Jumat, 15 April 2016

Meminta Traktir Teman, Sama dengan Mengemis?

Meminta-minta dan Mengemis itu Terlarang...?

Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Rasulshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

"Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya." (HR. Bukhari, no. 1474; Muslim, no. 1040)

Dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

"Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api." (HR. Ahmad 4: 165. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Dari Samuroh bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ

"Meminta-minta adalah seperti seseorang mencakar wajahnya sendiri kecuali jika ia meminta-minta pada penguasa atau pada perkara yang benar-benar ia butuh." (HR. An-Nasa'i, no. 2600; Tirmidzi, no. 681; Ahmad, 5: 19. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)

Hanya tiga orang yang diperkenankan boleh meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam hadits Qobishoh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا

"Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang:

(1) seseorang yang menanggung utang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya,

(2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan

(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata, 'Si fulan benar-benar telah tertimpa kesengsaraan', maka boleh baginya meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain ketiga hal itu, wahai Qobishoh adalah haram dan orang yang memakannya berarti memakan harta yang haram." (HR. Muslim no. 1044)

Abu Hamid Al-Ghazali menyatakan dalam Ihya' Al-'Ulumuddin, "Meminta-minta itu haram, pada asalnya. Meminta-minta dibolehkan jika dalam keadaan darurat atau ada kebutuhan penting yang hampir darurat. Namun kalau tidak darurat atau tidak penting seperti itu, maka tetap haram."

 

Disebut Meminta-minta yang Tercela

Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir berkata, "Jika seseorang itu butuh, namun ia belum mampu bekerja dengan pekerjaan yang layak, maka dibolehkan dengan syarat ia tidak menghinakan dirinya, tidak meminta dengan terus mendesak, tidak pula menyakiti yang diminta. Jika syarat-syarat tadi tidak terpenuhi, maka haram menurut kesepakatan para ulama." (Fatwa IslamWeb)

Kalau kita perhatikan apa yang disampaikan oleh Al-Munawi disebutkan mengemis atau meminta-minta yang tercela jika terpenuhi syarat:

Meminta dengan menghinakan diri.Meminta dengan terus mendesak.Menyakiti orang yang diminta.

Silakan pertimbangkan, apakah meminta teman mentraktir kita masuk dalam mengemis seperti yang dipersyaratkan di atas? Anda sendiri bisa menjawabnya.

Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi:

Fatwa Islam Web, no. 150749

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi:
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Lulusan S-1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan S-2 Polymer Engineering (Chemical Engineering) King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Pernah menimba ilmu agama dari ulama besar seperti Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimi. Aktivitas: Pimpinan Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul dan Pengasuh Rumaysho.Com dan Penasihat Muslim.Or.Id.

Copyright 2014 Rumaysho.com / All rights reserved

Doamu Tak Kunjung Terkabul? Mungkin Ini Penyebabnya

By Athirah Mustajab

Saudariku, semoga Allah menyayangi diriku dan juga dirimu…. Melakukan kesalahan dalam berdoa bisa menjadi salah satu penyebab sehingga doa tak kunjung terkabul. Mengenali berbagai kesalahan dalam berdoa merupakan salah satu bentuk ikhtiar agar Allah berkenan mengabulkan doa kita.

Saudariku, semoga Allah memberi ilmu yang bermanfaat kepada diriku dan juga dirimu…. Tahukah engkau apa saja kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam berdoa?

1. Menyepelekan kekhusyukan dan perendahan diri di hadapan Allah ketika berdoa.

Allah ta'ala berfirman,

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

"Berdoalah kepada Rabbmu denganberendah diri dan suara yang lembut." (Q.S. Al-A'raf:55)

Allah ta'ala juga berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

"Sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) segala kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami." (Q.S. Al-Anbiya':90)

Seseorang yang berdoa seharusnya bersikap khusyuk, merendahkan diri di hadapan Allah, tawadhu', dan menghadirkan hatinya. Kesemua ini merupakan adab-adab dalam berdoa. Seseorang yang berdoa juga selayaknya memendam keinginan mendalam agar permohonannya dikabulkan, dan dia hendaknya tak henti-henti meminta kepada Allah. Seyogianya, dia selalu ingin menyempurnakan doanya dan memperbagus kalimat doanya, agar doa tersebut terangkat menuju Al-Bari (Dzat yang Maha Mengadakan segala sesuatu), dan itu dilakukannya hingga Allah mengabulkan doa itu.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits, yang sanadnya dinilai hasan oleh Al-Mundziri, dari Abdullah bin Umarradhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda, "Jika kalian berdoa kepada Allah maka berdoalah kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa doa tersebut akan dikabulkan. Sesungguhnya, Allah tidaklah mengabulkan doa seorang hamba, yang dipanjatkan dari hati yang lalai."

2. Putus asa, merasa doanya tidak akan terkabul, serta tergesa-gesa ingin doanya segera terwujud.

Sikap-sikap semacam ini merupakan penghalang terkabulnya doa. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,

يستجاب لأحدكم ما لم يعجل يقول دعوت فلم يستجب لي

"Doa yang dipanjatkan seseorang di antara kalian akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa. Dirinya berkata, 'Aku telah berdoa namun tidak juga terkabul.'"

Telah diketengahkan, bahwa seseorang yang berdoa sepatutnya yakin bahwa doanya akan dikabulkan, karena dia telah memohon kepada Dzat yang Paling Dermawan dan Paling Mudah Memberi.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

"Dan Rabbmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."

(Q.S. Al-Mu'min:60)

Barang siapa yang belum dikabulkan doanya, jangan sampai lalai dari dua hal:

Mungkin ada penghalang yang menghambat terkabulnya doa tersebut, seperti: memutus hubungan kekerabatan, bersikap lalim dalam berdoa, atau mengonsumsi makanan yang haram. Secara umum, seluruh perkara ini menjadi penghalang terkabulnya doa.Boleh jadi, pengabulan doanya ditangguhkan, atau dia dipalingkan dari keburukan yang semisal dengan isi doanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudriradhiallahu 'anhu,

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " ما من مسلم يدعو بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث : إما أن يعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الآخرة وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها " قالوا : إذن نكثر قال : " الله أكثر "

Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa yang tidak mengandung dosa dan tidak pula pemutusan hubungan kekerabatan, melainkan Allah akan memberinya salah satu di antara tiga hal: doanya segera dikabulkan, akan disimpan baginya di akhirat, atau dirinya akan dijauhkan dari keburukan yang senilai dengan permohonan yang dipintanya." Para shahabat berkata, "Kalau begitu, kami akan banyak berdoa." Rasulullah menanggapi, "Allah lebih banyak (untuk mengabulkan doa kalian)." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya'la dengan sanadjayyid; hadits ini berderajat sahih dengan adanya beberapa hadits penguat dari jalur 'Ubadah bin Shamit yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Hakim, serta dari jalur Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya.)

3. Berdoa dengan kedudukan Nabishallallahu 'alaihi wa sallam, serta bertawasul dengannya.

Tindakan ini merupakan salah satu bentuk bid'ah dan bentuk kelaliman dalam berdoa. Dasarnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkan cara berdoa semacam itu kepada seorang shahabat pun. Ini membuktikan bahwa berdoa dengan menggunakan kedudukan beliaushallallahu 'alaihi wa sallam dan bertawasul dengan para pemilik kedudukan adalah amalan bid'ah, serta merupakan sebuah cara ibadah baru yang dikarang-karang tanpa dalil. Demikian juga dengan segala bentuk sarana yang berlebih-lebihan (ghuluw) yang menyebabkan doa terhalang untuk terkabul.

Adapun riwayat,

اسألوا بجاهي فإن جاهي عند الله عظيم

"Bertawasullah dengan kedudukanku! Sesungguhnya, kedudukan sangat mulia di sisi Allah,"

maka riwayat ini merupakan sebuah kedustaan besar atas nama Nabishallallahu 'alaihi wa sallamtidak sahihdisandarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

4. Bersikap lalim dalam berdoa, misalnya: doa yang isinya perbuatan dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.

Sebagaimana tiga perkara yang disebutkan, perkara keempat ini juga menjadi salah satu penghalang terkabulnya doa seorang hamba. Sungguh, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,

سيكون قوم يعتدون في الدعاء

"Akan muncul sekelompok orang yang lalim dalam berdoa." (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan yang lainnya; hadits hasan sahih)

Allah ta'ala berfirman,

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

"Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut." (Q.S. Al-A'raf:55)

Contoh sikap lalim: berdoa agar bisa melakukan dosa, agar bencana ditimpakan, atau supaya hubungan kekerabatan terputus. Sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ما على الارض مسلم يدعو الله بدعوة إلا آتاه الله إياها ، أو صرف عنه من السوء مثلها ، ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم

"Di muka bumi ini, tidak ada seorang muslim pun yang memanjatkan doa kepada Allah melainkan Allah pasti akan memberi hal yang dipintanya atau Allah akan memalingkannya dari keburukan yang senilai dengan isi doanya, sepanjang dia tidak memohon doa yang mengandung dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan." (H.r. Turmudzi dan Ahmad; dinilai sebagai hadits hasan-shahih oleh Al-Albani)

Saudariku, bersabarlah dalam menanti terkabulnya doa, perbanyak amalan saleh yang bisa menjadi sebab terwujudnya doa, dan jauhi segala kesalahan yang bisa menyebabkan doa tidak kunjung terkabul. Semoga Allah merahmati kita ….

Kita pungkasi tulisan ini dengan memohon kepada Allah, agar Dia tidak menolak doa kita.

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, juga dari doa yang tidak terkabul."

(H.R. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa'i; hadits sahih)

***
muslimah.or.id
Penulis: Ummu Asiyah Athirah
Muraja'ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Maraji' (referensi):

Al-Minzhar fi Bayani Katsirin min Al-Akhtha' Asy-Syai'ah, karya Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syekh, terbitan Jami'ah Al-Imam Muhammad bin Su'ud Al-Islamiyyah, tahun 1413 H.Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, karya Syekh Al-Albani, Maktabah Asy-Syamilah.

SEBARKAN!

Adab dan DoaAdabDoa

Athirah Mustajab

Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, editor Pustaka Muslim, penulis di WanitaShalihah.com

Ada pertanyaan?

Dalil Tentang Lalai ShalatCerita Hikmah Islami Barokah JumatCara Mengajar Ngaji Ngejah Alquran,Kesahan Wali NikahMana Yg Lebih Penting Amal Baik Atau AqidahSemua Karena Allah Dlm Bahasa ArabSiap Saj Mahram Bagi Wanita MuslimMengeluh Mencegah Rezki,Kulit Merah Gatal Pada AnakMakna Dr Ibu, Ibu, Ibu, Kmudian AyahHukum Bagi Wanita Haid Membaca Arti AlquranTidur Selalu Mengigau Dalam Agama IslamArti Kalam AllahTidak Boleh Telanjang Depan SuamiGimana Cara Nabi Dalam Menuntut IlmuAdakah Minyak Wangi Yang Baunya Seperti DeolotionIkhlas Membantu Tetangga,Kasur Kena PipisAhli Syurga Sabda NabiHukum Memotong Kuku Pada Saat Haid Dalam Islam

© 2015 Yayasan Pendidikan Islam Al Atsary, Yogyakarta

Selasa, 12 April 2016

Tsalatsatul Ushul (2) : Ancaman Bagi Orang Yang Mendurhakai Rasulullah

Tsalatsatul Ushul (2) : Ancaman Bagi Orang Yang Mendurhakai Rasulullah

Allah-lah yang menciptakan kita dan memberi rizki kepada kita. Allah tidak membiarkan kita begitu saja dalam kebingungan

 11 April 2016
 2  433  0
3-tiga-landasan-agama-utama-syarh-tsalatsatul-ushul

    

Allah-lah yang menciptakan kita dan memberi rizki kepada kita. Allah tidak membiarkan kita begitu saja dalam kebingungan, tetapi mengutus kepada seorang rasul kepada kita, maka barangsiapa yang mentaati rasul tersebut akan masuk surga dan

barangsiapa yang mendurhakainya akan masuk neraka. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:

إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ رَسُولًا  (15)

فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا (16)

"Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul yang menjadi saksi terhadap kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul kepada fir'aun, maka fir'aun mendurhakai Rasul itu, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang berat" (QS. Al-Muzammil: 15-16).

Kesimpulan dalil

  1. Allah mengutus kepada kita seorang Rasul.
  2. Barangsiapa mentaati Rasul tersebut akan masuk surga, dan barangsiapa mendurhakainya akan masuk neraka.

Penjelasan dalil

  1. Untuk kesimpulan pertama, yaitu Allah mengutus kepada kita seorang Rasul. Hal ini karena Allah Ta'ala menjelaskan dalam ayat ke-15 bahwa Dia mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam) kepada kita.
  2.  Untuk kesimpulan kedua, yaitu barangsiapa yang mentaati rasul tersebut akan masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakainya akan masuk neraka. Hal ini karena dalam ayat ke-16 disebutkan bahwa ketika fir'aun mendurhakai Rasulullah Musa 'alaihis salaam, maka ia disiksa dengan siksaan yang berat, maka dianalogikan dengan orang yang mendurhakai Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dari kalangan umat ini.

Analogi tersebut tersebut berdasarkan dua alasan:

  1. Sebab yang sama, yaitu sama-sama durhaka. Kedurhakaan seseorang terhadap rasul yang diutus kepadanya itu mengakibatkan didapatkannya siksaan Allah. Hal ini berlaku pada semua manusia.
  2. Sunnatullah itu tetap dan tidak berubah, bahwa orang yang durhaka kepada rasul, siapapun orangnya, baik dari umat Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallammaupun dari umat Rasulullah Musa 'alaihis salaam akan mendapatkan siksa. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Abdullah Al-Fauzan dalam kitab Hushulul Ma`muul bi syarhi Tsalatsatil Ushul bahwa makna ayat di atas adalah Allah 'Azza wa Jalla mengutus seorang rasul kepada kalian, sebagaimana telah mengutus kapada fir'aun seorang rasul, lalu perhatikanlah bagaimana sikap fir'aun dan kaumnya kepada rasul tersebut (Rasulullah Musa 'alaihis salaam), karena Sunnatullah itu sama tidak berubah dan tidak berganti.

***

Penulis: Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

Salatsatul Ushul (1) : Ilmu Sebelum Berucap dan Beramal

Imam Al-Bukhari rahimahullahu ta'ala, bahwasanya harus berilmu sebelum berucap dan berbuat, berikut ini dalilnya

 9 April 2016
 11  349  0
3-tiga-landasan-agama-utama-syarh-tsalatsatul-ushul

    

Imam Al-Bukhari Rahimahullahu Ta'ala, menjelaskan tentang ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Beliau menjelaskan firman Allah berikut ini.

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

"Ketahuilah bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu" (QS. Muhammad: 19).

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan berilmu terlebih dahulu sebelum ucapan dan perbuatan.

Penjelasan

Kutipan penjelasan dari Imam Bukhari dalam kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut.

Dalil

Firman Allah Ta'ala,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

"Ketahuilah bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu" (QS. Muhammad: 19).

Kesimpulan Dalil

Ayat ini menunjukkan bahwa wajibnya mendahulukan berilmu sebelum berucap dan berbuat.

Maksudnya, seorang hamba dalam beragama Islam, sebelum berucap dan beramal, wajib untuk memiliki ilmu tentang apa yang akan diucapkan atau diamalkannya.

Alasan Pendalilan

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan terlebih dahulu untuk berilmu pada petikan ayat

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada sesembahan (yang haq) selain Allah."

Sebelum ucapan dan perbuatan, yang ditunjukkan oleh petikan ayat:

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

"Dan mohonlah ampunan atas dosamu".

Perintah istighfar di dalam ayat ini meliputi ucapan dan perbuatan, karena maksud istighfar disini adalah mencari sebab ampunan Allah, baik dengan ucapan istighfar yang diiringi amal hati berupa harapan terhadap ampunan Allah, maupun dengan melakukan perbuatan penyebab didapatkannya ampunan Allah, seperti bertaubat dan beramal salih. Tafsir istighfar yang seperti ini, disebutkan oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa'di rahimahullah dalam kitab Tafsirnya. Beliau menjelaskan bahwa firman Allah"Dan mohonlah ampunan atas dosamu"berarti kita diperintahkan mencari ampunan Allah atas dosa-dosa kita dengan melakukan sebab-sebab ampunan berupa bertaubat, berdo'a memohon ampun, melakukan kebaikan pelebur dosa, meninggalkan dosa, dan memaafkan.

Oleh karena itu, tepatlah dalil yang dibawakan Imam Al-Bukhari Rahimahullahu Ta'ala atas bab yang beliau susun, yaitu bab ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Demikian pula, benarlah apa yang diucapkan oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam kitabTsalatsatul Ushul di atas bahwa dalam ayat ini, Allah memerintahkan untuk berilmu terlebih dahulu sebelum ucapan dan perbuatan.

[bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

Sabtu, 09 April 2016

ADAB-ADAB MAKAN DAN MINUM

Oleh
Syaikh 'Abdul Hamid bin 'Abdirrahman as-Suhaibani

Adab-adab makan dan minum meliputi tiga hal; adab sebelum makan, adab ketika makan dan adab setelah makan.

1. Adab Sebelum Makan
a. Hendaknya berusaha (memilih untuk) mendapatkan makanan dan minuman yang halal dan baik serta tidak mengandung unsur-unsur yang haram, berdasarkan firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu…" [Al-Baqarah/2: 172]

b. Meniatkan tujuan dalam makan dan minum untuk menguatkan badan, agar dapat melakukan ibadah, sehingga dengan makan minumnya tersebut ia akan diberikan ganjaran oleh Allah.

c. Mencuci kedua tangannya sebelum makan, jika dalam keadaan kotor atau ketika belum yakin dengan kebersihan keduanya.[1]

d. Meletakkan hidangan makanan pada sufrah (alas yang biasa dipakai untuk meletakkan makanan) yang digelar di atas lantai, tidak diletakkan di atas meja makan, karena hal tersebut lebih mendekatkan pada sikap tawadhu'. Hal ini sebagaimana hadits dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata:

مَا أَكَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خِوَانٍ وَلاَ فِيْ سُكُرُّجَةٍ.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah makan di atas meja makan dan tidak pula di atas sukurrujah [2]." [HR. Al-Bukhari no. 5415]

e. Hendaknya duduk dengan tawadhu', yaitu duduk di atas kedua lututnya atau duduk di atas punggung kedua kaki atau berposisi dengan kaki kanan ditegakkan dan duduk di atas kaki kiri. Hal ini sebagaimana posisi duduk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang didasari dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:

لاَ آكُلُ مُتَّكِئًا إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ آكُلُ كَمَا يَأْكُلُ الْعَبْدُ وَأَجْلِسُ كَمَا يَجْلِسُ الْعَبْدُ.

"Aku tidak pernah makan sambil bersandar, aku hanyalah seorang hamba, aku makan sebagaimana layaknya seorang hamba dan aku pun duduk sebagaimana layaknya seorang hamba." [HR. Al-Bukhari no. 5399]

f. Hendaknya merasa ridha dengan makanan apa saja yang telah terhidangkan dan tidak mencela-nya. Apabila berselera menyantapnya, jika tidak suka meninggalkannya. Hal ini sebagaimana hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

مَا عَابَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعاَماً قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَ إِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan, apabila beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berselera, (menyukai makanan yang telah dihidangkan) beliau memakannya, sedangkan kalau tidak suka (tidak berselera), maka beliau meninggalkannya."[3]

g. Hendaknya makan bersama-sama dengan orang lain, baik tamu, keluarga, kerabat, anak-anak atau pembantu. Sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

اِجْتَمِعُوْا عَلَى طَعاَمِكُمْ يُبَارِكْ لَكُمْ فِيْهِ.

"Berkumpullah kalian dalam menyantap makanan kalian (bersama-sama), (karena) di dalam makan bersama itu akan memberikan berkah kepada kalian." [HR. Abu Dawud no. 3764, hasan. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 664]

2. Adab Ketika Sedang Makan
a. Memulai makan dengan mengucapkan, 'Bismillaah.'
Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى، فَإِذَا نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ.

"Apabila salah seorang di antara kalian hendak makan, maka ucapkanlah: 'Bismillaah', dan jika ia lupa untuk mengucapkan bismillaah di awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan: 'Bismillaah awwaalahu wa aakhirahu' (dengan menyebut Nama Allah di awal dan akhirnya)."[4]

b. Hendaknya mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

مَنَ أَكَلَ طَعَاماً وَقَالَ: اَلْحَمْدُ ِِللهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ، غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

"Barangsiapa sesudah selesai makan berdo'a: 'Alhamdulillaahilladzi ath'amani hadza wa razaqqaniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin (Segala puji bagi Allah yang telah memberi makanan ini kepadaku dan yang telah memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku),' niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu."[5]

c. Hendaknya makan dengan menggunakan tiga jari tangan kanan.[6]
Menyedikitkan suapan, memperbanyak kunyahan, makan dengan apa yang terdekat darinya dan tidak memulai makan dari bagian tengah piring, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ.

"Wahai anak muda, sebutlah Nama Allah (bismillaah), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu."[7]

Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pula:

الْبَرَكَةُ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوْا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوْا مِنْ وَسَطِهِ.

"Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggir-piring dan janganlah memulai dari bagian tengahnya."[8]

d.Hendaknya menjilati jari-jemarinya sebelum dicuci tangannya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَاماً فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا.

"Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai makan, maka janganlah ia mengusap tangannya hingga ia menjilatinya atau minta dijilatkan (kepada isterinya, anaknya)."[9]

e. Apabila ada sesuatu dari makanan kita terjatuh, maka hendaknya dibersihkan bagian yang kotornya kemudian memakannya. Berdasarkan hadits:

إِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمْ اللُّقْمَةُ فَلْيُمِطْ ماَ كَانَ بِهَا مِنْ أَذَى ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ.

"Apabila ada sesuap makanan dari salah seorang di antara kalian terjatuh, maka hendaklah dia membersihkan bagiannya yang kotor, kemudian memakannya dan jangan meninggalkannya untuk syaitan."[10]

d. Hendaknya tidak meniup pada makanan yang masih panas dan tidak memakannya hingga menjadi lebih dingin. Tidak boleh juga, untuk meniup pada minuman yang masih panas, apabila hendak bernafas maka lakukanlah di luar gelas sebanyak tiga kali sebagaimana hadits Anas bin Malik.

كَانَ يَتَنَفَّسُ فِي الشَّراَبِ ثَلاَثاً.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jika minum, beliau bernafas (meneguknya) tiga kali (bernafas di luar gelas)."[11]

Begitu juga hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu:

نَهَى عَنِ النَّفْخِ فِي الشُّرْبِ.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk meniup (dalam gelas) ketika minum."[12]

Adapula hadits dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhu:

نَهَى أَنْ يُتَنَفَّسَ فِي اْلإِناَءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيْهِ.

"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya."[13]

e. Hendaknya menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

"مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ حَسْبُ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ."

"Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya."[14]

f. Hendaknya memulai makan dan minum dalam suatu jamuan makan dengan mendahulukan (mempersilahkan mengambil makanan terlebih dahulu) orang-orang yang lebih tua umurnya atau yang lebih memiliki derajat keutamaan. Hal tersebut merupakan bagian dari adab yang terpuji. Apabila tidak menerapkan adab tersebut, maka berarti mencerminkan sifat serakah yang tercela.

g. Hendaknya tidak memandang kepada temannya ketika makan, dan tidak terkesan mengawasinya karena itu akan membuatnya merasa malu dan canggung. Namun sebaiknya menundukkan pandangan dari orang-orang yang sedang makan di sekitarnya dan tidak melihat ke arah mereka karena hal itu menyinggung perasaannya atau mengganggunya.

h. Hendaknya tidak melakukan sesuatu yang dalam pandangan manusia dianggap menjijikkan, tidak pula membersihkan tangannya dalam piring, dan tidak pula menundukkan kepalanya hingga dekat dengan piring ketika sedang makan, mengunyah makanannya agar tidak jatuh dari mulutnya, juga tidak boleh berbicara dengan ungkapan-ungkapan yang kotor dan menjijikkan karena hal itu dapat mengganggu teman (ketika sedang makan). Sedangkan mengganggu seorang muslim adalah perbuatan yang haram.

i. Jika makan bersama orang-orang miskin, maka hendaknya mendahulukan orang miskin tersebut. Jika makan bersama-sama teman-teman, diperbolehkan untuk bercanda, senda gurau, berbagi kegembiraan, suka cita dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika makan bersama orang yang mempunyai kedudukan, maka hendaknya ia berlaku santun dan hormat kepada mereka.

3. Adab Setelah Makan
a. Menghentikan makan dan minum sebelum sampai kenyang, hal ini semata-mata meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, menghindarkan diri dari kekenyangan yang menyebabkan sakit perut yang akut dan kerakusan dalam hal makan yang dapat menghilangkan kecerdasan.

b. Hendaknya menjilati tangannya kemudian mengusapnya atau mencuci tangannya. Dan mencuci tangan itu lebih utama dan lebih baik.

c. Memungut makanan yang jatuh ketika saat makan, sebagai bagian dari kesungguhannya dalam menerapkan adab makan dan hal itu termasuk cerminan rasa syukurnya atas limpahan nikmat yang ada.

d. Membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di sela-sela giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla dan berbicara dengan teman-temannya.

e. Hendaknya memuji Allah Azza wa Jalla setelah selesai makan dan minum. Dan apabila meminum susu, maka ucapkanlah do'a setelah meminumnya, yaitu:

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَزِدْنَا مِنْهُ.

"Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada apa-apa yang telah Engkau rizkikan kepada kami dan tambahkanlah (rizki) kepada kami darinya."[15]

Jika berbuka puasa di rumah seseorang, hendaklah dia berdo'a:-editor

اَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ.

"Telah berbuka di rumahmu orang-orang yang berpuasa, telah makan makananmu orang-orang baik dan semoga para Malaikat bershalawat (berdo'a) untukmu."[16]

[Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis 'Abdul Hamid bin 'Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M]
________
Footnote
[1]. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ وَإِذَا َأرَادَ أَنْ يَأْكُلَ غَسَلَ يَدَيْهِ

"Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu' terlebih dahulu dan apabila hendak makan, maka beliau mencuci kedua tangannya terlebih dahulu." [HR. An-Nasa-i I/50, Ahmad VI/118-119. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 390, shahih]

[2]. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam kitab Syamaa-il Muhammadiyyah hal. 88 no. 127 memberikan pengertian tentang sukurrujah yaitu piring kecil yang biasa dipakai untuk menempatkan makanan yang sedikit seperti sayuran lalap, selada dan cuka. Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (IX/532) berkata: "Guru kami berkata dalam Syarah at-Tirmidzi, "Sukurrujah itu tidak digunakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya karena kebiasaan mereka makan bersama-sama dengan menggunakan shahfah yaitu piring besar untuk makan lima orang atau lebih. Dan alasan yang lainnya adalah karena makan dengan sukurrujah itu menjadikan mereka merasa tidak kenyang."-penj.
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3563), Muslim (no. 2064) dan Abu Dawud (no. 3764).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3767), at-Tirmidzi (no. 1858), Ahmad (VI/143), ad-Darimi (no. 2026) dan an-Nasa-i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (no. 281). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 1965)
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4023), at-Tirmidzi (no. 3458), Ibnu Majah (no. 3285), Ahmad (III/439) dan al-Hakim (I/507, IV/192) serta Ibnu Sunni dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (no. 467). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 1984).
[6]. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْكُلُ بِثَلاَثِ أَصَابِعَ، فَِإذَا فَرَغَ لَعِقَهَا.

"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa makan dengan meng-gunakan tiga jari tangan (kanan) apabila sudah selesai makan, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjilatinya." [HR. Muslim no. 2032 (132), Abu Dawud no. 3848].-penj.

Tiga jari yang dimaksud adalah jari tengah, jari telunjuk dan ibu jari, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fat-hul Baari IX/577.-penj.
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5376), Muslim (no. 2022), Ibnu Majah (no. 3267), ad-Darimi (II/100) dan Ahmad (IV/26).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2031 (129)), Abu Dawud (no. 3772) dan Ibnu Majah (no. 3269). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami' (no. 379)
[9]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5456) dan Muslim (no. 2031 (129)).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2033 (135)), Abu Dawud (no. 3845) dan Ahmad (III/301). Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (no. 1404), karya Syaikh al-Albani.
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5631), Muslim (no. 2028), at-Tirmidzi (no. 1884), Abu Dawud (no. 3727).
[12]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1887), hasan. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1977), karya Syaikh al-Albani.
[13]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1888), Abu Dawud (no. 3728), Ibnu Majah (no. 3429), (Ahmad I/220, 309). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1977) , karya Syaikh al-Albani.
[14]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/132), Ibnu Majah (no. 3349), al-Hakim (IV/ 121). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1983), karya Syaikh al-Albani rahimahullah.
[15]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3730), at-Tirmidzi (no. 3451) dan an-Nasa-i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (no. 286-287). Dihasankan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Shahiih Jami'ush Shaghiir (no. 381). Lafazh ini terdapat dalam kitab Ihyaa' 'Uluumiddiin (II/6).
[16]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3854) dan Ibnu Majah (no. 1747). Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiih Abi Dawud (II/703).

Rabu, 06 April 2016

Kajian Kitābul Jāmi'

Bab Az-Zuhd Wal Wara'

LARANGAN MENJADI HAMBA DUNIA
Ustadz Firanda Andirja, MA
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Kita lanjutkan hadits yang ke-2 dari Bāb Az Zuhd wal Wara'.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "تَعِـسَ عَـبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَـمِ وَالْقَطِـيْفَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ." أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.

Dari Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu ia berkata: Rasūlullāh Sallallāhu 'Alayhi Wasallam bersabda:

"Celaka budak dinar dan budak dirham, dan budak kain qathīfah. Kalau diberikan dunia tersebut (entah dinar, dirham atau kain yang lembut tersebut) dia senang dan kalau tidak mendapatkan dunia tersebut diapun tidak rela (marah)."
(HR Bukhāri)

⇒ Qathīfah adalah kain yang lembut/halus, seperti kain yang terbuat dari sutra dan ada beludrunya atau semisalnya.

Para Ikhwān dan Akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini adalah ungkapan yang sangat indah dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Nabi memberitahukan kepada kita bahwasannya ternyata diantara hamba-hamba Allāh ada yang disebut/dinamakan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan nama:

• Hamba dinar
• Hamba dirham
• Hamba al qathīfah (hamba yang pekerjaannya hanya mencari kain yang indah)

Dan kenapa dinamakan "hamba"?

Karena benar-benar kehidupan mereka demi dinar dan dirham. Benar-benar tujuan kehidupan mereka adalah untuk mencari dunia semata.

Dan orang seperti ini disebut oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan تَعِـسَ (celaka).

Kenapa ? Karena dia bodoh.

Kehidupan dia ujungnya hanya ingin mencari dunia. Dia lupa bahwasannya dunia hanya sementara dan ada kehidupan yang abadi di akhirat kelak.

Kenapa dinamakan dengan "hamba"? Karena benar-benar dia penyembah harta, harta yang mengaturnya.

Dia menyangka tatkala mengumpulkan harta, dia akan menguasai dan mengatur harta tersebut.

Namun pada hakikatnya, sewaktu mengumpulkan harta tersebut dia sebenarnya sedang menyembah harta.

Kenapa ? Karena harta yang mengatur kehidupannya.

Kalau harta mengatakan:
"Kau ingin meraihku, dengan meninggalkan shalāt."
⇒ Maka dia akan meninggalkan shalat.

"Kau bisa meraihku jika dengan durhaka kepada orangtua."
⇒ Maka dia akan durhaka kepada orangtua.

"Kau bisa mendapatkan aku jika kau memutuskan tali silaturahmi atau bermusuhan dengan shahābatmu."
⇒ Maka dia akan lakukan.

Dan ini adalah para penyembah harta.

Dan orang-orang seperti ini rela untuk:
• Ribut dengan orangtua dan teman
• Meninggalkan shalāt
• Berbuat zhalim

Demi untuk mendapatkan secercah dinar dan dirham.
Oleh karenanya, orang seperti ini kehidupannya diatur oleh harta.

Kalau harta mengatakan: "Tunda shalāt !", maka dia akan tunda shalāt
⇒ Dengan demikian berarti:
⑴ Dia penyembah dinar bukan penyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⑵ Dia menyangka menguasai dinar padahal dinar yang menguasainya.
⑶ Kehidupan dia orientasinya hanyalah dunia.

فَإِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ

"Kalau dia diberi harta dia senang."
⇒ Karena itulah yang dia cari.

وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

"Kalau tidak mendapat harta (sementara sudah kecapekan mencari harta) maka dia marah."
⇒ Karena orientasinya adalah dunia.

Dan ini sama seperti sifat orang-orang Munāfiq yang Allāh sebutkan dalam surat At Taubah.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَمِنْهُمْ مَنْيَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

"Diantara mereka ada yang mencela engkau (wahai Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam) tatkala engkau membagi-bagikan harta sedekah (zakat).

Kalau mereka diberi (melihat dari) harta tersebut mereka senang (gembira). Dan jika mereka tidak diberi dari harta tersebut mereka pun marah."
(QS At Taubah: 58)

Orang-orang Munāfiq, mereka mencela Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam pembagian harta.

Mereka mencela Nabi bukan karena mereka memiliki ide yang lebih bagus dalam masalah pembagian (distribusi), bukan.

Seseorang mungkin memiliki distribusi yang jelek sehingga dikatakan, "Bukan begitu caranya, namun ada cara yang lebih baik."

Sehingga mungkin wajar jika ada celaan tersebut.

Akan tetapi, ternyata orang-orang Munāfiq mencela Nabi bukan karena cara distribusi yang keliru, tetapi karena mereka tidak dapat bagian.
⇒ Marahnya mereka karena tidak dapat bagian.

Dan ini terkadang dilakukan oleh sebagian orang.

Mereka menampakkan kemarahan (pencelaan) seakan akan karena Allāh, tetapi ternyata bukan, melainkan karena mereka tidak dapat bagian.

Oleh karenanya, seseorang hendaknya menjauhkan diri dari sifat-sifat munafik dan berusaha untuk beramal yang orientasinya bukan dunia tetapi karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bahkan sebagian ulama seperti Syaikh 'Ali Bassam rahimahullāh menyebutkan:

◆ Jika seorang, misalnya bekerja dalam kegiatan agama,

⇒ Mungkin dia sebagai ustadz, muadzdzin, pengajar TPA, penulis buku-buku agama, berdakwah, tugas agama apa saja.

Dan dia mendapat upah/gaji, kalau dia menjadikan upah/gaji ini sebagai tujuan utamanya (mengumpulkan harta dengan wasilah agama), maka ini sangat tercela.

Sesungguhnya dia adalah hamba dinar dan hamba dirham.

◆ Akan tetapi jika dia menerima upah tersebut dari kegiatan agama yang dia kerjakan dan hanya sebagai sarana agar dia bisa:
• Terus beribadah kepada Allāh
• Memenuhi kebutuhan anak & istrinya dalam rangka menjalankan ibadah kepada Allãh

Maka ini in syā Allāh  sama sekali tidak tercela, niatnya tulus.

Ingat, asal niatnya harus disambung, jangan berhenti kepada hanya ingin memiliki dunia, tidak.

Tetapi niatnya harus bersambung sehingga dunia tersebut hanyalah sebagai sarana untuk:
✓ Bisa terus beribadah kepada Allāh
✓ Menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai hamba di atas muka bumi ini.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita hamba Allāh yang hakiki, bukan menjadi hamba dinar, hamba dirham, hamba dollar, hamba rupiah atau hamba dunia-dunia yang lainnya.

والله تعالى أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________________

SaranKritik@bimbinganislam.com

RINGKASAN TANYA JAWAB TABLIGH AKBAR “MENCINTAI WALI-WALI ALLAH TA’ALA”

[Asy-Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahumallah]

📥 Pertanyaan Pertama: Apa Makna Hadits Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam: Aku adalah Wali bagi Orang yang Tidak Punya Wali?

📤 Jawab: Makna wali dalam dalil-dalil syar'i memiliki bermacam makna, diantaranya:

1. Waliyul amr, walinya urusan, artinya pemerintah, karena pemerintah mengurus urusan-urusan negara dan masyarakat.

2. Orang tua juga disebut wali karena mengurusi keluarganya.

3. Wali maalil yatiim, artinya yang mengurus harta anak yatim.

4. Adapun hadits "Aku adalah Wali bagi Orang yang Tidak Punya Wali" maknanya: Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali untuk menikahkannya.

5. Demikian pula pemerintah atau yang ditugaskan oleh pemerintah (seperti lembaga KUA, pen) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali untuk menikahkannya.

📥 Pertanyaan Kedua: Mengapa Allah Tidak Menolong Kaum Muslimin yang Tertindas di Sebagian Negeri?

📥 Jawab: Sesungguhnya Allah benar janji-Nya, tidak akan mengingkari janji, akan tetapi Allah belum menolong sebagian kaum muslimin karena kesalahan mereka sendiri yang menyelisihi syari'at-Nya. Adapun orang yang menunaikan dan mengamalkan kewajiban maka Allah pasti menolongnya.

✅ Allah 'azza wa jalla berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

🌴 "Dan apa saja musibah yang menimpa kalian, maka itu adalah akibat dosa-dosa kalian, dan Allah memaafkan banyak dosamu." [Asy-Syuro: 30]

📥 Pertanyaan Ketiga: Bolehkah Ngalap Berkah dari Wali?

📤 Jawab: Keberkahan itu dari Allah bukan dari wali, sebagaimana firman Allah tentang ucapan Nabi Isa 'alaihissalaam,

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ

🌴 "Dan Allah menjadikan aku diberkahi di mana pun aku berada." [Maryam: 31]

لا تنال البركة إلا من الله بلزوم طاعته ولا تطلب إلا من الله سبحانه وتعالى فإن الله جل وعلا هو الذي يبارك من شاء من عباده وأما طلبها من غير الله كالموتى فهذا من اتخاذ الأولياء من دون الله

🌴 "Keberkahan tidak mungkin diraih kecuali dari Allah dengan cara menaati-Nya, dan tidak boleh dimintakan kecuali kepada-Nya, karena Allah 'azza wa jalla Dialah yang memberkahi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Adapun meminta berkah dari selain-Nya seperti kepada orang-orang yang sudah mati maka termasuk menjadikan orang-orang yang mati tersebut sebagai para wali yang disembah selain Allah (maka termasuk syirik)."

📥 Pertanyaan Keempat: Apakah Para Wali Maksum (Suci dari Dosa)?

📤 Jawab: Para wali tidak maksum, tetapi apabila mereka melakukan dosa maka mereka segera bertaubat kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

🌴 "Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." [Ali Imron: 135]

والحمد لله رب العالمين

✍ [Tabligh Akbar "Mencintai Wali-wali Allah" di Masjid Istiqlal, Jakarta Indonesia, 25 Jumadal Akhirah 1437 / 3 April 2016]

✍ Peringkas: Sofyan Chalid bin Idham Ruray -ghafarallaahu lahu wa 'afaa 'anhu (semoga Allah mengampuni dan memaafkannya)-.

🌐 Sumber: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/592825150866971:0

🌐 Link Terkait:

💻 https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/592523527563800:0

💻 https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/592089984273821:0

══════ ❁✿❁ ══════

➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama⤵

📡Markaz Ta'awun Dakwah dan Bimbingan Islam:
📮Gabung Channel Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
📲Gabung Group WA: 08111377787
🌍www.facebook.com/taawundakwah
🌐www.taawundakwah.com
📱PIN BB: 5D4F8547
🎬Youtube: Ta'awun Dakwah⁠⁠

Senin, 04 April 2016

RINGKASAN TABLIGH AKBAR "MENCINTAI WALI-WALI ALLAH 'AZZA WA JALLA"

📝 Asy-Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahumallah

📙 Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Assalaamu'alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh,

إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.

وأَشْهَدُ أنْ لَا إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.

➡ Sungguh ini adalah saat-saat yang sangat indah, perjumpaan di rumah Allah, tempat yang paling dicintai Allah dalam rangka melakukan ibadah yang sangat agung yaitu menuntut ilmu agama. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَه

"Dan tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah; membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka dan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya." [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

Ucapan terima kasih kepada para tokoh yang membantu kegiatan ini; Bpk. Patrialis Akbar dan Bpk. Maftuh Basyuni, serta Radio Rodja sebagai panitia, dan pujian untuk masyarakat Indonesia yang pada umumnya berakhlak mulia.

Kita masuk dalam pembahasan "Mencintai wali-wali Allah", dan kita awali dengan berdoa kepada Allah agar dihilangkan dari hati kita kebencian terhadap wali-wali Allah dan kita bermohon agar dikaruniakan cinta kepada Allah dan cinta terhadap orang-orang yang mencintai-Nya.

Cinta kepada wali-wali Allah adalah ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, yang merupakan ikatan terkuat dan akan menyempurnakan iman kita. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْمُوَالَاةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللهِ

"Ikatan iman yang paling kuat adalah bersikap loyal karena Allah dan memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah." [HR. Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas radhiyllahu'anhuma, Ash-Shahihah: 998]

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ

"Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan karena Allah, maka dia telah menyempurnakan keimanan." [HR. Abu Daud dari Abu Umamah radhiyallahu'anhu, Ash-Shahihah: 380]

Diantara doa Nabi shallallahu'alaihi wa sallam,

أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

"Ya Allah aku memohon anugerah kecintaan kepada-Mu, dan kecintaan terhadap orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan terhadap amalan yang mendekatkan kepada cinta-Mu." [HR. At-Tirmidzi dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu'anhu, Takhrijul Misykah: 60]

Termasuk kecintaan terhadap orang yang mencintai Allah dalam hadits ini adalah mencintai wali-wali Allah.

Dan apabila cinta kepada wali-wali Allah adalah ibadah maka sebaliknya, membenci wali-wali Allah adalah dosa yang sangat besar, dan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya memiliki penyakit hati dan adanya masalah dalam keimanannya, dan dia terancam peperangan dari Allah sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta'ala berfirman,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ

"Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka aku umumkan perang terhadapnya." [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

Firman Allah "Aku umumkan perang terhadapnya" menunjukkan bahwa memusuhi wali Allah adalah dosa yang sangat besar.

KEWAJIBAN TERHADAP WALI ALLAH TA'ALA

Kewajiban seorang muslim terhadap para wali Allah terdapat dalam ayat,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: Wahai Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [Al-Hasyr: 10]

Dalam ayat yang mulia ini terdapat keterangan dua perkara penting yang harus kita miliki terhadap wali-wali Allah;

Pertama: Selamatnya lisan, tidak mencela wali-wali Allah, tetapi hendaklah mendoakan mereka.

Kedua: Selamatnya hati, tidak membenci dan tidak pula dengki terhadap wali-wali Allah.

Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu'anhuma,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ» ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ، نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: «هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ»

"Dikatakan kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam: Siapakah manusia yang paling mulia? Beliau bersabda: Setiap orang yang murni hatinya dan jujur lisannya. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, orang yang jujur lisannya telah kami ketahui, namun siapakah orang yang murni hatinya? Beliau bersabda: Orang yang hatinya bertakwa, bersih, tidak melakukan dosa, tidak zalim, tidak membenci dan dan tidak dengki." [HR. Ibnu Majah, Ash-Shahihah: 948]

MENGENAL WALI-WALI ALLAH TA'ALA

Sangat penting mengenal wali-wali Allah agar tidak tertipu dengan orang-orang yang mengaku-ngaku wali, dan ini termasuk perkara penting dalam aqidah;

1. Wali yang paling utama adalah para nabi dan rasul 'alaihimussalaam.

2. Para pengikut mereka dengan baik, terutama para sahabat nabi shallallahu'alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah ta'ala,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

"Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia." [Ali Imron: 110]

Oleh karena itu wali yang paling mulia adalah Abu Bakr, kemudian Umar bin Khattab dan seluruh sahabat radhiyallahu'anhum ajma'in.

3. Para pengikut mereka dengan baik dari generasi setelah mereka (sampai hari kiamat).

MAKNA WALI

Wali dari kata 'walayah' yang bermakna 'qurb' dekat, sedangkan aduw (musuh) dari kata 'adaawah' yang bermakna 'bu'dun' jauh, maka para wali senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, sehingga para wali bertingkat-tingkat derajatnya sesuai kedekatan mereka kepada Allah, sebagaimana firman Allah,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." [Al-Isra': 57]

SIFAT-SIFAT WALI ALLAH

Allah ta'ala telah mengabarkan sifat-sifat wali Allah dalam firman-Nya,

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu (menjelang wafat) tidak ada kekhawatiran mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." [Yunus: 62-64]

Dua Sifat Wali Allah dalam Ayat yang Mulia Ini:

Pertama: Beriman, yaitu mengimani uluhiyah, rububiyyah dan asma' was shifaat Allah 'azza wa jalla, dan mengimani semua yang Allah wajibkan untuk diimani, terutama rukun iman (lihat surat Al-Baqoroh: 177, 285).

Kedua: Bertakwa, yaitu shalih hati seorang wali dengan aqidah yang benar dan lurus anggota tubuhnya dengan melakukan amal-amal shalih dan menjauhi yang haram. Oleh karena itu salah seorang ulama (Thalq bin Habib rahimahullah) menafsirkan makna takwa,

أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله رواه أحمد وابن أبي الدنيا

"Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah, dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau takut azab Allah." (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya)." [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]

Sehingga para ulama berkata,

من كان مؤمنا تقيا كان لله وليا

"Barangsiapa yang beriman serta bertakwa maka dialah wali Allah."

Pahamilah ayat ini (Yunus: 62-64) agar engkau tahu siapa wali Allah. Maka wali Allah bukan gelar yang boleh kita berikan kepada siapa saja, bukan pula pakaian yang dapat dikenakan oleh siapa pun, melainkan iman dan takwa kepada Allah 'azza wa jalla.

Tidak ada seragam khusus bagi wali, karena wali yang paling tinggi, yaitu Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam mengenakan pakaian sebagaimana umumnya para sahabat yang lain.

HADITS TENTANG WALI

Hadits yang paling shahih dan paling mulia tentang wali sehingga dinamakan "Hadits Wali" adalah sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

"Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya, dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan satu amalan yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan atasnya, dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku pun mencintainya. Dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku pengihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku tangannya yang dia gunakan untuk memegang dan Aku kakinya yang dia gunakan untuk melangkah, dan apabila dia meminta kepada-Ku maka sungguh akan Aku kabulkan, dan apabila dia memohon perlindungan kepada-Ku maka sungguh akan Aku lindungi." [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

Derajat Wali Dalam Hadits yang Mulia Ini Dua Tingkatan:

1. Al-Muqtashidhin, orang-orang yang pertengahan, yaitu yang mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhuma berkata,

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النُّعْمَانُ بْنُ قَوْقَلٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَةَ، وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلَالَ، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ

"An-Nu'man bin Fauqal radhiyallahu'anhu pernah datang kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, apabila aku melakukan sholat wajib, mengharamkan yang haram dan menghalalkan yang halal, apakah aku akan masuk surga? Maka Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: Iya." [HR. Muslim]

2. Al-Muqorrobin; As-Saabiqiina bil Khairoot, orang-orang yang didekatkan kepada Allah; yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan, yaitu yang memperbanyak amalan-amalan sunnah setelah menjaga amalan-amalan wajib, sebagaimana terdapat dalam surat Al-Insan, Al-Waqi'ah, Al-Muthafifin dan Fathir, diantaranya firman Allah ta'ala,

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu bersegera berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar." [Fathir: 32]

Jadi, para wali adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sehingga para wali bisa saja seorang petani, karyawan pabrik, pedagang, ahli ibadah di masjid, da'i, ulama, dan ulama tingkatan wali yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ، كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Sungguh keutamaan orang yang berilmu di atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan di malam purnama di atas seluruh bintang-bintang, dan sungguh para ulama adalah pewaris para nabi, dan sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang melimpah." [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda' radhiyallahu'anhu, Shahihul Jaami': 6297]

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata,

إِنْ لَمْ يَكُنِ الْفُقَهَاءُ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ فِي الْآخِرَةِ فَمَا لِلَّهِ وَلِيُّ

"Apabila para ulama ahli fiqh bukan para wali Allah di akhirat, maka Allah tidak memiliki wali kalau begitu." [Al-Faqih wal Mutafaqqih lil Khathib Al-Baghdadi, 1/36]

BAROMETER HARIAN SEORANG WALI

Barometer harian seorang wali adalah menjaga sholat lima waktu di masjid bagi laki-laki, serta senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang haram.

Siapa yang mengatakan wali adalah mereka yang telah sampai pada derajat tidak lagi wajib mengamalkan agama maka mereka itu adalah orang-orang yang sesat, karena Allah berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

"Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu keyakinan (kematian)." [Al-Hijr: 99]

BANTAHAN TERHADAP SYUBHAT

Mereka malah mengira maksud keyakinan dalam ayat ini adalah derajat tertentu yang dapat mereka capai, setelah itu mereka tidak wajib lagi beribadah, padahal yang dimaksud adalah kematian, selaras dengan firman Allah pada ayat yang lain,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuai dalam keadaan sebagai orang-orang Islam (yang berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya)." [Ali Imron: 102]

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam pernah tersenyum menyaksikan para sahabat yang rajin sholat di masjid, inilah gambaran para wali Allah 'azza wa jalla, senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Adapun anggapan bahwa para wali tidak wajib lagi beribadah maka termasuk kesesatan dan khurafat, bahkan sebagian mereka mengatakan bahwa wali tidak perlu berhaji ke kakbah, melainkan kakbah yang akan mendatanginya. Sampai-sampai mereka membahas apabila kakbah pergi mendatangi para wali maka ke arah mana manusia akan sholat?

Kata mereka ada dua pendapat:

1. Tetap sholat menghadap tempat aslinya ka'bah.

2. Mencari ka'bah ke mana perginya.

Lihatlah khurafat dan kesesatan ini. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ

"Hanyalah yang aku khawatirkan atas umatku, adanya para tokoh yang menyesatkan." [HR. Abu Daud dari Tsauban radhiyallahu'anhu, lihat Ash-Shahihah: 1582]

TANDA SEORANG WALI

Tanda para wali adalah tidak suka mensucikan dan membanggakan diri. Allah ta'ala berfirman,

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

"Maka janganlah kamu mensucikan diri-dirimu sendiri, Allah yang lebih tahu siapa yang bertakwa." [An-Najm: 32]

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu'anha berkata,

يا رسول الله، { وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ } ، هو الذي يسرق ويزني ويشرب الخمر، وهو يخاف الله عز وجل؟ قال: "لا يا بنت أبي بكر، يا بنت الصديق، ولكنه الذي يصلي ويصوم ويتصدق، وهو يخاف الله عز وجل

"Wahai Rasulullah, (tentang firman Allah ta'ala) "Dan orang-orang yang telah memberikan apa yang telah mereka beri, dan hati-hati mereka dalam keadaan takut" apakah yang dimaksud adalah orang yang mencuri, berzina dan minum khamar, sehingga ia takut kepada Allah 'azza wa jalla? Beliau bersabda: Tidak wahai anaknya Abu Bakr, wahai anaknya Ash-Shiddiq, akan tetapi ia adalah orang yang sholat, berpuasa dan bersedekah, maka ia takut kepada Allah 'azza wa jalla (akan tidak diterimanya ibadah yang ia kerjakan)." [HR. Ahmad]

Demikianlah para wali Allah adalah orang-orang yang melakukan amalan yang terbaik dan mereka khawatir amalannya tersebut tidak akan diterima. Lihatlah kekasih Allah; Nabi Ibrahim 'alaihissalaam yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an,

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): Wahai Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [Al-Baqoroh: 127]

Perhatikanlah ayat yang mulia ini, Nabi Ibrahim kekasih Allah yang Maha Penyayang, melakukan amalan yang diperintahkan dan dicintai Allah, tapi beliau masih khawatir amalannya tidak diterima sehingga beliau berdoa kepada Allah agar diterima. Maka bagaimana dengan kita?!

MEMILIKI KEMAMPUAN LUAR BIASA BUKAN SYARAT WALI

Sesuatu yang luar biasa bukanlah syarat wali, karena setan pun bisa melakukannya (seperti tenaga dalam dan ilmu kebal adalah termasuk permainan setan, pen).

Karomah para wali memang ada, tetapi karomah itu bisa jadi untuk hujjah dan bisa jadi pula karena adanya haajah (kebutuhan). Hujjah artinya untuk menunjukkan kebenaran para wali, sedangkan haajah artinya karena para wali tersebut membutuhkannya maka Allah menolong mereka. Dan ketahuilah,

أعظم الكرامة لزوم الاستقامة

"Sebesar-besarnya karomah para wali adalah senantiasa istiqomah (teguh dalam kebenaran)."

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

فَإِن اشْتبهَ عَلَيْك فاكشفه فِي ثَلَاثَة مَوَاطِن فِي صلَاته ومحبته للسّنة وَأَهْلهَا ونفرته عَنْهُم ودعوته إِلَى الله وَرُسُله وَتَجْرِيد التَّوْحِيد والمتابعة وتحكيم السّنة فزنه بذلك لَا تزنه يُحَال وَلَا كشف وَلَا خارق وَلَو مَشى على المَاء وطار فِي الْهَوَاء

"Apabila tersamar atasmu tentang seseorang maka singkaplah dia dalam tiga keadaan:

(1) Sholatnya,

(2) Kecintaannya kepada Sunnah dan pengikutnya, dan (ataukah) kebenciannya kepada mereka,

(3) Dakwahnya kepada Allah dan Rasul-Nya serta pemurnian tauhid, ittiba' (peneladanan kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam) dan berhukumnya kepada Sunnah.

Ukurlah dengan tiga perkara ini, janganlah kamu ukur dengan keadaan yang lain, jangan pula dengan kasyaf (sok tahu perkara ghaib), dan jangan pula dengan kemampuan luar biasa, walau dia bisa berjalan di atas air atau terbang di udara." [Ar-Ruh, hal. 265]

Maka wali adalah orang yang mengamalkan dua kalimat syahadat, yaitu syahadat laa ilaaha illallaah dengan mentauhidkan Allah dan syahadat Muhammad Rasulullah dengan meneladani Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam.

BUKU-BUKU TERKAIT PEMBAHASAN WALI

1. Qothru Al-Wali fi Syarhi Haditsil Wali, karya Asy-Syaukani rahimahullah.

2. Syarah Al-'Arba'in An-Nawawiyyah karya An-Nawawi rahimahullah dalam pembahasan hadits wali namun singkat.

3. Syarah Al-'Arba'in An-Nawawiyyah karya Ibnu Rajab rahimahullah yang berjudul Jaami'ul Ulumi wal Hikam dalam pembahasan hadits wali secara lebih detail.

4. Al-Furqon bayna Auliyair Rohman wa Auliyaais Syaithon, karya Ibnu Taimiyah yang sangat bagus sekali dalam membahas perbedaan antara wali Allah dan wali setan.

NASIHAT PENUTUP

Pertama: Bersemangatlah dan berjuanglah untuk menjadi wali Allah 'azza wa jalla.

Kedua: Perbanyaklah berdoa kepada Allah ta'ala, karena hidayah dan anugerah menjadi wali di tangan Allah 'azza wa jalla.

Ketiga: Cintailah orang-orang shalih dan jangan membenci mereka.

Keempat: Hendaklah engkau menuntut ilmu syar'i, yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, karena dengan ilmu akan dapat dibedakan antara yang benar dan salah, maka luangkanlah waktumu setiap hari untuk menuntut ilmu syar'i.

Kelima: Bertemanlah dengan orang-orang shalih.

Keenam: Jauhi pintu-pintu kejelekan dan berhati-hatilah dari berbagai macam perangkap kesesatan, termasuk website-website internet dan channel-channel yang merusak.

Ketujuh: Hisablah dirimu sebelum Allah 'azza wa jalla menghisabmu.

الحمد لله رب العالمين

✍ [Tabligh Akbar "Mencintai Wali-wali Allah" di Masjid Istiqlal, Jakarta Indonesia, 25 Jumadal Akhirah 1437 / 3 April 2016]

✍ Peringkas: A, -Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray -ghafarallaahu lahu wa 'afaa 'anhu (semoga Allah mengampuni dan memaafkannya)-.

💻 Sumber: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/592089984273821:0

Minggu, 03 April 2016

Buatlah Kedua Orang Tuamu Bahagia

🌾 Buatlah Kedua Orang Tuamu Bahagia

Oleh:Ustadz Ahmad Ferry Nasution

Wahai saudara-saudariku...

Lihatlah keadaan orang tuamu saat ini...

Perhatikanlah raut wajahnya yang sudah mulai berkeriput...

Yang sudah mulai melemah...

Yang saat ini mereka sangat membutuhkan perhatian yang sangat besar darimu...

Wahai saudari-saudariku,

Apa lagi yang engkau tunggu saat ini?

Bahwa jalan-jalan kebaikan yang akan membawamu ke surga ada dihadapanmu.

Bersegeralah berbuat baik kepada kedua orang tuamu.

Ingatlah wahai saudaraku,

Seandainya dirimu mengerahkan seluruh harta dan tenagamu untuk berbakti kepada mereka, niscaya kebaikanmu tidak akan mampu menyaingi kebaikan mereka yang telah mendidik dan merawatmu saat dirimu masih kecil.

Wahai saudaraku...

Bergegaslah untuk mengunjungi mereka andai engkau telah lama tak menjumpainya. ..

Bersegeralah untuk menelepon mereka andai lama engkau tak mendengar kabar darinya…

Rawatlah mereka dengan penuh ketulusan darimu, sebagaimana mereka sangat tulus merawat dirimu semenjak dirimu kecil.

Bersihkan kotoran yang melekat pada badan dan pakaian mereka dengan penuh kasih sayang serta suapkan nasi ke mulutnya andai mereka telah tua renta…

Wahai saudara-saudariku..

Ciumlah kening mereka dengan penuh cinta kasih serta ketulusan yang timbul dari hatimu dan harapkanlah pahala dari Allah atas segala baktimu.

Saudaraku..

Janganlah dirimu memperlakukan kedua orang tuamu layaknya seorang pembantu yang bisa kau suruh untuk menbantu pekerjaan rumah tanggamu.

Segeralah meminta maaf andai engkau pernah mengucapkan kata-kata dan berlaku kasar yang membuat mereka tak ridha denganmu...

Selengkapnya di
http://m.salamdakwah.com/baca-artikel/buatlah-kedua-orang-tuamu-bahagia.html
                                                                                     
🌎 www.salamdakwah.com
📺 SalwaTV  https://goo.gl/aRjNzn

Jumat, 01 April 2016

Dasyatnya Shalat Subuh Berjamaah

Masyaallah,
Masih Enggan Shalat Subuh Berjamaah ??? Anda Akan Tercengang Dengan 6 Hal Ini

Pemahaman akan pentingnya suatu amalan beribadah yaitu satu keutamaan. Satu diantara karena kemalasan adalah ketidaktahuan. Beberapa orang bodoh akan malas melakukan amalan seagung apapun, karena tidak tahu ganjaran yg terdapat di dalamnya. Bahkan juga, sebatas tahu saja tidak cukup utk jadikan motivasi. Pengetahuan harus beralih jadi pemahaman agar hal itu memiliki daya gedor dalam diri seseorang.

Jika hingga saat ini Anda masih tetap malas mengerjakan shalat Subuh berjamaah, mungkin sebab kemalasan. Bila Anda tetaplah malas kerjakan shalat Subuh berjamaah, mungkin saja karena ketidaktahuan. Cermati 6 hal berkaitan shalat Subuh berjamaah berikut ini, pasti Anda akan tercengang!

Setara dgn Shalat Sunnah Semalam Penuh

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Barang siapa yg kerjakan shalat Isya' berjamaah, jadi dia seperti kerjakan shalat sunnah setengah malam. & siapapun yg membangun shalat Subuh berjamaah, dianya seperti membangun shalat sunnah semalam penuh. "

Adakah Anda dapat membangun shalat sunnah selama malam tak dengan istirahat? Adakah yg kuat berdiri, rukuk, & sujud tanpa ada jeda mulai sejak selesai shalat Isya' hingga masuk waktu Subuh? Seandainya tidak, menjadikan shalat Subuh berjamaah sbg satu diantara amalan unggulan Anda.

Selalu dalam Penjagaan Allah Ta'ala

Masih tetap dalam kisah Imam Muslim Rahimahullah, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyampaikan nasehat, "Siapa saja yg membangun shalat Subuh, jadi dia selalu ada dalam penjagaan Allah Ta'ala. "

Adakah penjagaan yg tambah baik dari penjagaan Allah Ta'ala? Adakah yg dapat membahayakan apabila Allah Ta'ala melindungi hamba itu?

Di beri Sinar yg Sempurna pada Hri Kiamat

"Berilah berita senang, " tutur Rasulullah Al-Musthafa, "kepada beberapa orang yg melangkahkan kaki di kegelapan (malam) menuju tempat beribadah bersama sinar yg sempurna pada Hri Kiamat. "

Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi & Imam Ibnu Majah Rahimahumullah ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memberi jaminan berbentuk kesempurnaan cahaya di Hri Kiamat pada umatnya yg teguh membangun shalat Subuh berjamaah, menembus gelap menuju masjid waktu sebahagian besar manusia lelap dalam  lupa tidurnya.

Ditanggung Masuk Surga

Diriwayatkan dengan cara Muttafaq 'alaih, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Siapa saja yg membangun shalat Isya' & shalat Subuh (lewat cara berjamaah), jadi ia akan dimasukkan kedalam surga. "

Dua shalat ini jadi paling utama karena berada disaat malam. Tak Cuma gelap, di sewaktu itu, manusia cenderung bermalas-malasan karena capek bekerja di siang harinya. Sebab hal itu juga, dua saat shalat ini jadikan satu diantara parameter, apakah seseorang dimaksud sbg munafiq atau mukmin.

"Tidak akan masuk neraka, " sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam seperti diriwayatkan oleh Imam Muslim Rahimahullah, "orang yg membangun shalat sebelumnya matahari terbit & sebelumnya matahari tenggelam. "

Yaitu shalat Subuh & shalat Ashar. Dalam dua saat ini, manusia memiliki kecenderungan lupa. Di sewaktu Ashar, banyak yg berdalih sibuk atau tanggung karena ada dalam perjalanan pulang selepas bekerja. Sedang disaat Subuh juga seringkali digunakan alasan kalau seorang sudah harus bergegas menjemput urusan dunianya.

Hingga, golongan Muslimin yg tentukan mengutamakan dua tentang ini di pastikan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dgn bebas dari neraka. Bila bebas dari neraka, surgalah tempat rehat baginya.

Lebih Baik dari Seisi Dunia

"Dua rakaat shalat sunnah Fajar, " tutur Sayyidina Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam seperti diriwayatkan oleh Imam Muslim Rahimahullah, "lebih baik dari dunia & seisinya. "

Adakah di dunia ini manusia dgn kekayaan tambah baik dari dunia & seisinya? Hingga ketahuilah, kalau kekayaan yg tambah baik dari itu dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pada umatnya yg bergegas membangun shalat sunnah Fajar atau qabliyah Subuh. Hanya dua rakaat.

Keutamaan yg besar

"Jika beberapa orang tahu suatu hal yg terdapat dalam shalat Isya' & shalat Fajar, " ucap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam seperti diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari Ummul Mukminin 'Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, "niscaya mereka betul-betul mendatanginya, meskipun dgn merangkak. "

Saking utama & agungnya, beberapa orang menginginkan merangkak untuk peroleh kemuliaannya. Lantaran fadhilahnya yg mempesona, payahnya merangkak & berebut tidaklah soalan yg besar.

Sekianlah 6 keagungan yg dijanjikan oleh Allah Ta'ala untuk golongan Muslimin yg bergegas & bersungguh-sungguh supaya bisa membangun shalat Subuh berjamaah. Semoga Allah Ta'ala memperkuat kita.