Minggu, 11 Oktober 2015

Musibah Adalah Karena Dosa Kita (2)

Merupakan perkara yang selayaknya diketahui bahwa dosa dan maksiat itu berdampak buruk. Pastilah dampak buruknya di hati seperti bahayanya racun yang menjalar di tubuh.

Ibnul Qoyyim rahimahullah ta'ala merinci tentang hal itu, berikut ini perkataan dinukilkan dari kitabnya Ad-Daa` wad Dawaa', hal. 66-67: 

Beliau menjelaskan tentang apakah gerangan sebab Nabi Adam 'alahis salamdan Hawa dikeluarkan dari Surga,

فَمَا الَّذِيْ أَخْرَجَ الأَبَوَيْنَ مِنَ الْجَنَّةِ، دَارُ اللَّذَّةِ وَالنِّعْمَةِ وَالْبَهْجَةِ وَالسُّرُورِ إلَى دَارِ الآلَامِ والْأَحْزَانِ وَالْمَصَائِبِ؟

"Apakah yang telah menyebabkan kedua orangtua kita (Nabi Adam 'alahis salam dan Hawa) dikeluarkan dari Surga, negeri (yang penuh dengan) kelezatan, kenikmatan, keceriaan dan kesenangan, menuju (dunia) negeri yang terdapat di dalamnya: penderitaan, kesedihan dan musibah?"

Lebih lanjut, beliau juga memaparkan berbagai bentuk siksa Allah dan malapetaka yang menimpa manusia,

وما الّذي أغرق أهل الأرض كلّهم حتّى علا الماء فوق رؤوس الجبال؟ وما الّذي سلّط الرّيح على قوم عاد حتّى ألقتهم موتى على وجه الأرض كأنّهم أعجاز نخل خاوية، ودمّرت ما مرّت عليه من ديارهم وحروثهم وزروعهم ودوابّهم حتّى صاروا عبرة للأمم إلى يوم القيامة؟

"Apakah (penyebab) yang menenggelamkan seluruh penduduk bumi (dari kaum Nabi Nuh 'alaihis salam), sampai-sampai air (banjir) meninggi melampaui puncak gunung? Apakah yang telah menyebabkan angin memporak-porandakan kaum 'Aad sampai-sampai mayat-mayat mereka mati berserakan layaknya batang pohon kurma yang sudah lapuk? Dan menghancurkan segala yang dilaluinya berupa rumah-rumah , sawah ladang dan binatang-binatang mereka, hingga mereka menjadi pelajaran bagi seluruh umat sampai hari kiamat?"

وما الّذي أرسل على قوم ثمود الصّيحة حتّى قطعت قلوبهم في أجوافهم وماتوا عن آخرهم؟

"Dan apakah yang menyebabkan datangnya pekikan suara menggelegar yang tertuju kepada kaum Tsamud, hingga mencopot jantung-jantung mereka dalam rongga tubuh mereka, lalu mereka semua mati?"

وما الّذي رفع قرى اللّوطيّة حتّى سمعت الملائكة نبيح كلابهم، ثمّ قلبها عليهم، فجعل عاليها سافلها، فأهلكهم جميعا؟ ثُمَّ أَتْبَعَهُمْ حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَمْطَرَهَا عَلَيْهِمْ

"Dan apakah penyebab yang  telah mengangkat kampung Nabi Luth 'alaihis salam, sampai-sampai Malaikatmendengar lolongan anjing-anjing mereka, kemudian kampung tersebut dibalik, bagian atas menjadi bawah, lantas (Allah) membinasakan mereka seluruhnya? Kemudian Allah iringi dengan menurunkanhujan batu dari langit yang menimpa mereka?"

وما الّذي أغرق فرعون وقومه في البحر ثمّ نقلت أرواحهم إلى جهنّم، والأجساد للغرق، والأرواح للحرق؟

"Dan apakah penyebab yang menenggelamkan firaun dan kaumnya kedalam laut, kemudian ruh mereka dipindahkan ke neraka Jahanam. Jasad-jasad mereka ditenggelamkan, sedangkan ruh mereka dibakar?"

و ما خسف الذي بقارون و داره و ماله و أهله؟

"Apakah penyebab yang menenggelamkan qarun, rumahnya, hartanya dan orang yang memiliki hubungan keluarga dengannya (ke dalam bumi)?"

Kemudian Ibnul Qoyyim rahimahullahmenyimpulkan:

مما ينبغي أن يعلم أن الذنوب والمعاصي تضر ، ولا بد أن ضررها في القلب كضرر السموم في الأبدان على اختلاف درجاتها في الضرر ، وهل في الدنيا والآخرة شر وداء إلا سببه الذنوب والمعاصي ؟ .

"Merupakan perkara yang selayaknya diketahui bahwa dosa dan maksiat itu berdampak buruk. Pastilah dampak buruknya di hati seperti bahayanya racun yang menjalar di tubuh, sesuai dengan tingkatan keganasan racun tersebut. Adakah satu keburukan dan adakah satu penyakitpun  yang tidak disebabkan oleh dosa dan kemaksiatan?"

(bersambung)

***

Penulis: Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

MISTERI KUNCI SURGA

Ustadz 'Abdullāh Zaen, MA

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pada suatu hari Nabi Nūh 'alaihissalām, menjelang wafatnya, beliau menyampaikan sebuah wasiat kepada kedua putranya.

Isi wasiat tersebut kata beliau,

آمُرُكُمَا بِلا إِلٰهَ إِلا اللَّهُ

"Aku wasiatkan kepada engkau berdua wahai putraku agar engkau berdua setia dengan Lā ilāha illallāh."

Kemudian Nabi Nūh 'alaihissalām menjelaskan apa keistimewaan Lā ilāha ilallāh.

Kata beliau:

لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا فِيْهِمَا فِي كِفَّةِ الْمِيزَانِ وَوُضِعَتْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ فِي الْكِفَّةِ الأُخْرَى كَانَتْ أَرْجَحَ

"Seandainya langit beserta bumi dan isi dari keduanya diletakkan di sebuah anak timbangan, kemudian Lā ilāha illallāh diletakkan di anak timbangan yang lainnya, niscaya kalimat Lā ilāha illallāh itu akan lebih berat daripada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta kedua isinya."

(HR Imām Ahmad rahimahullāh dan hadist ini dinilai shahīh oleh Syaikh Al Albāni)

Dalam hadist ini, Nabi Nūh menjelaskan betapa istimewanya kalimat Lā ilāha illallāh.

Karena kalimat tersebut seandainya ditimbang dengan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi beserta penghuni keduanya, tentunya selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, niscaya kalimat tersebut akan jauh lebih berat daripada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi.

Jadi, dalam hadist ini Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan kepada kita betapa berbobotnya kalimat tahlīl.

Yang jadi pertanyaan, kalimat tahlil yang sedemikian istimewanya, mungkinkah kalimat itu adalah merupakan kalimat yang kosong tanpa makna?
Yang hanya dikeluarkan dari lisan saja tanpa mengandung makna yang begitu dalam?

Mungkinkah kalimat tersebut adalah merupakan kalimat yang hanya dijadikan, maaf, oleh sebagian orang "lipstik"?

Dijadikan sebagai penghias bibir belaka?

Oh tentu tidak !

Kalimat tersebut bukanlah kalimat yang hanya sekedar diucapkan di lisan.

Namun kalimat itu adalah kalimat yang mengandung kandungan yang sangat dalam.

Makanya, pernah suatu saat Imām Wahhab Ibnu Munabbih di datangi oleh salah seorang kaum muslimin dan berkata:

أَلَيْسَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ إِلاَّ لَهُ أَسْنَانٌ فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ

"Wahai Imam, bukankah Lā ilāha illallāh itulah kuncinya surga?"

⇒ Artinya orang yang sudah mengucapkan Lā ilāha illallāh itu pasti akan masuk surga.

Maka beliau menjawab:

"Betul, Lā ilāha illallāh adalah kunci surga. Tetapi, bukankah setiap kunci pasti memiliki gerigi?"

Jadi kalau kita perhatikan kunci, tidak ada kunci yang tidak ada geriginya (namanya kunci pasti akan memiliki gerigi).

Kata Imam Wahhab Ibnu Munabbih, setiap kunci pasti ada geriginya.

Kalau engkau membawa kunci pakai gerigi lengkap dengan geriginya maka engkau bisa membuka pintu tersebut.

Tapi seandainya kunci yang kamu bawa adalah kunci yang tidak ada geriginya, niscaya engkau tidak akan bisa membuka pintu.

Jadi, di sini Imām Wahhab Ibnu Munabbih menjelaskan kepada kita bahwa kalimat Lā ilāha illallāh adalah sebuah kalimat yang memiliki hak dan kewajiban yang harus kita penuhi, kalimat yang harus kita tunaikan syarat-syaratnya.

Dan tidak usah merasa heran, darimana kok ada syarat-syarat Lā ilāha illallāh.

Kenapa Anda heran?

Bukankah kita senantiasa melakukan shalat lima waktu?

Dan yang namanya shalat tidak akan diterima Allāh Subhānahu wa Ta'āla kalau tidak memenuhi syarat-syaratnya.

Bukankah haji itu juga merupakan ibadah yang tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kalau kita tidak memenuhi syarat-syarat haji?

Misalnya orang berhaji, harus berakal.

Kalau ada orang gila berangkat berhaji, apakah akan diterima hajinya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla ?

Tidak!

Begitu juga shalat, salah satu syarat sah shalat adalah kita harus berwudhū' (dalam keadaan suci).

Kalau misalnya ada orang shalat tanpa berwudhū', apakah akan diterima shalatnya?

Tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadi tidak perlu heran ketika kita mengatakan bahwasanya Lā ilāha illallāh pun ada syarat-syaratnya.

Lā ilāha illallāh adalah merupakan Rukun Islam yang pertama.

Seandainya Rukun Islam yang kedua shalat, kemudian puasa, zakat, haji dan seterusnya itu ada syarat-syaratnya, kenapa Lā ilāha illallāh tidak ada syarat-syaratnya?

Maka ini yang harus difahami oleh kaum muslimin bahwa kalimat Lā ilāha illallāh bukanlah sekedar kalimat yang diucapkan dengan lisan kita.

Kalimat tahlil bukanlah sekedar kalimat yang hanya dijadikan sebagai "lipstik" di lisan kita tanpa kita memahami isi yang ada atau kandungan yang ada di dalamnya.

Kalimat Lā ilāha illallāh, syarat yang pertama kita mengucapkannya (adalah):

"Kita harus faham makna dari Lā ilāha illallāh sendiri."

Banyak di antara kaum muslimin tidak tahu arti dari Lā ilāha illallāh, (dan) apa konsekwensinya.

Ketika dia mengucapkan kalimat tersebut, apa yang dia harus tunaikan?

Lā ilāha illallāh adalah merupakan bentuk pengikhlasan seluruh ibadah kita hanya untuk Allāh Jallā Wa 'Ala.

Lā ilāha illallāh berarti tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jadi manakala seorang hamba mengucapkan kalimat ini, maka seharusnya tingkah lakunya harus disesuaikan dengan kalimat tersebut .

Dia mengikhlaskan seluruh ibadahnya hanya untuk Allāh Jallā wa 'Ala.

Puasa dia, dia serahkan untuk Allāh..

Shalat dia, dia persembahkan untuk Allāh Jallā Wa 'Ala..

Haji dia, dia khususkan untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla..

Sedekahnyapun juga seperti itu..

Diapun juga berdo'a hanya kepada Allāh Jallā Wa 'Ala..

Berkurban (menyembelih) hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan itu semuanya adalah bentuk dari konsekwensi dan praktek dari Lā ilāha illallāh.

Jadi, kalimat Lā ilāha illallāh bukan sembarang tahlil yang hanya diucapkan dengan lisan.

Tapi kalimat Lā ilāha illallāh adalah sebuah kalimat yang sangat berat kandungannya dan sangat dalam isinya.

Yang ini, kita sebagai seorang Muslim harus terus untuk mempelajari isi dari Lā ilāha illallāh.

Kita tunaikan hak-hak dan kewajibannya dan kita berusaha untuk memenuhi syarat-syaratnya sehingga kita termasuk orang-orang yang In syā Allāh mengakhiri hidup kita dengan kalimat ini.

Sehingga kita diperkenankan oleh Allāh Jallā Wa 'Ala untuk masuk ke surgaNya.

Allāhumma āmīn.

والله تعالى أعلم

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
----------------------------------------------------
Sumber:
http://yufid.tv/ceramah-singkat-misteri-kunci-surga-ustadz-abdullah-zaen-ma

Sabtu, 10 Oktober 2015

Musibah Adalah Karena Dosa Kita

Dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)

Berbagai musibah terjadi di negeri yang kita cintai ini, dari mulai gempa, angin kencang, longsor, banjir, dan berbagai macam wabah penyakit serta berbagai bentuk krisis, baik krisis ekonomi, keamanan, maupun akhlak. Semua itu, satu persatu, silih berganti datang menjelang, belum selesai tertangani masalah yang satu, muncul masalah yang lain.

Ada apa gerangan? Simaklah sebuah kabar yang tidak mungkin salah dan pasti benarnya, yang berasal dari AllahTa'ala. Allah Ta'ala berfirman :

وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ

"Dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)" (QS. Asy-Syuuraa: 30).

Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan,

وقوله وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم أي مهما أصابكم أيها الناس من المصائب فإنما هو عن سيئات تقدمت لكم ويعفو عن كثير أي من السيئات ، فلا يجازيكم عليها بل يعفو عنها، ولو يؤاخذ الله الناس بما كسبوا ما ترك على ظهرها من دابة

"Dan firman-Nya (yang artinya) dan segala musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalianmaksudnya wahai manusia! musibah apapun yang menimpa kalian, semata-mata karena keburukan (dosa) yang kalian lakukan. "Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)" maksudnya adalah memaafkan dosa-dosa kalian, maka Dia tidak membalasnya dengan siksaan, bahkan memaafkannya. Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatannya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun (Faathir: 45) (Tafsir Ibnu Katsiir: 4/404).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa'dirahimahullah menafsirkan ayat di atas,

يخبر تعالى، أنه ما أصاب العباد من مصيبة في أبدانهم وأموالهم وأولادهم وفيما يحبون ويكون عزيزا عليهم، إلا بسبب ما قدمته أيديهم من السيئات، وأن ما يعفو اللّه عنه أكثر، فإن اللّه لا يظلم العباد، ولكن أنفسهم يظلمون وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وليس إهمالا منه تعالى تأخير العقوبات ولا عجزا.

"Allah Ta'ala memberitahukan bahwa tidak ada satupun musibah yang menimpa hamba-hamba-Nya, baik musibah yang menimpa tubuh, harta, anak, dan menimpa sesuatu yang mereka cintai serta (musibah tersebut) berat mereka rasakan, kecuali (semua musibah itu terjadi) karena perbuatan dosa yang telah mereka lakukan dan bahwa dosa-dosa (mereka) yang Allah ampuni lebih banyak.

Karena Allah tidak menganiaya hamba-hamba-Nya, namun merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatannya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun, dan menunda siksa itu bukan karena Dia teledor dan lemah" (Tafsir As-Sa'di: 899).

Al-Baghawi rahimahullah menukilkan perkataan seorang tabi'in pakar tafsir Ikrimah rahimahullah,

ما من نكبة أصابت عبدا فما فوقها إلا بذنب لم يكن الله ليغفر له إلا بها، أو درجة لم يكن الله ليبلغها إلا بها .

"Tidak ada satupun musibah yang menimpa seorang hamba, demikian pula musibah yang lebih besar (dan luas) darinya, kecuali karena sebab dosa yang Allah mengampuninya hanya dengan (cara menimpakan) musibah tersebut (kepadanya) atau  Allah hendak mengangkat derajatnya (kepada suatu derajat kemuliaan) hanya dengan (cara menimpakan) musibah tersebut (kepadanya)" (Tafsir Al-Baghawi: 4/85)

(Bersambung)

***

Penulis: Ust. Sa'id Abu Ukasyah

Sabtu, 03 Oktober 2015

Perayaan Idul Ghodir Adalah Perayaan Kekufuran Pengkafiran

Oleh Ustd. Firanda Andirdja.
Ajaran Islam dan Ajaran agama Syi'ah tidak mungkin bersatu, karena kedua agama ini saling berlawanan dan bertolak belakang.

Agama Islam tidak mungkin tegak kecuali dengan meyakini bahwasanya para sahabat adalah umat terbaik, karena sumber dasar agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan tidak mungkin al-Qur'an dan As-Sunnah sampai kepada kita kecuali melalui jalan dan jalur periwayatan para sahabat. Jika para sahabat bukan umat terbaik dan tidak amanah maka gugurlah sumber agama Islam, dan selanjutnya gugurlah agama Islam.

Adapun agama Syi'ah…

Maka agama mereka tidak mungkin tegak kecuali dengan mengkafirkan para sahabat. Karena agama mereka dibangun di atas keimaman (yaitu meyakini dan mengimani para imam dua belas yang mereka akui). Dan imam pertama mereka adalah Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu.

Sementara penunjukan Ali sebagai imam oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah tatkala di Ghodiir Khum (suatu tempat yang terletak antara kota Mekah dan Madinah). Penunjukan dan washiat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut disampaikan tatkala Nabi pulang dari haji Wadaa' dihadapan para sahabat. Lalu ternyata para sahabat kompak menyelisihi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah. Karenanya mereka mengkafirkan seluruh para sahabat yang setuju dengan pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah, yang berarti para sahabat telah bersepakat menolak aqidah keimaman mereka, maka kafirlah para sahabat. Jadi agama Syi'ah tidak mungkin tegak kecuali dengan mengkafirkan para sahabat.

Dari sini sangatlah wajar jika di mata kaum agama Syi'ah, perayaan 'Idul Ghodir lebih utama dari pada hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adlha !!!

 

Idul Ghodir Perayaan Kekufuran

Sangatlah jelas bahwa Hari Perayaan Ghodir Khum adalah hari kekufuran, karena hari Ghodir Khum di mata penganut agama Syi'ah adalah hari menjadikan keimaman sebagai rukun Islam yang paling utama. Dari keyakinan inilah timbul berbagai bentuk kekufuran, daintaranya :

Pertama : Mengangkat para imam mereka hingga pada derajat yang berlebihan, seperti meyakini bahwa para imam mereka mengetahui ilmu ghaib bahkan seluruh yang tercatat di al-Lauh al-Mahfuz juga diketahui oleh para imam mereka. Dan ini jelas merupakan kekufuran, karena telah menyatakan ada makhluk yang statusnya sama dengan Allah dalam hal ilmu ghaib.

Kedua : Meyakini bahwa al-Qur'an telah terjadi padanya perubahan dan distorsi, karena menurut agama Syi'ah seharusnya di dalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang tegas menunjukkan akan aqidah keimaman mereka, akan tetapi dirubah atau disembunyikan oleh para sahabat. Dan keyakinan bahwa Allah tidak menjaga al-Qur'an adalah kekufuran. Demikian juga meyakini al-Qur'an sudah mengalami perubahan dan tidak bisa dijaga keotentikannya juga merupakan kekufuran

Ketiga : Menyatakan bahwa para imam mereka maksum (tidak mungkin salah dalam perkataan dan perbuatan). Ini merupakan kekufuran !!!. Sebab :
-         Meyakini ada tokoh yang maksum setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada hakekatnya adalah mencoreng dan merusak fungsi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Nabi terakhir. Sebab jika ada yang maksum setelah Nabi maka perkataan dan perbuatan orang tersebut juga merupakan syari'at yang merupakan sumber hukum baru, karena orang tersebut maksum (terjaga dari kesalahan oleh Allah).
-         Oleh karenanya coba kita tanyakan kepada kaum Syi'ah, apa perbedaan antara imam dan Nabi??. Mereka tidak akan bisa menemukan perbedaan, bahkan pernyataan-pernyataan dalam kitab-kitab mereka menunjukkan bahwa imam-imam mereka lebih afdhol daripada para nabi ??!!
-         Mencoreng kesempurnaan agama Islam yang telah Allah sempurnakan di akhir hayat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Karena dengan meyakini  bahwasanya kedua belas imam mereka maksum, maka ini melazimkan syari'at agama Islam masih belum sempurna, sehingga akan datang syari'at-syari'at baru yang diambil dari perkataan dan perbuatan para imam maksum Syi'ah.
-         Oleh karenanya, kalau agama Islam rujukan dasar hukumnya selain al-Qur'an adalah hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, adapun kaum agama Syi'ah maka rujukan mereka yang paling utama adalah perkataan-perkataan para imam mereka. Perkataan-perkataan para imam mereka menduduki kedudukan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Keempat : Bahkan sebagian Syi'ah ada yang berani menyatakan bahwa :

-         Jibril salah dalam menurunkan wahyu, yang seharusnya kepada Ali namun Jibril 'alaihis salam menurunkannya kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Keyakinan kufur ini berangkat dari aqidah pengkultusan para imam mereka
-         Nabi Muhammad telah salah karena tidak menjelaskan secara gamblang kepada para sahabat bahwa keimaman akan diwariskan kepada Ali bin Abi Tholib.

 

Idul Ghodir Perayaan Pengkafiran

Dari aqidah keimaman inilah lahirlah bentuk-bentuk pengkafiran yang membabi buta. Diantaranya :

Pertama : Pengkafiran seluruh para sahabat, kecuali hanya empat orang. Hal ini dikarenakan para sahabat telah berkhianat terhadap wasiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di Ghodir Khum yang menyatakan bahwa Ali adalah imam penerus Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

Kedua : Pengkafiran seluruh muslim yang tidak beriman kepada imam-imam mereka. Karena barang siapa yang tidak beriman kepada imam mereka maka berarti telah meninggalkan rukun Islam yang paling utama, yaitu keimaman.

Dari sini maka ikut merayakan perayaan 'Idul Ghodir, atau ikut membenarkan atau membela 'Idul Ghodir, demikian juga ikut mempromosikan 'idul Ghodir merupakan bentuk ikut serta mensukseskan dan melariskan kekufuran !!!.

Membenarkan diadakannya perayaan 'Idul Ghodir di tanah air adalah bentuk pengkhianatan dan penipuan serta penyesatan kepada rakyat muslim Indonesia !!!

Sebaliknya menolak perayaan 'Idul Ghodir merupakan bukti keimanan, dan pembelaan terhadap agama Islam, pembelaan terhadap al-Qur'an, pembelaan terhadap Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, juga pembelaan terhadap para sahabat yang mulia !!!

Mengenal Qantharah

Qantharah adalah suatu tempat yang berada setelah shirath. Di qantharah, terjadi qishash untuk menghilangkan rasa dendam, hasad dan rasa dengki di antara orang-orang yang beriman.

By Muhammad Saifudin Hakim 28 September 2015

Qantharah, suatu istilah yang mungkin masih asing di telinga kita. Padahal, setiap orang beriman tentu mendambakan diri untuk bisa sampai di qantharah.Bagaimana tidak, qantharah adalah suatu tempat antara surga dan neraka yang dilalui manusia setelah selamat melewatishirath, yaitu jembatan yang dibentangkan di atas neraka jahannam. Oleh karena itu, dalam tulisan ini kami akan sedikit membahas tentang qantharah, sehingga siapa pun yang berharap masuk surga, bisa mengenal suatu tempat yang akan dilewatinya, yaitu qantharah.

Hadits tentang "Qantharah"

Setelah orang-orang beriman selamat melewati shirathmereka akan berhenti di suatu tempat bernama "qantharah". Dari Abu Sa'id Al-Khudhri radhiyallahu 'anhu,Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

يَخْلُصُ المُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ، فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الجَنَّةِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا

"Setelah orang-orang beriman diselamatkan dari neraka (selamat melewati shirath, pen.), mereka tertahan di qantharah yang ada di antara surga dan neraka. Maka ditegakkanlah qishash di antara mereka akibat kedzaliman yang terjadi di antara mereka selama berada di dunia. Setelah dibersihkan dan dibebaskan, mereka pun diijinkan masuk surga. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh mereka lebih mengetahui tempat mereka di surga daripada tempatnya ketika berada di dunia." [1]

Apakah yang Dimaksud dengan"Qantharah" ??

Para ulama berbeda pendapat tentang"qantharah". Sebagian ulama berpendapat bahwa qantharah adalah bagian paling ujung dari shirath sebelum masuk ke surga. Pendapat ke dua menyatakan bahwa qantharah adalah jembatan tersendiri yang berbeda dengan shirath,dan letaknya di antara surga dan neraka.

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahberkata,

الذي يظهر أنها طرف الصراط مما يلي الجنة ويحتمل أن تكون من غيره بين الصراط والجنة

"Yang tampak bahwasannya qantharah adalah ujung dari shirath sebelum surga. Dan ada kemungkinan bahwa qantharah adalah jembatan tersendiri antara shirath dan surga." [2]

Di antara ke dua pendapat tersebut, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat ke dua, yaitu bahwa qantharahadalah jembatan tersendiri dan tidak termasuk bagian dari shirath. Hal ini karena orang yang selamat melewatishirath, berarti dia telah selamat melewati dan melintasi shirath secara keseluruhan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang ada.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabishallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَيُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُهَا

"Dan dibentangkanlah shirath di antara dua punggung neraka jahannam. Maka aku dan umatku yang pertama kali melintasinya." [3]

Demikian pula kalau melihat hadits tentang qantharah di atas, maka dijelaskan bahwa orang-orang mukmin telah selamat melewati shirath (secara keseluruhan)[4]

Qishash yang Terjadi ketika Manusia berada di "Qantharah"

Di qantharah, terjadi qishash untuk menghilangkan rasa dendam, hasad dan rasa dengki di antara orang-orang yang beriman. Dan ketika telah bersih, mereka akan masuk ke dalam surga. Allah Ta'alaberfirman,

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

"Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan."(QS. Al-Hijr [15]: 47]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahberkata,"Jika mereka telah melewati shirath, mereka berhenti di qantharah yang berada di antara surga dan neraka. Sebagian mereka pun diqishash atas sebagian yang lain. Ketika telah dibersihkan dan dibebaskan, mereka pun diijinkan untuk masuk ke dalam surga." [5]

Qishash di qantharah berbeda denganqishash yang terjadi di padang Mahsyar. Qishash yang terjadi di padang Mahsyar bersifat umum, terjadi antara orang beriman dan orang kafir, atau antara calon penduduk surga dengan calon penduduk neraka, atau antara sesama calon penduduk neraka. Qishash ini adalahdengan menyerahkan pahala kepadapihak yang didzalimi; dan jika pahalanya sudah habis, maka dosa pihak yang didzalimi akan diserahkan kepada pihakyang mendzalimi. Sedangkan qishash diqantharah hanya terjadi di antara orang beriman (setelah mereka selamat melewati shirath) untuk menyucikan hati mereka sebelum masuk ke dalam surga.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaiminrahimahullah menjelaskan,

فإذا وصلوا إلى الجنة لم يجدوها مفتوحة الأبواب، على خلاف أهل النار، فإنهم إذا وصلوا إلى النار فتحت الأبواب ليسوءهم العذاب والعياذ بالله، أما الجنة فلا تكون مفتوحة الأبواب، وإنما يوقفون هناك على قنطرة، وهي الجسر الصغير فيقتص لبعضهم من بعض اقتصاصاً غير الاقتصاص الأول الذي في عرصات القيامة، فيقتص لبعضهم من بعض اقتصاصاً يزيل ما في صدورهم من الغل والحقد؛ لأن الاقتصاص الذي في عرصات القيامة اقتصاص تؤخذ فيه الحقوق، وربما يبقى في النفوس ما يبقى، لكن هذا الأخير اقتصاص للتطهير والتهذيب والتنقية، حتى يدخلوا الجنة وما في صدورهم من غل.

"Jika mereka sampai ke surga, pintu surga masih tertutup. Berbeda dengan penduduk neraka. Ketika mereka sampai di neraka, pintu neraka dibuka sehingga mereka langsung merasakan adzab. Adapun surga, maka pintunya masih tertutup. Mereka menunggu di qantharah, yaitu suatu jembatan yang kecil. Sebagian mereka pun diqishash atas sebagian yang lain, dengan qishash yang berbeda dengan qishash yang pertama terjadi di padang Mahsyar. Mereka diqishash untuk menghilangkan rasa dendam dan rasa dengki. Hal ini karena qishash yang terjadi di padang Mahsyar bertujuan untuk mengembalikan hak (yang didzalimi atau dirampas, pen.), dan terkadang masih tersisa rasa (dendam) di hati. Qishash yang ke dua ini adalah qishash untuk mensucikan dan membersihkan (apa yang ada di dalam hati), sehingga mereka pun masuk surga tanpa ada rasa dengki dalam hati mereka." [6]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaiminrahimahullah melanjutkan penjelasan beliau,

وبهذا نجمع بين النصوص الواردة بأن هنا اقتصاصين، الاقتصاص الأول في العرصات ويقصد منه أخذ الحقوق، وهذا الاقتصاص الأخير والمقصود به التنقية والتطهير من الغل.

فإن قال قائل: أفلا يحصل ذلك بأخذ الحقوق؟ قلنا: لا، فلو أن رجلاً اعتدى عليك في الدنيا ثم أخذت حقك منه، فإنه قد يزول ما في قلبك عليه وقد لا يزول، فإحتمال أنه لا يزول وارد، لكن إذا هذبوا ونقوا بعد عبور الصراط ودخلوا الجنة على إكمال حال، قال تعالى: (وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَاناً عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ) (الحجر: 47)

"Dengan demikian, kita gabungkan dalil-dalil yang ada bahwa terdapat dua qishash. Qishash pertama terjadi di padang Mahsyar dan dimaksudkan untuk mengembalikan hak (pihak yang didzalimi, pen.). Qishash yang ke dua (di qantharah) ini dimaksudkan untuk membersihkan dan mensucikan (hati) dari rasa dendam. Jika ada yang bertanya, bukankah hilangnya dendam sudah terwujud dengan dikembalikannya hak? Kami katakan, tidak. Seandainya ada seseorang di dunia yang merampas hakmu, kemudian Engkau mengambil kembali hakmu dari orang tersebut, maka terkadang hilanglah apa yang ada dalam hatimu (misalnya rasa dendam atau dengki, pen.) dan terkadang tidak hilang. Maka ada kemungkinan bahwa belum hilang (rasa dendam tersebut, pen.). Akan tetapi, jika rasa dendam ini dibersihkan dan dihilangkan, maka mereka pun masuk surga dalam keadaan yang sempurna. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), 'Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.'" [7]

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Diselesaikan setelah isya', Sint-Jobskade Rotterdam NL, Jumat 11 Dzulhijah 1436

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

___

Catatan kaki:

[1] HR. Bukhari no. 6535.

[2] Fathul Baari, 5/96.

[3] HR. Bukhari no. 806.

[4] Al-Imaan bimaa Ba'dal Maut, hal. 250-251.

[5] Majmu' Fataawa, 3/147.

[6] Syarh Al-'Aqidah As-Safariyaniyyah,1/477 (Maktabah Syamilah).

[7] Syarh Al-'Aqidah As-Safariyaniyyah,1/477 (Maktabah Syamilah