Jumat, 22 Oktober 2010

Sedikit sedikit bid'ah, sedikit sedikit bid'ah

"Sedikit,sedikit bid'ah, sedikit, sedikit bid'ah, 
Aiiih, gampang banget sih ngasih klaim begitu, khan kita juga sesama muslim".
Mungkin kita gerah dengan klaim-klaim diatas, tanpa tahu mengapa tiba-tiba kawan kita atau saudara kita atau tetangga kita memberi tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah bid'ah,

Maka sebagaimana Nabi pernah sabdakan yakni hadits dari Anas bin Malik, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bersabda:

Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim ".(HR. An-Nasa'i, hadits Hasan)

Maka sudah sepatutnyalah kita menuntut ilmu syar'i ini karena sesungguhnya hidup didunia hanyalah sementara:

"Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (QS. Ali Imron:185)

Maka berikut ini, saya cuplikkan dari situs almanhaj, apakah yang harus dipenuhi dalam ibadah itu sehingga kita mengetahui mengapa satu perbuatan masuk kedalam sunnah Nabi yang mulya sedangkan yang satu masuk dalam kategori mengada-adakan:


SYARAT YANG HARUS DIPENUHI DALAM IBADAH AGAR IBADAH ITU DITERIMA OLEH ALLAH SUBHANA WA TA'ALA,


Pertama: Ikhlas.
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat IKHLAS semata mata karena Allah ta’ala.



Sebagaimana dikatakan dalam hadist Arbain Nawawi. 
"Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan."

Kedua: Mutaba'ah.


Hadits Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata dalam khuthbahnya:
"Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebagus-bagusnya tuntunan adalah tuntunan Muhammad dan urusan yang paling jelek adalah sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) dan setiap yang diada-adakan (dalam agama) itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat dan setap kesesatan itu (tempatnya) di neraka."
[Dikeluarkan dengan lafadz ini oleh An- Nasa'i dalam As-Sunan 3/188 dan asal hadits dalam Shahih Muslim 3/153. Untuk menambah wawasan coba lihat kitab Khutbat Al-Haajah, karya Al-Albany]

Kemudian yang perlu diketahui bahwa mutaba'ah (mengikuti Nabi) tidak akan tercapai kecuali apabila amal ibadah yang dikerjakan adalah sesuai dengan syari'at dalam enam perkara:

Pertama: Sebab. Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada allah dengan sebab yang tidak disyari'atkan, maka ibadah tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima (ditolak). Contoh: Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi'raj Rasulullah (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi bid'ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari'at. Syarat ini- yaitu: ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam sebab- adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid'ah. 

Kedua: Jenis. Arinya: ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh: Seorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari'at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi dan kambing. 

Ketiga: Kadar (bilangan). Kalau ada seseorang yang menambah bilangan raka'at suatu shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'at dalam jumlah bilangan raka'atnya. Jadi apabila ada orang shalat zhuhur lima raka'at, umpamanya, maka shalatnya tidak sah. 

Keempat: Kaifiyah (cara). Seandainya ada orang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu muka, maka tidak sah sudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syari'at.

Kelima: Waktu. Apabila ada orang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama bulanDzul Hijjah maka tidak sah, karena waktu melaksanakannya tidak menurut ajaran Islam.

Saya pernah mendengar bahwa ada orang bertaqarrub kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid'ah, karena tidak ada sembelihan yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji dan akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan tersebut sebagaimana dalam Idul Adha adalah bid'ah. Kalau menyembelih hanya untuk memakan dagingnya, boleh saja. 

Keenam: Tempat. andaikata ada orang beri'tikaf di tempat selain masjid, maka tidak sah i'tikafnya. Sebab tempat i'tikaf hanyalah di masjid. Begitu pula, andaikata ada seorang wanita hendak beri'tikaf di dalam mushalla di rumahnya, maka tidak sah i'tikafnya,karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syari'at. contoh lainnya: Seseorang yang melakukan thawaf di luar Masjidil Haram dengan alasan karena di dalam sudah penuh sesak, thawafnya tidak sah, karena tempat melakukan thawaf adalah dalam Baitullah tersebut, sebgaimana firman Allah Ta'ala: 

Dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf.(Surah Al-Hajj:26).

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah Subhana wa Ta'ala kecuali apabila memenuhi syarat secara syar'i, yaitu:
Pertama: Ikhlas. 
Kedua: Mutaba'ah.
Dan Mutaba'ah tidak akan tercapai kecuali dengan enam perkara yang telah diuraikan tadi.

Untuk lebih jelasnya Antum sekalian bisa baca kitab (Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah:Oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin)

Minggu, 03 Oktober 2010

Bertepuk Tangan Merupakan Perbuatan Jahiliyah


Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah bertepuk tangan dalam suatu acara atau pesta diperbolehkan, ataukah itu termasuk pebuatan makruh?

Jawaban

Bertepuk tangan dalam suatu pesta merupakan perbuatan jahiliyah, dan setidaknya perbuatan itu adalah perbuatan yang makruh. Tetapi secara jelas dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa hal itu adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama Islam; karena kaum muslimin dilarang mengikuti ataupun menyerupai perbuatan orang-orang kafir. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berfirman tentang sifat orang-orang kafir penduduk Makkah,

"Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan." [Al-Anfal: 35]

Para ulama berkata, "Al-Muka' mengandung pengertian bersiul, sedangkan At-Tashdiyah mengandung pengertian bertepuk tangan. Adapun perbuatan yang disunnahkan bagi kaum muslimin adalah jika mereka melihat atau mendengar sesuatu yang membuat mereka takjub, hendaklah mereka mengucapkan Subhanallah atau Allahu Akbar sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam .

Bertepuk tangan hanya disyariatkan khusus bagi kaum wanita ketika mendapatkan seorang imam melakukan suatu kesalahan di dalam shalat saat mereka melaksanakan shalat berjamaah bersama kaum pria, maka kaum wanita disyariatkan untuk mengingatkan kesalahan imam dengan cara bertepuk tangan, sedangkan kaum pria memperingatkannya dengan cara bertasbih (mengucap kata Subhanallah) sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam . Maka jelaslah bahwa bertepuk tangan bagi kaum pria merupakan penyerupaan terhadap perbuatan orang-orang kafir dan perbuatan wanita, sehingga bertepuk tangan dalam suatu pesta -baik kaum pria maupun wanita- adalah dilarang menurut syariat. Semoga Allah memberi petunjuk.

[Fatawa Mu'ashirah, hal. 67, Syaikh Ibn Baz]

Sumber: http://www.almanhaj.or.id