Kamis, 25 Agustus 2016

Kesuksesan Setan Adalah Berhasil Menceraikan Suami-Istri.

Terdapat hadits bahwa Iblis memuji setan yang berhasil menceraikan suami-istri, sedangkan setan lainya telah melakukan sesuatu tetapi Iblis  tidak mengapresiasi hasilnya.

Dari Jabir radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, "Aku telah melakukan begini dan begitu". Iblis berkata, "Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun". Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, "Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, "Sungguh hebat (setan) sepertiengkau" (HR Muslim IV/2167 no 2813)

Jadi perceraian sangat disukai oleh Iblis dan hukum asal perceraian adalah dibenci, karenanya ulama menjelaskan hadits peringatan akan perceraian

Al-Munawi menjelaskan mengenai hadits ini,

إن هذا تهويل عظيم في ذم التفريق حيث كان أعظم مقاصد اللعين لما فيه من انقطاع النسل وانصرام بني آدم وتوقع وقوع الزنا الذي هو أعظم الكبائر

"Hadits ini menunjukan peringatan yang sangat menakutkan tentang celaan terhadap perceraian. Hal ini merupakan tujuan terbesar (Iblis) yang terlaknat karena perceraian mengakibatkan terputusnya keturunan. Bersendiriannya (tidak ada pasangan suami/istri) anak keturunan Nabi Adam akan menjerumuskan mereka ke perbuatan zina yang termasuk dosa-dosa besar yang paling besar menimbulkan kerusakan dan yang paling menyulitkan" [Faidhul Qadiir II/408]

Kerugian akibat perceraian lainnya:

[1] Rumah tangga adalah miniatur masyarakat dan bangasa, jika rumah tangga tidak harmonis maka akan berpengaruh juga ke kehidupan masyarakat

[2] Anak-anak akan menjadi korban, sering melihat pertengkaran di rumah tangga, kurang perhatian dan pendidikannya. Bisa jadi anak tersebut menjadi nakal dan inilah tujuan besar setan

Beberapa cara agar rumah tangga harmonis dan semoga dijauhkan sejauh-jauhnya dari perceraian:

[1] Sering-sering mengingat kebaikan pasangan dan melupakan serta buang jauh-jauh ingatan kekurangan pasangan, ini lebih baik daripada saling memikirkan kekurangan. Pasangan hidup adalah cerminan kita karena janji Allah yang baik akan mendapat yang baik-baik juga dan sebaliknya.

[2] Sama-sama mengenang kembali masa-masa indah di awal pernikahan, mengapa anda memilihnya dan ingat kembali kebaikan-kebaikan pasangan yang telah dijalani. Jika anda memilih bukan karena agama dan akhlaknya, masih ada waktu untuk bertaubat dan segera saling memperbaiki

[3] Saling menenangkan jika salah satu ada yang marah duluan, salah satu berusaha bersabar dan menenagkan dahulu karena emosi itu umumnya sesaat saja.

Abu Darda' berkata kepada istrinya Ummu Darda'.

إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون

"Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha dan. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah "Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah". (Tarikh Damasyqus 70/151)

[4] Bangun komunikasi yang baik, kebanyakan cerai karena tidak ada komunikasi yang baik. Sehingga jika ada sesuatu yang tidak mengena di hati, ia akan pendam, kemudian ia akan balas perbuatan tersebut pada pasangannya. Pada dasarnya kecintaan suami-istri itu sangat besar sekali, komunikasi yang tidak baik membuatnya terkikis secara perlahan-lahan. sebagaimana firman Allah,

وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

"Dan Allah menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang" (Ar-Ruum: 21)

[5] Jika memang sulit melakukan komunikasi dan saling berbaikan, maka komunikasi bisa melalui pihak ketiga (misalnya dari keluarga) yang disegani oleh kedua suami-istri sebagai penengah. Inilah petunjuk dalam Al-Quran.

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (An-Nisa: 35)

[6] Penekanan khusus bagi suami, anda adalah pemimpin rumah tangga. Laki-laki dikaruniai kelebihan atas wanita yaitu lebih tenang dan lebih bijak menghadapi sesuatu. Suami harus yang lebih tenang dalam menghadapi problematika rumah tangga. Suami lebih sering memaklumi wanita yang "bengkok" dan sering-sering memperbaiki dan menasehati, seringnya wanita hanya emosi sesaat dan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti suami, tetapi ketahuilah bahwa wanita itu sangat cinta suaminya, maka pelukan kepada istri sambil terus mendengarkan dan menenangkan adalah solusinya

Perhatikan juga para suami, Jika ada sesuatu yang tidak beres pada istri dan anak-anak bisa jadi akibat maksiat suami, maka intropeksi diri dan perbanyak istigfar

Sebagian ulama berkata,

إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي

"Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku."

Demikian semoga bermanfaat

@Desa Pungka, Sumbawa Besar

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

Rabu, 17 Agustus 2016

KEKELIRUAN DI BULAN DZULHIJJAH

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan di antara 4 bulan yang dimuliakan. Allah Ta’alaberfirman (yang artinya),“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah 12 bulan dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS. At Taubah : 36). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/146).

 Bulan Dzulhijjah adalah bulan penuh ibadah, terutama pada 10 hari yang pertama. Oleh karena itu, pada edisi kali ini kami merasa perlu mengingatkan para pembaca sekalian terhadap kesalahan-kesalahan yang mungkin dan sering terjadi di bulan Dzulhijjah umumnya, dan pada 10 hari pertama Dzulhijjah khususnya. Semoga kita terhindar dari berbuat kesalahan serupa sehingga bulan Dzulhijjah bisa menjadi salah satu ladang amal shalih kita.

 Kesalahan Seputar Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Melewatkan kesempatan beramal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Demi waktu fajr. Dan malam yang sepuluh.” (Qs. Al-Fajr: 1-2). Ibnu Katsirrahimahullah berkata, “Malam yang sepuluh itu maksudnya adalah 10 hari di bulan Dzulhijjah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu Az Zubair, Mujahid, dan ulama lainnya dari kalangan salaf dan khalaf.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/392). Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidak ada hari-hari yang diisi dengan amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada 10 hari ini (yaitu 10 pertama Dzulhijjah). Para shahabat bertanya, “Tidak juga jihad fii sabiilillaah?” Rasulullah bersabda, “Tidak juga jihad fii sabiilillaah, kecuali seorang yang keluar berjihad dengan membawa dirinya dan hartanya lalu tidak kembali lagi dengan sesuatu apapun (yakni mati syahid).” (HR. At Tirmidzi. Syaikh Al Albany berkata :Shahih). Maka sangat disayangkan jika hari-hari di bulan Dzulhijjah, menit demi menitnya berlalu begitu saja dengan sia-sia.

Tidak memperbanyak takbir, tahmid, dan tahlil di awal bulan Dzulhijjah.

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umarradhiyallahu ‘anhuma dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhusengaja keluar menuju pasar selama 10 hari pertama Dzulhijjah untuk bertakbir, sehingga orang-orang bertakbir karena mendengar takbirnya mereka berdua. (Shahih Al Bukhari). Ini merupakan sunnah yang sudah ditinggalkan banyak orang (baca : sunnah mahjuurah). Lebih parahnya, sebagian orang menganggap aneh hal yang demikian itu. Bahkan boleh jadi ada di antara mereka yang menganggap kurang waras orang-orang yang menghidupkan sunnah itu kembali. Wallahul musta’aan.

 Kesalahan Seputar Hari ‘Arafah

Tidak melakukan puasa pada hari ‘Arafah adalah sebuah kesalahan yang nyata bagi orang yang tidak sedang melaksanakan haji, sementara tidak ada halangan yang membuat mereka tidak berpuasa. Dari Abu Qatadahradhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamditanya tentang keutamaan puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Aku berharap ia dapat menghapus dosa selama setahun yang sudah lewat dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim). Tanyakan kepada diri kita masing-masing, adakah puasa yang hanya satu hari namun mampu menghapus dosa-dosa selama dua tahun selain puasa hari Arafah? Jika tidak, mengapa kita bisa mengabaikannya?!

Tidak memanfaatkan hari Arafah dengan memperbanyak do’a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah. Dan sebaik-baik do’a yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah: “Laa ilaaha illallÄ�hu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiir.” (HR. At Tirmidzi. Al Albany berkata : Shahih)

 Kesalahan Seputar Idul Adh-ha

Tidak melaksanakan shalat ‘id tanpa udzur yang diterima oleh syari’at.

Sebagian mereka berdalih bahwa hukum shalat ‘id adalah hanya sunnah, yang apabila dikerjakan mendapat pahala, sedangkan jika tidak dikerjakan maka tidak berdosa. Taruhlah hukumnya sunnah -tanpa meninjau perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum shalat ‘id-, lalu mengapa yang menjadi perhatian adalah tidak mengerjakannya karena tidak berdosa, bukan malah ingin mendapatkan pahala dengan mengerjakannya? Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya? Semoga Allah memberi kita petunjuk.

Tidak mengenakan pakaian yang terbaik yang dimiliki.

Di sini mereka membedakan antara idul fitri dengan idul adh-ha. Idul fitri pakaiannya bagus-bagus, harum-harum, dan bersih-bersih, berbeda dengan Idul Adh-ha yang ala kadarnya saja. Ini tidak sesuai dengan sunnah Nabi yang memerintahkan kita untuk berpakaian yang terbaik yang kita punya ketika kita akan melaksanakan shalat ‘id, baik Idul Fitri maupun Idul Adh-ha.

Mengkhususkan Idul Adh-ha untuk ziarah ke kuburan orang tua atau karib kerabat yang sudah meninggal.

Mereka berkeyakinan bahwa di hari raya orang-orang yang sudah meninggal tersebut berhak untuk diziarahi sebagaimana ketika mereka masih hidup di dunia. Dengan demikian menjadi tradisi di setiap hari raya, ziarah ke kuburan orang tua atau kerabat atau bahkan yang tidak punya hubungan kekerabatan, namun karena kewalian atau keshalihan dari penghuni kuburan tersebut. Ini juga sebuah tradisi yang diada-adakan dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum ajma’iin.

 Kesalahan Seputar Qurban

Anggapan sebagian orang bahwa bagi yang ingin melaksanakan qurban maka harus meniatkannya sebelum masuk bulan Dzulhijjah. Jika tidak demikian, maka tidak dihukumi sebagai daging qurban, namun hanya daging sembelihan biasa.

Hal ini tidak benar. Yang benar, kapan saja di hari 10 pertama Dzulhijjah itu seseorang berniat untuk berqurban, maka saat itu juga ia menahan diri untuk tidak memotong kuku, rambut kepala maupun rambut anggota tubuhnya yang lain sampai ia menyembelih qurbannya. Para ulama menjelaskan bahwa seandainya seseorang yang ingin berqurban baru meniatkannya setelah masuk bulan Dzulhijjah, lalu sebelumnya ia telah memotong kuku atau rambutnya, maka qurbannya tetap sah. Keharaman memotong kuku atau rambut dimulai sejak ia memasang niat qurban.

Anggapan sebagian orang, jika orang yang berqurban itu memotong kuku atau rambutnya sebelum qurbannya disembelih, maka qurbannya tidak sah dan tidak diterima. Ini adalah suatu kekeliruan, karena tidak ada hubungannya antara menahan diri dari memotong kuku atau rambut dengan sahnya atau diterimanya sebuah qurban. Yang benar dalam masalah ini, jika dia melakukannya karena lupa atau tidak tahu, maka ia tidak berdosa. Jika ia sengaja melakukannya, maka ia berdosa namun tidak ada kafaratnya. Sedangkan qurbannya tetap sah dan insya Allah diterima oleh Allah Ta’ala.

Anggapan sebagian orang, bahwa jika yang melakukan qurban itu adalah seorang wanita, maka ia harus mengikat rambutnya, dan tidak boleh melepaskan ikatannya serta tidak boleh menyisirnya selama 10 hari tersebut sampai qurbannya disembelih.

Bahkan sebagian mereka, ada yang mengumpulkan rambut-rambut mereka yang rontok kemudian meletakkannya kembali di sela-sela rambut kepalanya. Ini tidak benar. Yang benar, boleh bagi wanita yang berqurban menyisir rambutnya dan tidak mengapa jika rambutnya rontok asal tidak menyengaja untuk merontokkan rambutnya.

Sebagian orang mengira bahwa “shahibul qurban” (si pemilik qurban) dilarang menggunakan minyak wangi, berdalih denganqiyas menyerupai keadaan orang yang muhrim (orang yang sedang melakukan ihram, baik umrah atau haji). Hal ini tidak benar ditinjau dari dua alasan:

a. Mengada-adakan sesuatu yang tidak ditetapkan oleh syari’at sebagai sebuah syarat atau larangan dalam suatu ibadah. Dalam ibadah qurban, shahibul qurban hanya dilarang memotong kuku atau rambutnya saja, sedangkan selainnya tidak dilarang. Jadi boleh hukumnya orang yang berqurban itu menggunakan minyak wangi, pakaian yang bagus, dan lain-lain.

b. Jika seandainya qiyas itu benar, maka orang yang berqurban juga dilarang terhadap hal- hal yang dilarang selama ihram selain minyak wangi, seperti memakai pakaian biasa, menutup kepala, berburu binatang darat, menikah dan menikahkan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, tidak ada seorang ulama pun yang mengatakan hal tersebut.

Sebagian orang mengira apabila shahibul qurban mengikutsertakan anggota keluarganya dalam seekor qurban, maka anggota keluarganya juga dilarang untuk memotong kuku dan rambut. Ini tidak benar. Yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orang yang memiliki qurban tersebut saja. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamberqurban dengan dua ekor kambing, sambil berkata:“Ya Allah, ini qurban Muhammad, dan keluarga Muhammad, serta ummat Muhammad.” (HR. Abu Dawud). Nabi tidak pernah melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku dan rambut kala itu. Ini menunjukkan bahwa yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah hanya shahibul qurban saja.

Sebagian orang biasanya melakukan qurban atas nama salah satu anggota keluarganya yang sudah meninggal dan berkeyakinan tidak boleh mengikutsertakan anggota keluarga yang lain dalam qurban tersebut. Ini adalah keyakinan yang keliru dan tidak berlandaskan dalil.

Sebagian orang beranggapan bahwa menyembelih qurban tidak boleh dilakukan pada malam hari, bahkan melarang dengan keras orang yang akan melakukannya. Ini anggapan yang tidak benar. Waktu menyembelih qurban dimulai setelah shalat Idul Adh-ha dan berakhir sebelum terbenamnya matahari pada hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah). Sama saja hukumnya baik dilakukan pada siang hari atau malam hari sekalipun.

Penutup

Demikianlah penjelasan singkat tentang kesalahan-kesalahan di bulan Dzulhijjah. Mengetahui dan menyadari sebuah kesalahan bukan dalam rangka untuk melakukannya atau mempertahankannya, namun agar terhindar darinya dan tidak terjatuh kembali ke dalamnya.

Penulis : Ustadz Abu Yazid Nurdin

Muroja’ah : Ustadz Afifi ‘Abdul Wadud

Rabu, 10 Agustus 2016

Wanita sangat istimewa kedudukannya dalam Islam

Wanita sangat istimewa kedudukannya dalam Islam

By Raehanul Bahraen 9 Agt 2016

Ketika kecil ia menjadi penghalang neraka bagi orang tuanya

Ketika dewasa ia menjadi penyempurna setengah agama suaminya

Ketika tua surga di bawah kakinya

Ketika kecil anak perempuan akan menjadi pengalang neraka bagi orang tuanya

Bahkan bisa mnejadi tetangga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di surga. Untuk bisa bertetangga dengan beliau disurga tidaklah mudah. Bertetangga di surga tentu berarti masuk surga yang tertinggi dan derajat tertinggi dengan beliau di surga. Diperlukan amalan yang banyak dan ikhlas, sebagaimana contohkisah sahabat yang ingin bertetangga dengan beliau di surga, tetapi beliau berkata agar sahabat memperbanyak amalannya, yaitu memperbanyak sujud (shalat).

Dari Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslamiradhiallahu 'anhu, ia berkata,
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِى « سَلْ ». فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِى الْجَنَّةِ. قَالَ « أَوَغَيْرَ ذَلِكَ». قُلْتُ هُوَ ذَاكَ. قَالَ « فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
"Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku mendatangi beliau dengan membawakan air wudhu dan memenuhi hajat beliau. Lantas beliau bersabda, "Mintalah." Aku berkata, "Aku meminta padamu supaya dapat dekat denganmu di surga (kelak)." Beliau berkata, "Atau ada selain itu?" Aku menjawab, "Itu saja yang aku minta." Beliau bersabda, "Tolonglah aku dengan engkau memperbanyak sujud."[1]
Bagi yang sudah dikaruniai dua anak wanita, berbahagialah, karena bisa jadi penghalang api neraka dan bisa menjadi tetangga/dekat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di surga tertinggi

Beberapa ulama menjelaskan karena:

1. Mendidik agama anak wanita lebih sulit

Maksudnya adalah mendidik ilmu agama dan keteguhan hati.  Bukan maksudnya mendidik ilmu dunia karena kita dapati banyak wanita yang lebih pintar dari laki-laki dalam berbagai disiplin ilmu.

2. Wanita memang lebih mudah tergoda/silau dengan dunia

3. Wanita tidak stabil secara emosi dan memang/"bengkok" dalam hadits

4. Sebagian orang merasa anak laki-laki lebih mudah diandalkan dan lebih banyak keuntungannya

Karenanya jika mendidik anak wanita dengan baik, agama, akhlak dan ilmunya serta kehormatannya sampai ia menyerahkan tanggung jawab kepada suaminya, maka balasannya sangat besar sekali sebagaimana dalam hadits berikut.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
"Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku" (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau)."[2]

dari 'Aisyah radhiallahu 'anha, beliau berkata,
جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ  إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ
"Seorang wanita miskin datang kepadaku dengan membawa dua anak perempuannya, lalu aku memberinya tiga buah kurma. Kemudian dia memberi untuk anaknya masing-masing satu buah kurma, dan satu kurma hendak dia masukkan ke mulutnya untuk dimakan sendiri. Namun kedua anaknya meminta kurma tersebut. Maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dia makan untuk diberikan kepada kedua anaknya. Peristiwa itu membuatku takjub sehingga aku ceritakan perbuatan wanita tadi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka".[3]

 

Ketika dewasa ia menjadi penyempurna setengah agama suaminya

Sebagaimana Sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

"Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya."[4]

Maksud menyempurnakan agama adalah telah lebih terlindungi dari fitnah ujian syahwat dan zina, karena ia sudah menyalurkannya kepada yang halal, seorang wanita yang ia cintai yaitu istrinya.

Al-Qurthubi menjelaskan maksud hadits,

"Siapa yang menikah berarti telah menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk setengah yang kedua." Makna hadis ini bahwa nikah akan melindungi orang dari zina. Sementara menjaga kehormatan dari zina termasuk salah satu yang mendapat jaminan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan surga. Beliau mengatakan, 'Siapa yang dilindungi Allah dari dua bahaya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, yaitu dilindungi dari dampak buruk mulutnya dan kemaluannnya.'[5]

Ketika tua surga di bawah kakinya

Ibu sangat dimuliakan dalam Islam, didahulukan tiga kali daripada bapak. Karena Ibu dengan pengorbanan dan kasih sayangnya tidak akan pernah bisa tergantikan. Seorang ibu mampu merawat sepuluh anak, akan tetapi sepuluh anak belum tentu mampu merawat seorang ibu. Karenanya berbakti kepada orang tua khususnya merupakan pintu surga terbaik. Bahkan surga di bawah telapak kaki ibu.

Kaum muslimin yang kami cintai karena Allah, perlu diketahui bahwa hadits terkenal yang beredar mengenai "surga di bawah telapak kaki Ibu" haditsnya adalah hadits dhaif/lemah, akan tetapi ada hadits lainnya yang lebih baik derajatnya yang menjelaskan hal yang sama, yaitu surga di bawah telapak kaki ibu.

اَلْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأُمَّهَاتِ، مَنْ شِئْنَ أَدْخَلْنَ وَ مَنْ شِئْنَ أَخْرَجْنَ

"Surga itu di bawah telapak kaki ibu, siapa yang ia kehendaki maka akan dimasukkan dan siapa yang ia ingini maka akan dikeluarkan." (Silsilah al-Ahadits adh-Dha'ifah, no. 593)

Kemudian kita jelaskan bahwa hadits dengan lafazh di atas adalah palsu. Dan ada juga yang lemah. (lihat: Dha'if al-Jami' ash-Shaghir, no. 2666)

Hadits dengan sanad hasan dan makna sama yaitu,

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ. فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Dari Mu'wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: "Apakah engkau masih mempunyai ibu?" Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: "Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya."

Syaikh al-Albani berkomentar: "Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54, dan yang lainnya seperti ath-Thabrani jilid 1, hlm. 225, no. 2. Sanadnya HasaninsyaAllah. Dan telah dishahihkan oleh al-Hakim, jilid 4, hlm. 151, dan disetujui oleh adz-Dzahabi dan juga oleh al-Mundziri, jilid 3, hlm. 214." (as-Silsilah adh-Dha'ifah wa al-Maudhu'ah, pada penjelasan hadits no. 593)

 

@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

[1]  HR. Muslim no. 489

[2] HR Muslim 2631

[3] H.R Muslim 2630

[4] HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalamAs Silsilah Ash Shahihah no. 625

[5]  Tafsir al-Qurthubi, 9/327