaruniai kelebihan atas wanita yaitu lebih tenang dan lebih bijak menghadapi sesuatu. Suami harus yang lebih tenang dalam menghadapi problematika rumah tangga. Suami lebih sering memaklumi wanita yang "bengkok" dan sering-sering memperbaiki dan menasehati, seringnya wanita hanya emosi sesaat dan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti suami, tetapi ketahuilah bahwa wanita itu sangat cinta suaminya, maka pelukan kepada istri sambil terus mendengarkan dan menenangkan adalah solusinya

Perhatikan juga para suami, Jika ada sesuatu yang tidak beres pada istri dan anak-anak bisa jadi akibat maksiat suami, maka intropeksi diri dan perbanyak istigfar

Sebagian ulama berkata,

إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي

"Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku."

Demikian semoga bermanfaat

@Desa Pungka, Sumbawa Besar

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

Rabu, 17 Agustus 2016

KEKELIRUAN DI BULAN DZULHIJJAH

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan di antara 4 bulan yang dimuliakan. Allah Ta’alaberfirman (yang artinya),“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah 12 bulan dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS. At Taubah : 36). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/146).

 Bulan Dzulhijjah adalah bulan penuh ibadah, terutama pada 10 hari yang pertama. Oleh karena itu, pada edisi kali ini kami merasa perlu mengingatkan para pembaca sekalian terhadap kesalahan-kesalahan yang mungkin dan sering terjadi di bulan Dzulhijjah umumnya, dan pada 10 hari pertama Dzulhijjah khususnya. Semoga kita terhindar dari berbuat kesalahan serupa sehingga bulan Dzulhijjah bisa menjadi salah satu ladang amal shalih kita.

 Kesalahan Seputar Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Melewatkan kesempatan beramal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Demi waktu fajr. Dan malam yang sepuluh.” (Qs. Al-Fajr: 1-2). Ibnu Katsirrahimahullah berkata, “Malam yang sepuluh itu maksudnya adalah 10 hari di bulan Dzulhijjah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu Az Zubair, Mujahid, dan ulama lainnya dari kalangan salaf dan khalaf.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/392). Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidak ada hari-hari yang diisi dengan amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada 10 hari ini (yaitu 10 pertama Dzulhijjah). Para shahabat bertanya, “Tidak juga jihad fii sabiilillaah?” Rasulullah bersabda, “Tidak juga jihad fii sabiilillaah, kecuali seorang yang keluar berjihad dengan membawa dirinya dan hartanya lalu tidak kembali lagi dengan sesuatu apapun (yakni mati syahid).” (HR. At Tirmidzi. Syaikh Al Albany berkata :Shahih). Maka sangat disayangkan jika hari-hari di bulan Dzulhijjah, menit demi menitnya berlalu begitu saja dengan sia-sia.

Tidak memperbanyak takbir, tahmid, dan tahlil di awal bulan Dzulhijjah.

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umarradhiyallahu ‘anhuma dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhusengaja keluar menuju pasar selama 10 hari pertama Dzulhijjah untuk bertakbir, sehingga orang-orang bertakbir karena mendengar takbirnya mereka berdua. (Shahih Al Bukhari). Ini merupakan sunnah yang sudah ditinggalkan banyak orang (baca : sunnah mahjuurah). Lebih parahnya, sebagian orang menganggap aneh hal yang demikian itu. Bahkan boleh jadi ada di antara mereka yang menganggap kurang waras orang-orang yang menghidupkan sunnah itu kembali. Wallahul musta’aan.

 Kesalahan Seputar Hari ‘Arafah

Tidak melakukan puasa pada hari ‘Arafah adalah sebuah kesalahan yang nyata bagi orang yang tidak sedang melaksanakan haji, sementara tidak ada halangan yang membuat mereka tidak berpuasa. Dari Abu Qatadahradhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamditanya tentang keutamaan puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Aku berharap ia dapat menghapus dosa selama setahun yang sudah lewat dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim). Tanyakan kepada diri kita masing-masing, adakah puasa yang hanya satu hari namun mampu menghapus dosa-dosa selama dua tahun selain puasa hari Arafah? Jika tidak, mengapa kita bisa mengabaikannya?!

Tidak memanfaatkan hari Arafah dengan memperbanyak do’a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah. Dan sebaik-baik do’a yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah: “Laa ilaaha illallÄ�hu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiir.” (HR. At Tirmidzi. Al Albany berkata : Shahih)

 Kesalahan Seputar Idul Adh-ha

Tidak melaksanakan shalat ‘id tanpa udzur yang diterima oleh syari’at.

Sebagian mereka berdalih bahwa hukum shalat ‘id adalah hanya sunnah, yang apabila dikerjakan mendapat pahala, sedangkan jika tidak dikerjakan maka tidak berdosa. Taruhlah hukumnya sunnah -tanpa meninjau perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum shalat ‘id-, lalu mengapa yang menjadi perhatian adalah tidak mengerjakannya karena tidak berdosa, bukan malah ingin mendapatkan pahala dengan mengerjakannya? Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya? Semoga Allah memberi kita petunjuk.

Tidak mengenakan pakaian yang terbaik yang dimiliki.

Di sini mereka membedakan antara idul fitri dengan idul adh-ha. Idul fitri pakaiannya bagus-bagus, harum-harum, dan bersih-bersih, berbeda dengan Idul Adh-ha yang ala kadarnya saja. Ini tidak sesuai dengan sunnah Nabi yang memerintahkan kita untuk berpakaian yang terbaik yang kita punya ketika kita akan melaksanakan shalat ‘id, baik Idul Fitri maupun Idul Adh-ha.

Mengkhususkan Idul Adh-ha untuk ziarah ke kuburan orang tua atau karib kerabat yang sudah meninggal.

Mereka berkeyakinan bahwa di hari raya orang-orang yang sudah meninggal tersebut berhak untuk diziarahi sebagaimana ketika mereka masih hidup di dunia. Dengan demikian menjadi tradisi di setiap hari raya, ziarah ke kuburan orang tua atau kerabat atau bahkan yang tidak punya hubungan kekerabatan, namun karena kewalian atau keshalihan dari penghuni kuburan tersebut. Ini juga sebuah tradisi yang diada-adakan dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum ajma’iin.

 Kesalahan Seputar Qurban

Anggapan sebagian orang bahwa bagi yang ingin melaksanakan qurban maka harus meniatkannya sebelum masuk bulan Dzulhijjah. Jika tidak demikian, maka tidak dihukumi sebagai daging qurban, namun hanya daging sembelihan biasa.

Hal ini tidak benar. Yang benar, kapan saja di hari 10 pertama Dzulhijjah itu seseorang berniat untuk berqurban, maka saat itu juga ia menahan diri untuk tidak memotong kuku, rambut kepala maupun rambut anggota tubuhnya yang lain sampai ia menyembelih qurbannya. Para ulama menjelaskan bahwa seandainya seseorang yang ingin berqurban baru meniatkannya setelah masuk bulan Dzulhijjah, lalu sebelumnya ia telah memotong kuku atau rambutnya, maka qurbannya tetap sah. Keharaman memotong kuku atau rambut dimulai sejak ia memasang niat qurban.

Anggapan sebagian orang, jika orang yang berqurban itu memotong kuku atau rambutnya sebelum qurbannya disembelih, maka qurbannya tidak sah dan tidak diterima. Ini adalah suatu kekeliruan, karena tidak ada hubungannya antara menahan diri dari memotong kuku atau rambut dengan sahnya atau diterimanya sebuah qurban. Yang benar dalam masalah ini, jika dia melakukannya karena lupa atau tidak tahu, maka ia tidak berdosa. Jika ia sengaja melakukannya, maka ia berdosa namun tidak ada kafaratnya. Sedangkan qurbannya tetap sah dan insya Allah diterima oleh Allah Ta’ala.

Anggapan sebagian orang, bahwa jika yang melakukan qurban itu adalah seorang wanita, maka ia harus mengikat rambutnya, dan tidak boleh melepaskan ikatannya serta tidak boleh menyisirnya selama 10 hari tersebut sampai qurbannya disembelih.

Bahkan sebagian mereka, ada yang mengumpulkan rambut-rambut mereka yang rontok kemudian meletakkannya kembali di sela-sela rambut kepalanya. Ini tidak benar. Yang benar, boleh bagi wanita yang berqurban menyisir rambutnya dan tidak mengapa jika rambutnya rontok asal tidak menyengaja untuk merontokkan rambutnya.

Sebagian orang mengira bahwa “shahibul qurban” (si pemilik qurban) dilarang menggunakan minyak wangi, berdalih denganqiyas menyerupai keadaan orang yang muhrim (orang yang sedang melakukan ihram, baik umrah atau haji). Hal ini tidak benar ditinjau dari dua alasan:

a. Mengada-adakan sesuatu yang tidak ditetapkan oleh syari’at sebagai sebuah syarat atau larangan dalam suatu ibadah. Dalam ibadah qurban, shahibul qurban hanya dilarang memotong kuku atau rambutnya saja, sedangkan selainnya tidak dilarang. Jadi boleh hukumnya orang yang berqurban itu menggunakan minyak wangi, pakaian yang bagus, dan lain-lain.

b. Jika seandainya qiyas itu benar, maka orang yang berqurban juga dilarang terhadap hal- hal yang dilarang selama ihram selain minyak wangi, seperti memakai pakaian biasa, menutup kepala, berburu binatang darat, menikah dan menikahkan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, tidak ada seorang ulama pun yang mengatakan hal tersebut.

Sebagian orang mengira apabila shahibul qurban mengikutsertakan anggota keluarganya dalam seekor qurban, maka anggota keluarganya juga dilarang untuk memotong kuku dan rambut. Ini tidak benar. Yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orang yang memiliki qurban tersebut saja. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamberqurban dengan dua ekor kambing, sambil berkata:“Ya Allah, ini qurban Muhammad, dan keluarga Muhammad, serta ummat Muhammad.” (HR. Abu Dawud). Nabi tidak pernah melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku dan rambut kala itu. Ini menunjukkan bahwa yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah hanya shahibul qurban saja.

Sebagian orang biasanya melakukan qurban atas nama salah satu anggota keluarganya yang sudah meninggal dan berkeyakinan tidak boleh mengikutsertakan anggota keluarga yang lain dalam qurban tersebut. Ini adalah keyakinan yang keliru dan tidak berlandaskan dalil.

Sebagian orang beranggapan bahwa menyembelih qurban tidak boleh dilakukan pada malam hari, bahkan melarang dengan keras orang yang akan melakukannya. Ini anggapan yang tidak benar. Waktu menyembelih qurban dimulai setelah shalat Idul Adh-ha dan berakhir sebelum terbenamnya matahari pada hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah). Sama saja hukumnya baik dilakukan pada siang hari atau malam hari sekalipun.

Penutup

Demikianlah penjelasan singkat tentang kesalahan-kesalahan di bulan Dzulhijjah. Mengetahui dan menyadari sebuah kesalahan bukan dalam rangka untuk melakukannya atau mempertahankannya, namun agar terhindar darinya dan tidak terjatuh kembali ke dalamnya.

Penulis : Ustadz Abu Yazid Nurdin

Muroja’ah : Ustadz Afifi ‘Abdul Wadud

Rabu, 10 Agustus 2016

Wanita sangat istimewa kedudukannya dalam Islam

Wanita sangat istimewa kedudukannya dalam Islam

By Raehanul Bahraen 9 Agt 2016

Ketika kecil ia menjadi penghalang neraka bagi orang tuanya

Ketika dewasa ia menjadi penyempurna setengah agama suaminya

Ketika tua surga di bawah kakinya

Ketika kecil anak perempuan akan menjadi pengalang neraka bagi orang tuanya

Bahkan bisa mnejadi tetangga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di surga. Untuk bisa bertetangga dengan beliau disurga tidaklah mudah. Bertetangga di surga tentu berarti masuk surga yang tertinggi dan derajat tertinggi dengan beliau di surga. Diperlukan amalan yang banyak dan ikhlas, sebagaimana contohkisah sahabat yang ingin bertetangga dengan beliau di surga, tetapi beliau berkata agar sahabat memperbanyak amalannya, yaitu memperbanyak sujud (shalat).

Dari Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslamiradhiallahu 'anhu, ia berkata,
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِى « سَلْ ». فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِى الْجَنَّةِ. قَالَ « أَوَغَيْرَ ذَلِكَ». قُلْتُ هُوَ ذَاكَ. قَالَ « فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
"Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku mendatangi beliau dengan membawakan air wudhu dan memenuhi hajat beliau. Lantas beliau bersabda, "Mintalah." Aku berkata, "Aku meminta padamu supaya dapat dekat denganmu di surga (kelak)." Beliau berkata, "Atau ada selain itu?" Aku menjawab, "Itu saja yang aku minta." Beliau bersabda, "Tolonglah aku dengan engkau memperbanyak sujud."[1]
Bagi yang sudah dikaruniai dua anak wanita, berbahagialah, karena bisa jadi penghalang api neraka dan bisa menjadi tetangga/dekat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di surga tertinggi

Beberapa ulama menjelaskan karena:

1. Mendidik agama anak wanita lebih sulit

Maksudnya adalah mendidik ilmu agama dan keteguhan hati.  Bukan maksudnya mendidik ilmu dunia karena kita dapati banyak wanita yang lebih pintar dari laki-laki dalam berbagai disiplin ilmu.

2. Wanita memang lebih mudah tergoda/silau dengan dunia

3. Wanita tidak stabil secara emosi dan memang/"bengkok" dalam hadits

4. Sebagian orang merasa anak laki-laki lebih mudah diandalkan dan lebih banyak keuntungannya

Karenanya jika mendidik anak wanita dengan baik, agama, akhlak dan ilmunya serta kehormatannya sampai ia menyerahkan tanggung jawab kepada suaminya, maka balasannya sangat besar sekali sebagaimana dalam hadits berikut.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
"Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku" (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau)."[2]

dari 'Aisyah radhiallahu 'anha, beliau berkata,
جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ  إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ
"Seorang wanita miskin datang kepadaku dengan membawa dua anak perempuannya, lalu aku memberinya tiga buah kurma. Kemudian dia memberi untuk anaknya masing-masing satu buah kurma, dan satu kurma hendak dia masukkan ke mulutnya untuk dimakan sendiri. Namun kedua anaknya meminta kurma tersebut. Maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dia makan untuk diberikan kepada kedua anaknya. Peristiwa itu membuatku takjub sehingga aku ceritakan perbuatan wanita tadi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka".[3]

 

Ketika dewasa ia menjadi penyempurna setengah agama suaminya

Sebagaimana Sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

"Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya."[4]

Maksud menyempurnakan agama adalah telah lebih terlindungi dari fitnah ujian syahwat dan zina, karena ia sudah menyalurkannya kepada yang halal, seorang wanita yang ia cintai yaitu istrinya.

Al-Qurthubi menjelaskan maksud hadits,

"Siapa yang menikah berarti telah menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk setengah yang kedua." Makna hadis ini bahwa nikah akan melindungi orang dari zina. Sementara menjaga kehormatan dari zina termasuk salah satu yang mendapat jaminan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan surga. Beliau mengatakan, 'Siapa yang dilindungi Allah dari dua bahaya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, yaitu dilindungi dari dampak buruk mulutnya dan kemaluannnya.'[5]

Ketika tua surga di bawah kakinya

Ibu sangat dimuliakan dalam Islam, didahulukan tiga kali daripada bapak. Karena Ibu dengan pengorbanan dan kasih sayangnya tidak akan pernah bisa tergantikan. Seorang ibu mampu merawat sepuluh anak, akan tetapi sepuluh anak belum tentu mampu merawat seorang ibu. Karenanya berbakti kepada orang tua khususnya merupakan pintu surga terbaik. Bahkan surga di bawah telapak kaki ibu.

Kaum muslimin yang kami cintai karena Allah, perlu diketahui bahwa hadits terkenal yang beredar mengenai "surga di bawah telapak kaki Ibu" haditsnya adalah hadits dhaif/lemah, akan tetapi ada hadits lainnya yang lebih baik derajatnya yang menjelaskan hal yang sama, yaitu surga di bawah telapak kaki ibu.

اَلْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأُمَّهَاتِ، مَنْ شِئْنَ أَدْخَلْنَ وَ مَنْ شِئْنَ أَخْرَجْنَ

"Surga itu di bawah telapak kaki ibu, siapa yang ia kehendaki maka akan dimasukkan dan siapa yang ia ingini maka akan dikeluarkan." (Silsilah al-Ahadits adh-Dha'ifah, no. 593)

Kemudian kita jelaskan bahwa hadits dengan lafazh di atas adalah palsu. Dan ada juga yang lemah. (lihat: Dha'if al-Jami' ash-Shaghir, no. 2666)

Hadits dengan sanad hasan dan makna sama yaitu,

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ. فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Dari Mu'wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: "Apakah engkau masih mempunyai ibu?" Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: "Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya."

Syaikh al-Albani berkomentar: "Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54, dan yang lainnya seperti ath-Thabrani jilid 1, hlm. 225, no. 2. Sanadnya HasaninsyaAllah. Dan telah dishahihkan oleh al-Hakim, jilid 4, hlm. 151, dan disetujui oleh adz-Dzahabi dan juga oleh al-Mundziri, jilid 3, hlm. 214." (as-Silsilah adh-Dha'ifah wa al-Maudhu'ah, pada penjelasan hadits no. 593)

 

@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

[1]  HR. Muslim no. 489

[2] HR Muslim 2631

[3] H.R Muslim 2630

[4] HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalamAs Silsilah Ash Shahihah no. 625

[5]  Tafsir al-Qurthubi, 9/327

Kamis, 28 Juli 2016

Sering share ilmu bukan untuk "Sok Alim" tetapi berharap pahala dakwah.

Sering Share Ilmu Bukan Untuk “Sok Alim” Tetapi Berharap Pahala Dakwah

Tetap semangat berdakwah, mungkin tidak disangka, satu share ilmu dan faidah ternyata bisa memberikan hidayah kepada seseorang, walau hanya sekedar menekan “share”. Tentunya dengan niat yang ikhlas

Tidak mesti jadi ustadz, hanya menunjukkan dan mengajak ke jalan Allah, insyaAllah mendapatkan pahala sebagaimana pelakunya.
Demikian juga share ilmu baik di dunia nyata maupun dunia maya. Semoga mendapat pahala MLM sampai hari kiamat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi rahimahullahmenjelaskan,

المراد أن له ثوابا كما أن لفاعله ثوابا …

دل بالقول، واللسان، والإشارة، والكتابة

“Maksudnya adalah baginya pahala sebagaimana pahala yang menerjakan…ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, ISYARAT dan tulisan.” (Syarah Shahih Muslim)

Bukannya merasa “sok alim dan sok ustadz”, tetapi ini yang diharapkan

Terkadang terbetik bisikan “kamu juga banyak maksiat, jangan sok alim dan sok suci”

tetapi teringat perkataan ulama “Kalau menunggu suci sekali, tidak akan ada yang berdakwah”

Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

ولو لم ينه عن الشر إلا من ليس فيه منه شيء ولا أمر بالخير إلا من استوعبه؛ لما نهى أحد عن شر ولا أمر بخير بعد النبي صلى الله عليه وسلم

“Seandainya yang melarang dari dosa harus orang yang tidak terlepas dosa dan yang memerintahkan kebaikan harus orang yang sudah melakukan kebaikan semua, maka tidak ada lagi yang melarang dari keburukan dan mengajak kebaikan kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Akhlaq was Siyar hal. 252-253)

Jika harus menunggu jadi orang suci berdakwah, dakwah tak akan pernah ada

kita banyak-banyak berdoa  dan memperhatikan:
1. Semoga Ikhlas ketika share ilmu

2. Berniat yang paling pertama mengamalkannya (terkadang kita PeDe share sesuatu setelah kita amalkan) dan memohon kepada Allah agar kita bisa mengamalkannya

3. Jauhkan riya dan tendensi dunia serta ketenaran
seandainya bukan karena amanah ilmiah, ingin rasanya menulis sesuatu tanpa mencantumkan nama penulisnya. Sebagai bentuk amanah ilmiah, cantumkan sumber tulisannya jika ada.

4. Tidak melupakan dakwah di dunia nyata, karena itulah dakwah yang lebih baik dan lebih prioritas, di keluarga dan sahabat di sekitar kita. Walaupun dakwah dunia maya juga boleh dan terkadang efektif

5. Tidak lupa berdoa agar dakwah kita berkah dan bisa diterima oleh manusia dengan mudah

Tetap semangat share ilmu di dunia nyata ataupun dunia maya dan tetap berdakwah, tentunya dengan memohon pertolongan Allah dan berhias dengan keikhlasan.

@Kereta Api, perjalanan Cileungsi-Jogja

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

Minggu, 24 Juli 2016

Wasiat Penting dalam Menghadapi Berbagai Fitnah

WASIAT PENTING DALAM MENGHADAPI BERBAGAI FITNAH
Al-Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah bin Amr Al Barowy.

بسم الله الرحمن الرحيم

Ya akhy, mungkin sedikit tidaknya Antum telah mendengar bagaimana fitnah dan perselisihan yang akhir-akhir ini telah terjadi di Indonesia, maka dibangun atas dasar kecintaan ana kepada Antum karena Allah, ana wasiatkan antum kepada hal-hal sebagai berikut ;

1) Sesungguhnya adanya fitnah seperti ini merupakan Takdir dari Allah Robbul Alamin yang kita berharap hikmah yng besar dibelakangnya, dalam Firman-Nya ;

الم (١) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكاذِبِينَ (٣)

"Apakah manusia dibiarkan begitu saja mengucapkan kami telah beriman sementara mereka tidak diuji lagi sunnguh kami telah memfitnah orang-orang sebelum mereka sehingga kami benar-benar tahu siapa orang-orang yang jujur dalam keimanannya dan siapa yang dusta". (QS. Al-Ankabut : 1-3)

2) Sesungguhnya Da'wah Salafiyyah adalah da'wah yang haq oleh karenanya da'wah ini sangat dibenci oleh syaithon-syaithon dari kalangan manusia dan jin mereka berusaha dengan gigih untuk bisa merusak da'wah ini dengan berbagai macam makar dan tipu daya sehingga bisa memecah belah barisan Ahlussunnah, disebuntukan dalam sebuah hadits :

وعن جابر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إن الشيطان قد يئس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب ولكن في التحريش بينهم رواه مسلم.

"Sesungguhnya Syaithon telah berputus asa untuk menjadikan manusia penyembah mereka di Jazirah Arab akan tetapi mereka berusaha membuat kericuhan perselisihan diantara mereka", (HR. Muslim) -Nas'alullahas salamah min hadza-

3) Sesungguhnya adanya perselisihan ini bukanlah hal yang baru-baru saja terjadi, sungguh telah terjadi perselisihan diantara para sahabat Rasulullah alaihish sholatu was salam sampai pada tarap perang diantara mereka -ridhwanullahi 'alaihim ajmain- maka hendaknya kita banyak-banyak mengambil ibroh dari peristiwa tersebut "Inna fii dzalika la aayatin li ulil albaab"

4) Merupakan Manhaj Ahlussunnah dalam menghadapi fitnah khilafiyyah untuk mengembalikannya kepada kitab dan sunnah 'ala fahmi salafil ummah, sebagaimana dalam Firman-Nya ;

((فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ ))

"Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu urusan maka kmbalikanlah ia kepada Allah dan Rosul-Nya". (QS. An-Nisa : 59)

5) Mengembalikan perkara fitnah ini kepada para ulama ahlus sunnah, inilah jalan keselamatan biarkan lah mereka yang menyelesaikan perkara ini dan hendaknya kita berhati-hati dari sikap mendahului ulama karena itu adalah sikap ke-kurang ajaran kepada kehormatan mereka, dalam Firman-Nya :

((فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ))

"Tanyalah kepada orang yang lebih tahu (para ulama) jika kalian tidak mengetahuinya". (QS. An-Nahl : 43)
Dalam hadits :

وعن عبادة بن الصامت رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
"ليس من أمتي من لم يجِلّ كبيرنا، ويرحم صغيرنا، ويعرف لعالمناحقه"
رواه الإمام أحمد ٥/ ٣٢٣، وصححه الألباني في صحيح الترغيب والترهيب ١/ ٤٤.

"Bukan termasuk dari kami orang-orang yang tidak mengetahui dan mengenal hak orang-orang yang berilmu". (HR. Ahmad dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam shahih Targhib wat Tarhib)

6) Sibukkanlah diri-diri kita dengan ilmu dan amal karena sesungguhnya dengan ilmu akan terbantahkan segala syubhat yang ada, dan dengan amal serta kesabaran akan luluh lantahlah segala syahwat yang menghinggapi karenya para ulama kita mewasiatkan untuk banyak-banyak beribadah dan bertaqarrub kepada-Nya terkhusus saat fitnah tengah bergejolak. Dalam sebuah hadits :

«بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم، يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا، أو يمسي مؤمنا ويصبح كافرا، يبيع دينه بعرض من الدنيا»
رواه مسلم، كتاب الإيمان، باب الحث على المبادرة بالأعمال قبل تظاهر الفتن، ١/ ١١٠، برقم ١١٨، من حديث أبي هريرة رضي الله عنه.

"Bersegeralah kalian beramal karena fitnah-fitnah yang ada bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita. Dimana seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman namun di sore harinya sudah menjadi kafir, di sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir ia menjual agamanya dengan harta dunia". (HR. Muslim)

7) Berhati-hatilah dari sikap ketergesa-gesaan dan terburu-buru dalam bersikap dan menghukumi, akan tetapi hendaknya bersikap tenang dalam segala sesuatunya karena sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

فعن أنس – رضي الله عنه – يرفعه:
«التأني من الله والعجلة من الشيطان»
أخرجه أبو يعلى في مسنده، ٣/ ١٠٥٤، والبيهقي في السنن الكبرى، ١٠/ ١٠٤٠، وقال الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة، ٤/ ٤٠٤: " هذا إسناد حسن رجاله ثقات ".

"Sikap tenang itu dari Allah sementara sikap tergesa-gesa itu dari syaithon". (HR. Abu Ya'la dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah dengan sanad Hasan)

8) Ketahuilah sesungguhnnya merendahkan, menghinakan, mencela, menjatuhkan, melecehkan, dan menuduh dengan hal yang bukan-bukan terhadap derajat dan martabat seorang 'alim merupakan dosa besar yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak dihadapan Robbul 'alamin. Maka waspadalah dari hal ini semua, tahanlah lisan-lisan kita untuk berbicara yang akan mengundang murka Allah Ta'ala sesungguhnya Rasul shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda ;

وعن أبي هريرة رضي الله عنه أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول: "إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين فيها يزل بها إلى النار أبعد مما بين المشرق و المغرب". متفق عليه

"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang ia tidak mencari kejelasan akan itu, maka dengan sebab satu kalimat yang ia lontarkan ternyata menggelincirkan ia ke dalam neraka yang lebih jauh dari jarak timur dan barat" (HR. Bukhari Muslim) -wal iyadzu billah-

9) Terakhir, banyak-banyaklah berdo'a kepada Allah Azza wa Jalla semoga menyelamatkan kita dari larut dengan fitnah-fitnah yang ada dan menjaga agama kita agar tetap istiqomah hingga ajal menjemput kita dimana pada hari itu tidak lagi bermanfa'at harta dan anak-anak kecuali siapa yang menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat… Aamiin.. Aamiin.. Aamiin Yaa Mujibas Sa'iliin.

Dari saudara yang mencintaimu karena Allah Al-Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah bin Amr Al Barowy.

Semoga Allah memaafkan dan mengampuni segala dosa-dosanya

Kamis, 14 Juli 2016

SEBELUM WAKTU KITA USAI.

SEBELUM WAKTU KITA USAI.....

Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa menyiapkan bekalnya untuk hari esok (Hari Kiamat). Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala hal yang engkau kerjakan."
(Qs. Al-Hasyr: 18)

Sesungguhnya modal utama seorang muslim dalam hidup ini adalah waktu, karena di situlah kehidupan manusia. Dia lebih berharga dari harta bahkan lebih mahal nilainya dari harta.

Hal ini dapat kita lihat bersama-sama ketika seseorang yang sedang menghadapi sakaratul maut, lalu dia meletakkan seluruh kekayaannya supaya dengan harta tersebut umurnya bisa bertambah satu hari, maka apakah yang dilakukannya tersebut mampu menambah umurnya ? Jawabannya tentulah tidak, karena ajal telah ditentukan.

Pada saat itu harta tidak lagi berguna, sehingga barulah kita menyadari betapa pentingnya waktu tersebut ketika sakratul maut telah menjemput.

Seseorang yang tidak mengerti dengan nilai dari waktu akan timbul penyesalan dari dalam dirinya ketika ia berada dalam beberapa keadaan, diantaranya :

1⃣ Ketika manusia menghadapi sakaratul maut

Ketika masa ini telah datang, maka barulah manusia menyadari betapa penting dan tingginya nilai waktu tersebut, karena tidak lama lagi dia akan meninggalkan dunia yang fana ini dan akan menuju kampung akhirat, disaat ini terlintasmeningkatkan /fikiran manusia alangkah baiknya kalau sekiranya Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi tangguh umurnya beberapa saat saja supaya dia bisa beramal sebanyak-banyaknya dan memperbaiki amal perbuatannya sebelum ajal menjemputnya.

2⃣ Ketika telah berada di Akhirat

Semua apa yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dunia maka di akhirat Allah akan menepati janjinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membalas amal-amal yang dilakukan manusia dan juga pada saat itu Allah 'Azza wa Jalla akan masukkan orang-orang yang berhak untuk masuk surga ke dalam surganya Allah Ta'ala, dan orang-orang yang berhak untuk masuk ke dalam neraka, niscaya Allah 'Azza wa Jalla masukkan ke dalam neraka. Di negeri akhirat ini para penghuni neraka bercita-cita untuk kembali ke dunia supaya mereka bisa melaksanakan ibadah dan amal sholeh. Namun apalah daya nasi telah jadi bubur, hidup di dunia hanya sekali dan apabila sudah meninggalkan dunia mustahil untuk kembali, waktu untuk beramal telah habis.

Penyesalan akan menjadi perkara yang sia-sia ketika kita berada di dalam keadaan di atas, dimana penyesalan tidak hanya milik orang-orang kafir yang tidak mau untuk beriman dan beramal sholeh tetapi juga menjadi milik orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yaitu ketika balasan dari amalan perbuatan mereka telah diperlihatkan, mereka berharap alangkah bagusnya kalau seandainya dahulu di dunia mereka mengerjakan amal sholeh lebih giat dan lebih banyak lagi.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dengan mengkhabarkan kepada kita tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat nanti :

"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ya Allah ya Rabbku: kembalikanlah aku ke dunia".
(QS. al-Mu'minun: 99)

Pada ayat berikutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan alasan kenapa mereka ingin kembali ke dunia :

"agar aku bisa beramal Shaleh untuk memperbaiki apa yang telah aku tinggalkan."
(QS. al-Mu'minun: 100)

Bahkan hal ini diperkuat dalam surat yang lain dimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan (alangkah ngerinya), jikalau sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa menengadahkan kepalanya di hadapan Robb mereka sambil mengatakan: Duhai Robbku, telah kami saksikan azab-Mu dan telah kami dengar azab-Mu, maka kembalikanlah kami ke dunia untuk beramal Sholeh karena sesungguhnya kami benar-benar telah meyakininya."
(QS. as-Sajadah: 12)

salman ibnu syamsuddin:
Namun semua ungkapan tersebut adalah penyesalan yang tiada gunanya lagi. Karena itu, apabila kita ingin menyesalinya, maka sesalilah dari sekarang selama waktu masih ada, selama kesempatan untuk beramal masih ada, selama umur masih ada dan jangan pernah kita tunda-tunda.

Lalu, bagaimana seharusnya cara mengelola waktu yang benar?

Pengelolaan waktu pastinya berbeda setiap orang, namun ada cara pengelolaan waktu secara umum yang insya Allah dapat diterapkan setiap orang.

➡ Siapkanlah buku agenda, catatan, atau yang sejenisnya untuk menyusun jadwal harian. Catatlah jadwal kegiatan harian dan evaluasilah. Sudahkah rencana itu dikerjakan? Jika tidak, mengapa tidak dikerjakan? Apakah karena faktor kemalasan atau faktor lain yang tidak bisa kita hindari?

➡ Bagilah waktumu dalam tiga pembagian besar : pagi (jam 03.00-12.00), siang (jam 12.00-18.00), dan malam (jam 18.00-03.00).

➡ Pagi hari (jam 03.00) dapat kita gunakan untuk shalat tahajjud, menghafal Al-Qur'an, bermunajat kepada Allah, dan mengevaluasi diri. Saat waktu shubuh tiba, kita bisa segera shalat kemudian mandi dan mempersiapkan aktifitas di hari itu.
Jam 05.30-06.30 bisa digunakan untuk mempelajari ulang ilmu-ilmu agama. Semoga bisa menjadi bekal menjalani hari. Selanjutnya hingga siang, kita bisa menyelesaikan berbagai urusan.

➡ Pagi hingga siang hari biasanya merupakan waktu yang padat aktifitas, maka pandailah dalam mengelola waktu. Saat berjalan kaki, jangan lupa sembari berdzikir. Jika sedang istirahat atau ada waktu luang sekitar 15 menit, bukalah Al-Qur'an, buku hadits yang ringkas, atau buku agama lainnya. Waktu luang yang singkat tersebut juga bisa kita manfaatkan dengan mendengarkan kaset murottal Al-Qur'an atau rekaman ta`lim. Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk dapat memanfaatkan waktu dengan baik.

➡ Pada waktu sore, sempatkanlah untuk menghadiri majelis ta'lim. Bagaimanapun juga jiwa membutuhkan makanan dan jika jiwa tak memperoleh makanan tentu dia akan sakit merana dan bisa mati tanpa kita duga!

➡ Pada malam hari, setelah menyelesaikan pekerjaan yang perlu diselesaikan, ulangilah kembali pelajaran ta`lim yang tadi sore diperoleh. Sesungguhnya ilmu dicari untuk diamalkan, bukan hanya untuk menambah tumpukan catatan. Jangan lupa mengevaluasi diri (muhasabah) sebelum tidur. Perbanyaklah istighfar dan dzikir kepada Allah.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Aamiin.

____
✒ Penyusun : Abu Syamil Humaidy hafizhahullah

•═══════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═══════•
@MuliaDenganSunnah
https://goo.gl/X2h0P7

Web : www.AsySyamil.com — Di Masjid Al Manzilatul Khairiyah

Selasa, 12 Juli 2016

Futur Setelah Ramadhan, Tanda Amal Tak Diterima?

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin rahimahullah

السؤال:
هل الفتور في عمل الصالحات بعد رمضان دليل على عدم القبول، أنا أحس بفتور وأخشى ألا يكون الله قد تقبل مني؟
الجواب:

لا، ليس دليلاً على أن الله لم يقبل منك، لكنه دليل على ضعف الهمة وعدم الرغبة، ولذلك ينبغي للإنسان أن يصبر نفسه وأن يحملها على العمل الصالح؛ لأن رمضان مدرسة في الواقع، ثلاثون يوماً، أو تسعة وعشرون يوماً، تمضي وأنت متلبس بالعبادات المتنوعة، لا بد أن يؤثر على قلبك وعلى مسيرك، فاغتنم هذه الفرصة.

أما أن نقول: إن من عاد إلى المعاصي بعد رمضان، فإنه علامة على عدم القبول، فلا نستطيع أن نقول هكذا.

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:
Apakah futur(lesu) beramal shalih setelah Ramadhan adalah tanda tidak diterimanya amal?
Saya merasa futur dan saya takut Allah tidak menerima amalanku.

Jawab:
Bukan. Futur bukanlah tanda Allah tidak menerima amalmu. Akan tetapi futur adalah tanda lemahnya keinginan dan semangat.
Oleh karena itu sepantasnya seseorang menyabarkan dirinya serta membawa diri untuk tetap beramal shalih.
Karena Ramadhan madrasah yang nyata, 30 atau 29 hari berlalu sementara engkau berpakaian dengan beragam ibadah. Pastinya hal ini berpengaruh pada hatimu dan perjalanan ibadahmu. Ambil kesempatan emas ini.

Adapun jika kita katakan: barangsiapa yang kembali bermaksiat setelah Ramadhan maka sesungguhnya ini adalah tanda tidak diterimanya amal. Maka kami tidak sanggup mengatakan demikian.

http://zadgroup.net/bnothemen/upload/ftawamp3/mm_042_15.mp3

Minggu, 10 Juli 2016

KONSEP SILATURAHMI DALAM AL-QURAN DAN SUNNAH

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup bersosial, yaitu selalu hidup dalam keadaan saling membutuhkan. Islam sangat memperhatikan hal ini dalam banyak pembahasan fiqih tentang tatacara bermuamalah salah satunya adalah pembahasan tentang akhlak manusia dengan sesamanya.
Di dalam pembahasan tentang akhlak tersebut, penulis ingin membahas salah satu kajian akhlak yang berhubungan dengan muamalah seorang manusia dengan yang lainnya, yaitu silaturahmi. Karena tanpa kita sadari, sesungguhnya silaturahmi sangat penting dalam kehidupan bersosial. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits yang membahas tentang hal ini. Oleh sebab itu penulis ingin mencoba memandang kajian tersebut dari sudut pandang al-Quran dan Hadits, yang mana keduanya adalah sumber hukum yang paling utama bagi seluruh umat muslim. Mudah-mudahan dengan adanya makalah yang sederhana ini, dapat memberikan pencerahan dan pegangan dalam kehidupan bermuamalah.
SILATURAHMI DALAM AL-QURAN DAN HADITS
A. Pengertian Silaturahmi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007 : 1065) silaturahim atau silaturahmi bermakna tali persahabatan atau persaudaraan. Dalam perspektif bahasa Arab, Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz (2007 : 810) mengungkap bahwa silaturahmi itu sebagai terjemahan Indonesia dari bahasa Arab صلة الرحم . Dilihat dari aspek tarkib, lafadz صلة الرحم merupakan tarkib idhofi, yaitu tarkib (susunan) yang terdiri dari mudhof (صلة) dan mudhof ilaih (الرحم). Untuk memahami makna silaturahmi, maka kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang makna صلة dan الرحم , kemudian makna silaturahmi.
1. Makna Shillah
Lafadz صلة merupakan mashdar dari وصل , Ahmad Warson (2002 : 1562-1563) mengartikan bahwa صلة adalah perhubungan, hubungan, pemberian dan karunia.
2. Makna Rahim
Ahmad Warson (2002 : 483) mengartikan, رحم adalah rahim, peranakan dan kerabat. Al-Raghib (2008 : 215 ) mengkaitkan kata rahim dengan rahim al-mar`ah (rahim seorang perempuan) yaitu tempat bayi di perut ibu. Yang bayi itu punya sifat disayangi pada saat dalam perut dan menyayangi orang lain setelah keluar dari perut ibunya. Dan kata rahim diartikan "kerabat" karena kerabat itu keluar dari satu rahim yang sama. Al-Raghib (2008 : 216) juga mengutip sabda Nabi, yang isinya menyebutkan, ketika Allah Swt menciptakan rahim, Ia berfirman, "Aku al-Rahman dan engkau al-Rahim, aku ambil namamu dari namaku, siapa yang menghubungkan padamu Aku menghubungkannya dan siapa yang memutuskan denganmu Aku memutuskannya". Ini memberi isyarat bahwa rahmah-rahim mengandung makna al-Riqqatu (belas-kasihan) dan al-Ihsân (kedermawanan, kemurahan hati).
3. Makna Silaturahmi
Berdasarkan dua pengertian dua diatas, maka makna silaturahmi secara harfiah adalah menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan. Secara istilah makna silaturahmi, antara lain dapat dipahami dari apa yang dikemukakan Al-maraghi menyebutkan, "Yaitu menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan dengan sekemampuan". Sementara itu imam as-Shon'ani (1992 : 4 : 295) mendefinisikan bahwa silaturahmi adalah kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab dan kerabat bersikap lembut, menyayangi dan memperhatikan kondisi mereka.
B. Pembagian Silaturahmi
As-Shon'ani (1992 : 4 : 298) mengutip pendapat imam al-Qurthubi yang menjelaskan bahwa silaturahmi yang mesti disambungkan itu terbagi kepada dua bagian, yaitu silaturahmi umum dan silaturahmi khusus. Silaturahmi umum yaitu rahim dalam agama, wajib disambungkan dengan cara saling menaehati, berlaku adil, menunaikan hak-hak yang wajib dan yang sunnah. Sedangkan sulaturahmi khusus yaitu dengan cara memberi nafakah kepada kerabat.
C. Silaturahmi dalam pandangan Al-Quran
Sejauh pengamatan penulis terhadap ayat-ayat al-Quran, penulis tidak menemukan satu ayat pun yang memerintahkan silaturahmi dengan bentuk fi'il amr dari lafadz وصل yang kami temukan bukab fi'il amr, melainkan bentuk fi'il madhi yang terdapat dalam surat al-Qoshos ayat 51 dan fi'il mudhore yang diulang sepuluh kali pada enam surat (Abdul Baqi, tt : 919). Meskipun demikian, bukan berarti al-Quran tidak memerintahkan silaturahmi, tetapi silaturahmi dalam al-Quran digunakan dengan lafadz yang lain.
Bila kita mencermati kembali makna rahim, kita temukan bahwa makna rahim itu adalah kerabat, sebagaimana diungkap oleh ar-Roghib dan Ahmad Warson. Di dalam al-Quran dijumpai beberapa ayat yang memerintahkan untuk memberikan hak kepada kerabat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa silaturahmi diperintahkan dalam al-Quran walaupun menggunakan redaksi lain. Ayat-ayat yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
a. Surat an-Nahl ayat 90
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku 'adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Pada ayat tersebut terdapat perintah memberi bantuan kepada kerabat dekat, terkait dengan makna tersebut, Ats-tsa'labi (tt: 2: 321), As-Sulami (2001: 1:372), 'izz bin Abdussalam (1996: 1: 577), Fahrurrozi (tt: 1: 2747), dan Ahmad bin Muhammad bin Mahdi (2002: 24:73) mereka menafsirkan bahwa ungkapan tersebut bermakna perintah untuk silaturahmi.
b. Surat al-Isro ayat 26
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Pada ayat ini terdapat perintah Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, menurut Baidhowi (tt: 1: 441), Al-Khozin (1979: 4: 157) bahwa makna kerabat tersebut adalah perintah untuk menyambungkan silaturahmi.
c. Surat ar-Rum ayat 38
فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
As-Sam'ani (1997: 4: 215)mencatat bahwa perintah memberikan haq kepada kerabat dekat itu menurut mayoritas mufassir maknanya adalah silaturahmi dengan memberikan hadiah.
Berdasarkan tiga ayat diatas beserta penafsiran para mufasir jelaslah bahwa silaturahmi diperintahkan didalam Quran.
D. Silaturahmi dalam pandangan Hadits
Hadis-hadis yang berkaitan dengan silaturahmi, diantaranya adalah:
1. Orang yang bersilaturahmi akan diperluas rizkinya, dipanjangkan umurnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ أََحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ.
Dari Abu Hurairoh r.a: Rosul bersabda barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya, dan di panjangkan umurnya, hendaklah dia menyambungkan silaturahmi (H.R. Bukhori)
Dalam hadits lain, yang di takhrij oleh Ahmad dari Aisyah secara marfu' Nabi pernah bersabda bahwa silaturahmi dan berbuat baik kepada tetangga akan dapat memakmurkan rumah serta menambah umur. Terkait dengan hadis tersebut, Ibnu Hajar (tt: 10: 416) dan As-Son'ani mencamtumkan pendapat Ibnu Tiin yang menyatakan bahwa dzohir hadis tersebut bertentangan dengan surat Al-A'rof ayat 34 yaitu
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (34)
tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
Selanjutnya Ibnu Tiin mengkompromikan dua dalil tersebut dari dua aspek, salah satunya yaitu yang dimaksud tambahan umur pada hadis tersebut merupakan kinayah tentang keberkahan umur sebab adanya taufik untuk taat serta makmurnya waktu digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat untuk akhirat serta memeliharanya dari melakukan perbuatan yang sia-sia.
2. Pemutus silaturahmi tidak akan masul surga.
وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Jubair bin Mut'im r.a: Rosul bersabda tidak akan masuk surga orang yang memutus, yaitu: memutuskan silaturahmi (mutafaq 'alaihi)

3. Pemutus silaturahmi akan dipercepat siksaan terhadap dosanya.
وأخرج أبو داود من حديث أبي بكرة يرفعه ما من ذنب أجدر أن يعجل الله لصاحبه العقوبة في الدنيا مع ما ادخر له في الآخرة من قطيعة الرحم
Abu Daud mentakhrij dari hadis Abu Bakroh yang marfu' tidak ada satu dosa yang lebih pantas dipercepat oleh Allah siksaan bagi pelakunya didunia disamping disediakan baginya siksaan di akhirat dari melainkan pemutus silaturahmi
4. Amal pemutus silaturahmi tidak diterima oleh Allah.
وأخرج البخاري في الأدب المفرد من حديث أبي هريرة يرفعه إن أعمال أمتي تعرض عشية الخميس ليلة الجمعة فلا يقبل عمل قاطع رحم
Bukhori mentakhrij dalam Adabul Mufrod dari hadis Abu Hurairoh yang marfu' sesungguhnya amal-amal umatku akan disetorkan pada waktu kamis sore malam jumat maka tidak akan diterima amalan pemutus silaturahmi
5. Rahmat tidak akan turun bagi pemutus silaturahmi.
وأخرج فيه من حديث ابن أبي أوفى إن الرحمة لا تنزل على قوم فيهم قاطع رحم
Bukhori mentakhrij dalam Adabul Mufrod dari hadis Abu Aufa sesungguhnya rahmat tidak akan turun kepada suatu kaum yang didalamnya ada pemutus silaturahmi
6. Pintu langit akan tertutup bagi pemutus silaturahmi.
وأخرج الطبراني من حديث ابن مسعود إن أبواب السماء مغلقة دون قاطع الرحم
Thobroni mentakhrij dari hadis ibnu mas'ud sesungguhnya pintu-pintu langit tertutup bagi pemutus silaturahmi
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan hubungan antar sesama manusia. Hal itu digambarkan dengan adanya berbagai syariat tentang hubungan manusia baik yang menyangkut hubungan keluarga maupun masyarakat. Untuk mempererat hubungan antar keluarga, Islam mensyariatkan silaturahmi. Dalam pandangan al-Quran dan hadis, silaturahmi memiliki kedudukan yang sangat penting. Al-Quran menggambarkan bahwa silaturahmi merupakan salahsatu bentuk pelaksanaan ibadah seorang hamba kepada Rabb-nya. Dan hadis melukiskan bahwa orang yang senantiasa silaturahmi akan dipanjangkan umurnya serta diperluas rizkinya.
Selain itu banyak keterangan yang menjelaskan bahwa orang yang memutuskan hubungan silaturahmi tidak akan masuk surga, amalny tidak akan diterima, serta masih banyak ancaman yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai muslim kita harus senantiasa memelihara selaturahmi demi keselamatan dunia akhirat.

B. Saran
Setelah kita memahami konsep silaturahmi, baik dari segi pengertian, pembagian, serta keterangan al-Quran dan Hadis mudah-mudahan kita bisa mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga bisa menyebarluaskannya kepada segenap umat Islam di bumi Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Baqi, M.F. (tt). Mu'jam Mufahros li Alfadzil Quran. Bandung : Diponegoro
Al-Asfahani, R. (2008). Mu'jam Mufrodat li Alfadzil Quran. Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
Al-Baidhowi, (tt). Tafsir al-Baidhowi.
Al-Khozin, (1979). Lubab at-Ta'wil fi Ma'ani at-Tanzil. Beirut: Dar al-Fikr.
As-Sam'ani, (1997). Tafsir al-Quran. Riyad: Dar al-Wathon.
As-Shon'ani, (1992). Subul as-Salam. Beirut: Dar al-Fikr.
As-sulami, (2001). Haqoiq at-Tafsir. Beirut : Dar al-Kutub al-Islamiyah.
Fakhrurrozi, (tt). Tafsir al-Fahr ar-Rozi. Dar Ihya at-Turots al-Aroby.
Hajar, I. (2004). Fathul Bari bi Syarhi Shohih al-Bukhori. Kairo : Dar al-Hadits
Iz-Zuddin, (1996). Tafsir Izz ibn Abd as-Salam Tafsir al-Quran. Beirut: Dar Ibn Hazm.
Mahdi, A. M. (2002). Al-Bahr al-Mudid. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.
Redaksi, T. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Warson, A. ( 2002). Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia. Surabaya : Pustaka progresif
Warson, A dan Fairuz, M (2007). Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab. Surabaya : Pustaka progresif
Tsa'labi, (tt). Al-Jawahir al-Hasan Fi at-Tafsir al-Quran. Beirut : Muassasah al-A'lami

Rizki Abdurahman.

Sabtu, 09 Juli 2016

Mudik Lebaran dalam Perspektif Islam.

Oleh
Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin

Wahai, manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha Allah. Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan diraih dan derajat mulia akan tercapai di sisi Allah. Ketauhilah, silaturahmi dengan sanak kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.

Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah melakukan silaturrahmi”.[1]

Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.

Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلَ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi”. [2]

TRADISI MUDIK LEBARAN DALAM TINJUAN ISLAM
Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang. Pada hari lebaran, lembaga pegadaian menjadi sebuah tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang.

Padahal yang benar mudik tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam karena tidak ada satu perintahpun baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, setelah menjalankan ibadah Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk kangen-kangenan dan maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan kondisi.

Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran maka demikian itu boleh-boleh saja namun bila sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam atau disebut dengan istilah tradisi Islami maka demikian itu bisa menjadi bidah dan menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam. Sebab seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syareat merupakan perkara bidah dan tertolak sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara baru (bid’ah) karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat”. [Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah].

SILATURAHMI YANG SESUAI DENGAN SUNNAH
Makna silaturahmi secara bahasa adalah dari lafadz rahmah yang berarti lembut dan kasih sayang.

Abu Ishak berkata: “Dikatakan paling dekat rahimnya adalah orang yang paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat hubungan kekerabatannya”. [3]

Imam Al Allamah Ar Raghib Al Asfahani berkata bahwa Ar Rahim berasal dari rahmah yang berarti lembut yang memberi konsekwensi berbuat baik kepada orang yang disayangi.[4]

Oleh sebab itu salaturrahmi merupakan bentuk hubungan dekat antara bapak dan anaknya atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih saying yang dekat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ

“Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim”. [an Nisa’:1]

Silaturahmi dan berbuat baik kepada orang tua dan sanak kerabat merupakan urusan yang sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan amal salih yang memiliki kedudukan mulia dalam agama Islam serta merupakan aktifitas ibadah yang sangat mulia dan berpahala besar sehingga banyak sekali nash baik dari Al-Qur’an dan Sunnah yang memberi motivasi untuk silaturahmi dan mengancam bagi siapa saja yang memutuskannya dengan ancaman berat.

Allah Azza wa Jalla berfirman :

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi”. [al Baqarah : 27]

Ayat di atas terdapat anjuran agar setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan kerabat dan sanak famili.

Abu Ja’far Ibnu Jarir At Thabary berkata: “Pada ayat di atas Allah menganjurkan agar menyambung hubungan dengan sanak kerabat dan orang yang mempunyai hubungan rahim dan tidak memutuskannya”.[5]

Oleh sebab itu, hendaknya setiap muslim hendaknya melakukan silaturrahmi dengan sanak kerabat baik dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan, semuanya hendaklah saling menyayangi, menghormati dan menyambung hubungan hubungan kerabat baik pada saat berdekatan maupun berjauhan.

Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّحِمُ شَجْنَةٌ مِنَ اللهِ مَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللهُ

“Rahim adalah syajnah (bagian dari limpahan rahmat) [6] dari Allah, barangsiapa yang menyambungnya maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya”. [7]

Hubungan persaudaraan khususnya antara saudara laki-laki dan saudara perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam dan semakin hari semakin bertambah subur walaupun berjauhan jarak tempatnya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ الرَّحِمُ قَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَذَاكِ لَكِ

“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dan setelah usai darinya maka rahim berdiri lalu berkata: Ini adalah tempat orang berlindung dari pemutusan silaturramhi. Maka Allah berfirman: Ya. Bukankah kamu merasa senang Aku akan menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu dan memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu? Ia menjawab: Ya. Allah berfirman: Demikian itu menjadi hakmu”.[8]

Barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i maka berhak mendapatkan sanksi berat dan kutukan dari Allah serta diancam tidak masuk surga.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)”. [ar-Ra’d : 25].

Dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat.”.[9]

KESALAHAN-KESALAHAN PADA SAAT LEBARAN
Hari raya adalah salah satu syiar kemuliaan kaum muslimin. Pada hari itu mereka berkumpul jiwa-jiwa menjadi bersih dan persatuan terbentuk serta pengaruh kejelekan dan kesengsaraan hilang, sehingga tidak tampak pada waktu itu kecuali kebahagiaan. Namun hal ini sering terjadi kekeliruan-kekeliruan dalam merayakannya. Diantaranya.

1. Meniru orang kafir dalam berpakaian. Kita mulai melihat sebagai fenomena aneh pada masyarakat kita khususnya pada hari raya. Mereka mengenakan pakaian yang aneh-aneh ala orang kafir. Seorang muslim dan muslimah seharusnya memiliki semangat untuk menjaga agama, kehormatan dan fitrahnya. Jangan tergoda untuk ikut-ikutan mereka meniru-niru kebiasaan orang-orang yang tidak menjaga kehormatan.

2. Sebagian orang menjadikan hari raya sebagai syiar melaksanakan kemaksiatan, sehingga secara terang-terangan ia melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya dengan mendengarkan musik dan memakan makanan yang diharamkan Allah.

3. Dalam berziarah (kunjungan) tidak memperhatikan etika islami. Contohnya bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, saling berjabat tangan antara laki-laki yang bukan mahram

4. Berlebih-lebihan dalam membuat makanan dan minuman yang tidak berfaedah, sehingga banyak yang terbuang, padahal kaum muslimin yang membutuhkan.

5. Hari Raya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyatukan hati kaum muslimin, baik yang ada hubungan kerabat atau tidak. Juga kesempatan untuk mensucikan jiwa dan menyatukan hati, namun pada kenyataannya, penyakit hati masih tetap saja bercokol.

6. Menganggap bahwa silaturahmi hanya dikerjakan pada saat hari raya saja.

7. Menganggap bahwa pada hari raya sebagai saat yang tepat untuk ziarah kubur.

8. Saling berkunjung untuk saling maaf-memaafkan diantara para kerabat dan sanak famili dengan keyakinan saat itulah yang paling afdhal.[10]

SILATURAHMI YANG PALING UTAMA ADALAH BIRRUL WALIDAIN
Allah mewajibkan seorang anak untuk taat, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuannya. Bahkan Allah menghubungkan perintah beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.[al Isra` : 23]

Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, baik berupa bantuan materi, doa, kunjungan, perhatian, kasih sayang, dan menjaga nama baik pada saat hidup atau setelah wafat. Orang tua merupakan kerabat terdekat, yang banyak mempunyai jasa dan kasih sayang yang besar sepanjang masa, sehingga tidak aneh kalau hak-haknya juga besar. Allah berfirman :

وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu”. [Luqman : 14 ].

KEUTAMAAN BIRUL WALIDAIN
Di dalam Al Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak disebutkan secara berulang-ulang, agar seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Kebaikan dan pengorbanan orang tua tidak terhitung jumlahnya, baik berupa jiwa raga dan kekuatan, tidak berkeluh kesah dan tidak meminta balasan dari anaknya.

Adapun anak, ia harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa mengingat terhadap jasa orang tua, yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya untuk membesarkan dan mendidiknya.

Seorang ibu, selama mengandung mengalami banyak beban berat. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya. Penderitaan ketika hamil, tidak ada yang bisa merasakan payahnya, kecuali kaum ibu juga.

Imam Bukhari di dalam Adabul Mufrad, dari Abu Burdah, bahwa ia menyaksikan Ibnu Umar dan ada seorang laki-laki dari Yaman sedang melakukan thawaf -sambil menggendong ibunya di belakang punggungnya-, ia berkata: ‘Sesungguhnya saya menjadi tunggangannya yang tunduk, jikalau tunggangan lain terkadang susah dikendalikan, aku tidaklah demikian’. Lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Umar: ‘Wahai Ibnu Umar, apakah dengan ini saya sudah membayar jasanya?. Beliau menjawab:”Sama sekali belum, walaupun satu kali sengalan nafasnya (saat melahirkanmu)” [11]

Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ ثم يُوْصِيْكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ ثم يُوْصِيْكُمْ بِآبَائِكُمْ ثُمَّ يُوْصِيْكُمْ بِاْلأَقْرَبِ فَالْأَقْرَبِ

“Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, lalu Allah berwasiat agar berbuat baik kepada ibu-ibumu, kemudian Allah berwasiat kepada bapak-bapakmu, dan kemudian Allah berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu”.[12]

Begitulah, anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua. Kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya. Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian kedua orang tuanya. Tatkala kedua orang tua tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepatnya seorang anak melalaikan semua jasa orang tuanya, dan hanya sibuk mengurus isteri dan ana-anaknya. Padahal berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan keputusan mutlak dari Allah, dan merupakan ibadah yang menempati urutan ke dua setelah ibadah kepada Allah.

Mari kita segera mulai dengan berbuat baik, menghormati dan memuliakan mereka berdua. Karena birrul walidain memiliki keutamaan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
________
Footnote
[1]. Lihat sahih Abu Daud (1486), sahih Adabul Mufrad (56) Sahih Muslim bab Al Birru Wassilah hadits ke 20.
[2]. Lihat SahihAdabul Mufrad (68) bab laisal wasil bil mukafi’
[3]. Lihat Lisanul Arab (5/174) bab Dzal wa Ra’.
[4]. Lihat Mufradatul Qur;an Hal (346)
[5]. Lihat Tafsir Ath Thabary juz 1/144. dan tafsir Ibnu Katsir Juz 1/ 83
[6]. Lihat Syarah Adabul Mufrad karya Husain Ibnu Uwadah Al Awayasyah. Juz 1/72.
[7]. Lihat Silsilah hadits sahihah no (925) , Adabul Mufrad no (55) dan sahih Musdlim bab Al Birru wa Silah hadits ke 17.
[8]. HR Imam Bukhari dalam sahihnya dalam kitabut tafsir (4830) dan Imam Muslim dalam kitabul Birri (6465).
[9]. HR Imam Bukhari dalam sahihnya dalam kitabul Adad bab Istmul Qathi’ (5984), Muslim dalam sahihnya kitabul birry bab Silaturrahim (6467) dan Abu Daud Dalam sunannya (1696).
[10]. Lihat Ahkamul Idain wa Asyr Dzulhijjah karya DR. Abdullah bin Muhammad Ath Thayyar
[11]. Adabul Mufrad, hadits no. 11, Bab Jazaul Walidain. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani.
[12]. Shahih Adabul Mufrad, 60; Sunan Ibnu Majah, 23, Kitabul Adab dan Shilisilah Hadits Shahihah, 1666

Sumber: https://almanhaj.or.id/2830-mudik-lebaran-dan-tradisi-yang-keliru.html